Setelah lukisan mengering, hasil kreasi dibungkus rapi oleh staf. Kami boleh membawa pulang semua karya kami sebagai cinderamata. Benda-benda kecil dari tanah liat itu kini berdiri di rak buku di rumah kami, menjadi pengingat akan hari penuh tawa, warna, dan makna.
Tak perlu karya sempurna. Yang penting, setiap goresan dan bentuknya adalah hasil tangan anak sendiri.
Saya sempat bertanya pada petugas, "Berapa banyak pengunjung anak-anak di zona gerabah ini?"
Ia menjawab, "Rata-rata tiap akhir pekan, bisa ratusan. Banyak yang datang berkali-kali."
Tak heran. Bukan cuma karena murah, tapi karena pengalaman ini memberikan sesuatu yang tidak bisa didapat dari layar gawai.
Pengalaman edukatif di Taman Pintar
Taman Pintar memang punya banyak zona menarik, dari eksperimen sains, simulator gempa, sampai zona air. Tapi menurut saya, Zona Kreasi Gerabah adalah yang paling humanis. Di tengah dunia yang makin cepat dan digital, bermain tanah dan melukis adalah bentuk grounding.
Anak-anak belajar bahwa tangan mereka bisa mencipta. Bahwa proses itu penting. Bahwa tidak semua hal harus "rapi" dan "instan."
Dan bagi saya sebagai orang tua, melihat anak-anak fokus dan bahagia tanpa layar adalah hadiah luar biasa.
Jika kamu punya anak dan sedang berlibur ke Yogyakarta, jangan lewatkan pengalaman membuat gerabah di Taman Pintar. Bukan hanya sebagai aktivitas, tapi sebagai bentuk kasih sayang yang akan diingat anak seumur hidupnya.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI