Hadis ini tidak hanya berlaku untuk pelajar atau santri, tetapi juga untuk siapa saja, termasuk pemimpin dan pejabat negara. Seorang pejabat yang gemar membaca akan memiliki kerendahan hati untuk terus belajar, memahami aspirasi rakyat, serta mampu menawarkan solusi yang lebih bermakna.
Sejarah dunia membuktikan, banyak tokoh besar menjadikan buku sebagai sahabat hidup. Bung Hatta pernah berkata bahwa ia rela dipenjara asalkan bersama buku, karena buku mampu membebaskan pikiran bahkan ketika tubuh terbelenggu. Seorang pejabat yang gemar membaca akan lebih terbuka terhadap ide, lebih bijak dalam mengelola konflik, dan lebih visioner dalam memimpin.
Membaca adalah investasi peradaban. Jika pejabat rajin membaca, maka kebijakan yang lahir bukan hanya respons sesaat terhadap masalah, melainkan solusi jangka panjang yang berakar pada ilmu dan kearifan.
Allah pun berfirman:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah: 11)
Maka, membaca bagi pejabat bukanlah pilihan tambahan, melainkan kebutuhan. Dengan membaca, pejabat belajar memahami rakyat, merasakan penderitaan mereka, sekaligus menata masa depan bangsa dengan lebih cerdas dan bermartabat.
Salah satu buku yang layak menjadi bacaan pejabat adalah karya Steven Yudiyantho, From Leadership to Talentship: The Book for All Leader who Want to Overcome (Elex Media Komputindo).
Buku ini memperkenalkan konsep Talentship, yakni bagaimana seorang pemimpin tidak cukup hanya mengandalkan jabatan, tetapi juga harus mengembangkan bakat dan kapasitas diri agar mampu menghadapi tantangan kompleks. Bagi pejabat, hal ini sangat relevan karena kepemimpinan publik menuntut kemampuan adaptif, solutif, dan antisipatif dalam merespons persoalan masyarakat.
Selain itu, buku ini mengajak pemimpin untuk berani overcome mengatasi masalah bukan sekadar secara reaktif, melainkan dengan strategi visioner. Karena ditulis oleh penulis Indonesia, gaya bahasa dan contoh yang digunakan lebih dekat dengan realitas birokrasi serta tantangan kepemimpinan di tanah air.
Membaca buku seperti ini menjadi modal berharga bagi pejabat agar kepemimpinannya tidak hanya administratif, tetapi juga transformatif. Dengan kata lain, membaca bukan hanya memperkaya wawasan, melainkan juga memperkuat kualitas pelayanan publik dan arah kebijakan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI