Mohon tunggu...
Mutia Ramadhani
Mutia Ramadhani Mohon Tunggu... Mutia Ramadhani

Certified author, eks-jurnalis ekonomi dan lingkungan, kini berperan sebagai full-time mom sekaligus novelis, blogger, dan content writer. Founder Rimbawan Menulis (Rimbalis) yang aktif mengeksplorasi dunia literasi dan isu lingkungan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Transformasi Siskamling Lewat Balai Warga, Apakah Rasa Guyub Masih Bisa Hidup?

12 September 2025   08:55 Diperbarui: 12 September 2025   10:11 32
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Biar terasa "siskamling," bisa tetap ada jadwal shift jaga malam. Tapi konsepnya gak keliling, melainkan berkegiatan di balai warga. Contoh penerapannya:

  • Jam 9--11 malam: bapak-bapak main gaple sambil ngawasin jalan.
  • Jam 11--1 dini hari: anak muda nongkrong sambil ngobrol atau bikin konten.
  • Jam 1--3 pagi: beberapa orang keliling kampung sambil bawa senter, lalu balik lagi ke balai.

Dengan begitu, ronda jadi ringan dan menyenangkan.


5. Festival Ronda Tahunan

Selain kegiatan rutin, bisa ada acara besar setahun sekali: Festival Ronda. Misalnya lomba kentongan, lomba masak, lomba stand-up comedy di balai warga, atau parade ronda.

Mungkin terdengar nyeleneh, tapi ini bisa jadi cara merayakan identitas warga. Festival semacam ini bisa bikin anak-anak muda bangga dengan tradisi kampungnya.

6. Balai Warga Sebagai "Pusat Alarm Sosial"

Balai warga juga bisa jadi pusat koordinasi. Kalau ada warga sakit, musibah, atau kejadian mendesak, info bisa dikumpulkan di situ. Jadi bukan cuma tempat nongkrong, tapi juga pusat solidaritas.

Menurutku sih, yang hilang dari siskamling bukan kentongan atau jadwal ronda, tapi rasa solidaritasnya. Satpam bisa jaga keamanan. CCTV bisa rekam kejadian. Portal bisa tutup akses. Tapi hanya manusia yang bisa saling peduli. Dan rasa peduli itu lahir ketika kita mau hadir, ngobrol, duduk bersama.

Tips Bikin Balai Warga yang Proper untuk Semua Generasi

Kalau dipikir-pikir, balai warga ini semacam "jantung sosial" yang kadang kita lupa jaga. Banyak kompleks perumahan baru yang entah kenapa balai warganya cuma dibikin formalitas, berupa bangunan kecil seadanya, kursi plastik dua lusin, sudah. Padahal kalau serius, balai warga bisa jadi investasi sosial paling berharga untuk masa depan kebersamaan kita.

Nah, bagaimana caranya supaya kompleks perumahan mau berinvestasi lebih untuk membuat balai warga yang proper? Bukan sekadar ada, tapi benar-benar bisa dipakai semua kalangan, mulai dari lansia, anak muda gen Z, sampai bocah generasi alfa.

1. Mulai dari Niat Kolektif, Bukan Sekadar Iuran.

Aku percaya, sebelum ngomongin uang, yang paling penting adalah niat kolektif. Warga harus sama-sama sepakat bahwa balai warga bukan hanya gedung kosong, tapi "rumah kedua" buat mereka.

Kalau sudah ada kesadaran itu, urunan terasa lebih ringan. Sama seperti saat kita sepakat bikin acara buka puasa bersama satu bulan penuh di komplek. Semua orang semangat, semua orang mau nyumbang. Rasa memiliki itu yang bikin hasilnya kerasa banget.

2. Desain Inklusif yang Ramah Lansia, Anak, dan Difabel.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun