Akankah pasal ini kembali kandas begitu uji materi (judicial review)Â diajukan?
Begitu juga dengan ketentuan hak kepemilikan atas satuan rumah susun oleh warga negara asing (Pasal 144) dan badan hukum asing (Pasal 137) sama sekali bukanlah hal yang tabu. Dalam UU Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun disebutkan bahwa kepemilikan atas rumah susun oleh warga negara asing harus berada di atas hak pakai atas tanah negara.
Hal ini menjadi mungkin karena dalam UU Pokok Agraria seperti halnya hukum adat, mengakui adanya asas pemisahan horizontal (horizontale scheiding) yakni memisahkan  antara kepemilikan atas bangunan dan kepemilikan atas tanah.Â
Sementara dalam KUH Perdata Pasal 471 BW menganut asas pelekatan vertikal (accesie) sebagai kebalikan dari asas pemisahan horizontal. Yakni tidak berlakunya pemisahan antara kepemilikan atas tanah dan kepemilikan yang melekat di atasnya, apakah itu berupa bangunan atau pun tanaman.
Kontradiksi dari kedua aturan itu melahirkan polarisasi antara yang pro pemisahan horizontal dengan yang pro pelekatan vertikal dalam hal kepemilikan.
Regulasi lainnya dari UU Cipta Kerja ini adalah adanya lembaga baru yaitu: Bank Tanah (Pasal 128) yang mempunyai kewenangan penuh baik dalam penguasaan maupun pengelolaan atas tanah. Keberadaan lembaga ini diharapkan dapat menutup para spekulan tanah yang selama ini menjadi biang keladi ekonomi biaya tinggi.
Terlepas dari kontroversi yang mengiringi kelahirannya, produk hukum Omnibus Law  ini akhirnya tetap saja akan melahirkan aturan turunannya yang berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, dan seterusnya.Â
Sebagai implementasi dari regulasi, peraturan-peraturan  turunan tersebut sudah sepatutnya lebih memperhatikan dan mencerminkan  asas kerakyatan dan asas nasionalitas. Bukan semata-mata untuk menarik modal dan memihak kepada pemodal seperti kebijakan-kebijakan sebelumnya.
Bogor, 19 November 2020 Â