Mohon tunggu...
Maharani Cyrilla
Maharani Cyrilla Mohon Tunggu... Mahasiswa - Psychology Student

Undergraduate Student at Faculty of Psychology, Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

PTSD (Post-Traumatic Stress Disorder): The Hidden Wound

14 Juli 2021   15:20 Diperbarui: 14 Juli 2021   15:45 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Setiap kali mendengar kata trauma, apa yang muncul di dalam benakmu? Apakah trauma membawa ke dalam kenangan masa lalu yang tidak ingin  dikenang? Atau trauma mengingatkan pada peristiwa bencana besar yang merenggut sebagian kebahagiaan banyak orang? Kata trauma biasa dikaitkan dengan keadaan yang mengikuti setelah suatu peristiwa traumatis terjadi. 

Ada pula yang menyebutkan trauma adalah luka, luka yang diakibatkan oleh suatu kejadian tertentu. Trauma berarti tekanan emosional dan psikologis yang pada umumnya disebabkan karena kejadian yang tidak menyenangkan atau pengalaman yang berkaitan dengan kekerasan. Kata trauma juga bisa digunakan untuk mengacu pada kejadian yang menyebabkan stres berlebih. Suatu kejadian dapat disebut traumatis bila kejadian tersebut menimbulkan stres yang ekstrem dan melebihi kemampuan individu untuk mengatasinya (Giller, 1999).

Banyak dari kita yang mengalami kejadian trauma, baik yang kita sadari ataupun tidak. Baik hal itu memberi pengaruh yang cukup besar ataupun tidak bagi diri kita. Peristiwa traumatis dapat mengantarkan pada gangguan psikologis atau yang dikenal dengan istilah trauma psikologis. Trauma psikologis merupakan akibat dari adanya pengalaman traumatik yang terjadi pada diri seseorang. 

Menurut Willey & Sons (2008) trauma psikologis merupakan keadaan yang terjadi akibat  peristiwa yang sangat mengejutkan dan menakutkan, bersifat mengancam bahaya fisik atau psikis, bahkan hampir menyebabkan kematian. Trauma psikologis mengacu pada dampak dari stressor ekstrem dan  insiden kritis pada fungsi biologis dan psikologis individu (Hatta, 2016). Berdasarkan pengertian ini, trauma psikologis jelas dapat membawa dampak pada kesehatan fisik maupun mental seseorang. Salah satu hal yang dapat menimbulkan trauma psikologis adalah gangguan stress pasca trauma atau yang lebih sering dikenal dengan PTSD (post traumatic stress disorder).

PTSD (post-traumatic stress disorder) adalah gangguan mental berupa stress yang muncul dan ditandai dengan kegagalan untuk pulih setelah mengalami atau menyaksikan peristiwa yang mengerikan. Wiliams  & Poijula di dalam Hatta (2016) menyatakan beberapa gejala PTSD yaitu: Jika reaksi terhadap peristiwa trauma tetap ada berterusan beberapa waktu atau terjadi setidaknya 6 bulan setelah individu mengalami peristiwa, artinya ia mengalami gangguan PTSD.  Atkinson et.al menyatakan PTSD disebabkan oleh trauma fisik atau trauma psikologi atau trauma karena keduanya,  karena manusia mengalami peritiwa seperti perkosaan, perang atau serangan pengganas, atau bencana alam. 

Pada kanak-kanak kemungkinan mengalami trauma di karenakan menyaksikan penderaan fisik, emosi dan seksual atau menyaksikan  peristiwa yang dianggap mengancam nyawa seperti serangan fisik, serangan seksual, kemalangan, kecanduan narkoba, penyakit, komplikasi perobatan, atau berada dalam pekerjaan yang dihadapkan kepada peperangan (seperti militer) atau bencana.

PTSD seperti yang telah dijelaskan dapat  didasarkan pada beberapa faktor maupun peristiwa, Brewin et al., menyatakan faktor-faktor yang berisiko PTSD diantaranya adalah hidup dalam peristiwa trauma dan bahaya, mempunyai sejarah sakit mental, mendapat cedera, melihat orang cedera atau terbunuh, perasaan seram, tidak berdaya, atau ketakutan yang melampau, tidak mendapat dukungan sosial  setelah peristiwa tersebut, berurusan dengan tekanan tambahan setelah peristiwa itu, seperti kesakitan kehilangan orang yang dikasihi, dan kecederaan atau kehilangan kerja atau rumah. Gurvits, et al., Juga menyatakan faktor alam sekitar,  seperti trauma kanak-kanak, kecederaan kepala, atau sejarah  penyakit mental, dapat meningkatkan lagi risiko pada  seseorang yang mempengaruhi pertumbuhan otak awal.

American Psychiatric Association (APA) dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder (DSM.IV-TR), menyatakan ledakan trauma merangkumi salah satu atau dua daripada berikut, yaitu: (1) seseorang yang mengalami, menyaksikan atau berhadapan dengan kejadian negeri yang menyebabkan kematian, kecederaan serius atau mengancam fisik diri atau orang lain, (2) respon individu terhadap ketakutan, rasa tidak ada harapan, horror (kanak-kanak mungkin mengalami kecelaruan tingkahlaku).

Keadaan stress pascatrauma dapat dialami oleh siapapun setelah suatu kejadian tidak menyenangkan terjadi. Manusia pada dasarnya memiliki kemampuan dalam melakukan coping mechanism untuk menghadapi stress pascatraumanya, namun ada beberapa kejadian yang sulit untuk dihindari dan menimbulkan efek berkepanjangan,  hal ini biasa terjadi pada mereka yang mengalami suatu peristiwa luar biasa seperti perang, kekerasan seksual, kematian akibat kekerasan pada orang-orang tercinta, dan juga bencana alam seperti gempa dan tsunami (Hatta, 2016). 

Gangguan  stress pasca trauma bisa dialami segera setelah peristiwa traumatis terjadi,  namun bisa juga tertunda sampai beberapa bulan hingga tahun-tahun sesudahnya. Orang yang mengalami gangguan pasca traumatic berada pada keadaan stress yang berkepanjangan, yang dapat berakibat munculnya gangguan otak hingga gangguan dalam kemampuan intelektual. Banyak dari kita yang mungkin mengalami kejadian stress pascatrauma namun banyak yang tidak menyadari dan kemudian tidak melakukan pemulihan hingga trauma itu muncul dalam jangka waktu lama setelahnya.

Dilansir dari youtube TED-Ed, ada sebuah kalimat dari Tim O’Brien, The Things They Carried “They Carried all they could bear, and then some, including a silent awe for the terrible power of the things they carried.” Menyiratkan bahwa awalnya penderita PTSD mungkin saja tidak menyadari hal ini, kemudian bersama trauma mereka berjalan beriringan, namun di kemudian hari trauma itu bisa muncul dan kekuatan yang mereka miliki tidak dapat menahan hal itu lagi. Terkadang trauma yang dialami tidak dapat diperkirakan waktu kemunculannya, ibarat bom waktu. Trauma dapat disembunyikan dengan men-repressed ke dalam alam bawah sadar dan menguburnya dengan mendalam, tentu hal ini dapat dilakukan, namun tidak pernah ada jaminan bahwa ini akan bertahan selamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun