Sering kali balai warga cuma satu ruang kosong dengan kursi plastik. Padahal, kalau benar-benar mau invest, kita bisa bikin desain inklusif yang ramah semua kalangan.
Untuk lansia, mungkin bisa diadakan kursi empuk dengan sandaran, toilet duduk, pencahayaan hangat, plus jalur landai biar gak susah naik turun.
Untuk anak-anak, kita bisa bikin pojok literasi dengan rak buku dan karpet, mainan edukatif sederhana, atau papan tulis untuk belajar bersama.
Untuk difabel, adakan akses kursi roda, pintu lebar, toilet ramah disabilitas.
Bayangkan betapa indahnya kalau semua orang bisa pakai balai warga tanpa hambatan. Bukan perkara mewahnya, tapi soal rasa peduli.
3. Bagi Ruang Sesuai Kebutuhan
Daripada bikin satu ruangan besar tanpa arah, lebih baik balai warga dibagi jadi beberapa sudut fungsional.
- Sudut bapak-bapak, ada meja catur, gaple, atau sekadar kopi.
- Sudut ibu-ibu, ada meja panjang untuk demo masak atau bikin kerajinan.
- Sudut anak muda, ada colokan listrik, meja besar buat laptop, plus dinding kosong untuk proyektor atau mural.
- Sudut anak-anak, ada karpet, buku, mainan sederhana.
Dengan pembagian begini, balai warga terasa hidup 24 jam, gak cuma pas rapat bulanan doang.
4. Fasilitas Multifungsi
Investasi cerdas itu yang multifungsi. Contohnya, kursi lipat yang bisa untuk pengajian, bisa juga dipakai nonton bareng. Proyektor portable buat ronda film, bisa juga buat presentasi RT.Â
Panggung mini untuk lomba karaoke, bisa juga jadi tempat anak muda latihan band. Dengan barang-barang fleksibel, satu ruangan bisa berubah wajah sesuai acara.
5. Warga Muda Sebagai Motor Kreatif
Kalau mau balai warga hidup, jangan hanya serahkan ke bapak-ibu. Ajak anak muda gen Z jadi motor kreatif. Misalnya, mereka bisa desain mural dinding balai warga. Mereka bisa bikin konten kreatif dari acara warga. Mereka bisa bikin event kecil kayak open mic atau nobar.
Percaya deh, kalau gen Z diberi ruang, mereka lebih betah nongkrong di balai warga ketimbang ngopi di kafe mahal.