Mohon tunggu...
Ni Made Lismayanti
Ni Made Lismayanti Mohon Tunggu... Guru SMK Negeri 1 Sawan

Mahasiswa S2 Pendidikan IPA Undiksha Singaraja 2025

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Idealisme dalam Pendidikan antara Keterampilan, Nilai dan Kemanusiaan

9 Oktober 2025   11:16 Diperbarui: 9 Oktober 2025   11:16 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pendahuluan

Setiap pagi, aroma masakan membangkitkan rasa lapar menyebar dari ruang Teaching Factory kompetensi keahlian Kuliner. Di sisi lain, ruang Desain Komunikasi Visual dipenuhi suara ketikan laptop, perekaman video, percetakan dan proses penyuntingan desain yang menunjukkan kreativitas anak muda yang hidup dan dinamis. Sementara itu, di laundry, siswa sibuk mencuci dan menyetrika pakaian dengan terampil. Sekilas, semua tampak sibuk dan produktif, mencerminkan wajah pendidikan vokasional yang modern dan siap kerja.

Namun, di balik hiruk-pikuk aktivitas pembelajaran, sesungguhnya ada proses yang lebih dalam tengah dibangun yakni karakter, nilai, dan kesadaran diri. Proses inilah yang sering terlupakan dalam orientasi pendidikan masa kini yang cenderung menekankan aspek hasil, keterampilan teknis, dan efisiensi kerja. Ketika dunia pendidikan berlomba mencetak tenaga siap pakai untuk pasar industri, muncul pertanyaan kritis: apakah kita juga sedang membentuk manusia yang siap hidup dengan nilai dan kebijaksanaan?

Inilah titik penting di mana filsafat idealisme mengambil peran. Idealisme menegaskan bahwa pendidikan bukan hanya tentang "bagaimana melakukan sesuatu", tetapi juga tentang "mengapa dan untuk apa sesuatu dilakukan." Dalam pandangan ini, manusia tidak dipandang sebagai alat produksi, melainkan makhluk bernilai yang memiliki akal budi, nurani, dan tujuan hidup yang melampaui materi.

Di tengah derasnya arus globalisasi dan digitalisasi, idealisme menjadi pengingat moral bahwa kemajuan tanpa nilai akan kehilangan arah. Sebagaimana dikatakan Plato, "Education is the turning of the soul toward the light." Pendidikan sejati bukan sekadar memindahkan pengetahuan, tetapi menuntun jiwa menuju cahaya pengetahuan dan kebajikan.

Maka, di SMK Negeri 1 Sawan, pembelajaran tidak hanya diarahkan untuk membentuk tenaga kerja terampil, tetapi juga pribadi yang bijak, reflektif, dan berkarakter.

Latar Belakang Masalah

Dalam beberapa tahun terakhir, pendidikan vokasional di Indonesia, termasuk di SMK Negeri 1 Sawan, mengalami transformasi besar. Pemerintah mendorong satuan pendidikan untuk menyesuaikan kurikulum dengan kebutuhan industri agar lulusan siap kerja dan kompetitif. Pendekatan ini memang penting, tetapi muncul kekhawatiran baru: ketika pendidikan terlalu berorientasi pada pasar, nilai-nilai kemanusiaan dan moralitas perlahan terpinggirkan.

Fenomena ini tampak dalam keseharian siswa terkadang mereka sangat terampil menggunakan alat dapur, menguasai software desain, atau memahami laundry sesuai insdustri. Namun, sebagian di antaranya mulai kehilangan kepekaan sosial, etika kerja, dan refleksi diri terhadap makna dari keterampilan yang mereka pelajari. Pendidikan pun berisiko terjebak menjadi sekadar latihan teknis tanpa ruh kebijaksanaan.

Di sinilah urgensi filsafat idealisme muncul kembali. Idealisme, sebagaimana ditegaskan oleh George F. Kneller (1971), menempatkan nilai, ide, dan moralitas sebagai inti dari realitas. Pendidikan yang berlandaskan idealisme tidak hanya menyiapkan siswa untuk bekerja, tetapi juga membimbing mereka menjadi manusia utuh  yang berpikir rasional, berjiwa luhur, dan memiliki kompas moral dalam bertindak.

Dengan menerapkan nilai-nilai idealisme dalam pembelajaran projek seperti IPAS (Ilmu Pengetahuan Alam dan Sosial), guru di SMK dapat menumbuhkan kesadaran siswa bahwa setiap aktivitas belajar memiliki makna sosial dan etis. Misalnya, saat siswa kuliner mempraktikkan fermentasi, mereka tidak hanya belajar sains, tetapi juga memahami pentingnya kesabaran, ketekunan, dan tanggung jawab dalam setiap proses.


Pembahasan / Isi Utama

1. Esensi Idealisme dalam Filsafat Pendidikan

            Idealisme merupakan salah satu aliran filsafat pendidikan yang menempatkan ide, nilai, dan kesadaran sebagai realitas tertinggi. George F. Kneller (1971:23) menjelaskan bahwa "Idealisme adalah pandangan bahwa realitas tertinggi bersifat mental, spiritual, atau rasional, bukan fisik atau material." Dengan kata lain, dunia ide dan nilai lebih hakiki daripada dunia benda. Dalam konteks pendidikan, pandangan ini berarti bahwa pembelajaran tidak semata-mata menekankan hasil akhir atau produk keterampilan, tetapi pada proses berpikir, pemaknaan, dan pembentukan karakter peserta didik.

Pendidikan yang berlandaskan idealisme mengajarkan bahwa manusia harus belajar untuk menjadi lebih bijak, bukan hanya lebih pandai. Plato, salah satu tokoh utama idealisme, menegaskan bahwa pendidikan adalah upaya menuntun jiwa manusia menuju kebenaran dan kebajikan. Artinya, keberhasilan pendidikan tidak hanya diukur dari kemampuan intelektual, tetapi dari integritas moral, kejujuran, dan kesadaran spiritual yang tumbuh dari dalam diri.

2. Idealisme di Tengah Tantangan Dunia Modern

Era digital dan globalisasi saat ini mendorong efisiensi, kecepatan, dan hasil instan. Dunia industri membutuhkan tenaga kerja yang kompeten dan terampil. Namun, jika pendidikan hanya menekankan aspek teknis, maka nilai-nilai kemanusiaan akan mudah terkikis. Inilah tantangan utama bagi pendidikan vokasional, termasuk di SMK Negeri 1 Sawan.

Sebagai contoh, siswa jurusan Kuliner diajarkan untuk membuat hidangan dengan standar tinggi. Tapi tanpa nilai idealisme, kegiatan itu bisa berubah menjadi rutinitas mekanis tanpa makna. Idealisme mengingatkan kita bahwa memasak bukan sekadar keterampilan teknis, melainkan bentuk ekspresi nilai --- ketelitian, kejujuran dalam mengukur bahan, dan kepedulian terhadap cita rasa orang lain. Dengan demikian, seorang siswa kuliner tidak hanya belajar membuat makanan, tetapi juga menanamkan nilai kemanusiaan melalui profesinya.

Begitu pula dalam jurusan DKV, ketika siswa merancang desain untuk kampanye sosial atau promosi produk lokal. Mereka diajak tidak hanya mengejar estetika visual, tetapi juga berpikir kritis tentang pesan moral dan dampak sosial dari karyanya. Sementara itu, di jurusan Perhotelan, siswa tidak hanya berlatih melayani tamu, tetapi juga menginternalisasi nilai empati, ketulusan, dan tanggung jawab.

3. Integrasi Idealisme dalam Pembelajaran Projek IPAS

Pembelajaran projek IPAS di SMK Negeri 1 Sawan menjadi ruang strategis untuk menanamkan nilai-nilai idealisme. Misalnya, pada projek bertema "Pemanfaatan Mikroorganisme dalam Kehidupan Sehari-hari", siswa kuliner mempraktikkan pembuatan produk fermentasi seperti tape singkong, yoghurt, atau tempe. Dalam prosesnya, guru mengajak siswa untuk merenungkan nilai-nilai di balik kegiatan itu kesabaran dalam menunggu hasil fermentasi, kejujuran dalam mengikuti prosedur ilmiah, serta kepedulian terhadap keamanan dan kesehatan konsumen.

Pada jurusan DKV, pembelajaran projek dapat mengangkat tema "Edukasi Sosial Melalui Desain", di mana siswa membuat poster atau video kampanye tentang pentingnya pola makan sehat berbasis hasil fermentasi lokal. Nilai idealisme hadir ketika siswa memahami bahwa desain bukan hanya soal estetika, tetapi sarana komunikasi moral yang menginspirasi masyarakat.

Sementara itu, siswa jurusan Perhotelan dapat mengaitkan projek IPAS dengan tema "Kebersihan dan Kesehatan Lingkungan Hotel". Mereka diajak untuk memahami bahwa menjaga kebersihan bukan sekadar prosedur standar, tetapi juga wujud penghormatan terhadap manusia dan lingkungan. Guru memfasilitasi diskusi reflektif agar siswa menyadari bahwa profesionalisme sejati lahir dari kesadaran etis dan tanggung jawab sosial.

4. Peran Guru sebagai Penuntun Jiwa

Dalam pandangan idealisme, guru bukan sekadar pengajar (teacher), tetapi penuntun jiwa (mentor of the soul). Guru berperan penting menyalakan "cahaya" dalam diri peserta didik agar mampu membedakan yang baik dan yang benar. Di SMK Negeri 1 Sawan, guru projek IPAS berupaya menjadi fasilitator reflektif yang menumbuhkan rasa ingin tahu, empati, dan tanggung jawab sosial.

Guru juga perlu mencontohkan nilai idealisme melalui tindakan sehari-hari: datang tepat waktu, bersikap konsisten, menghargai perbedaan, dan menampilkan integritas dalam bekerja. Keteladanan seperti inilah yang membuat siswa memahami bahwa pendidikan sejati bukan sekadar penguasaan kompetensi, tetapi juga proses menjadi manusia seutuhnya.

5. Implikasi Idealisme bagi Kehidupan Nyata

Pendidikan yang berpijak pada idealisme membawa implikasi luas dalam kehidupan sehari-hari. Lulusan SMK yang dididik dengan nilai-nilai idealisme akan memiliki keunggulan bukan hanya pada keterampilan teknis, tetapi juga etika profesi, integritas, dan rasa tanggung jawab sosial. Dalam dunia kerja, mereka akan mampu menolak praktik curang, menghargai hasil jerih payah sendiri, dan mengutamakan kualitas serta kejujuran dalam berkarya.

Lebih jauh, idealisme mendorong manusia untuk terus mencari makna di balik pekerjaan dan kehidupan. Dengan begitu, pendidikan bukan hanya alat untuk "mendapatkan pekerjaan", tetapi sarana untuk "menjadi manusia yang bermakna".

Penutup

Pada akhirnya, idealisme bukanlah gagasan kuno yang usang, melainkan fondasi moral dan spiritual yang justru semakin dibutuhkan dalam dunia modern yang serba cepat dan materialistik. Dalam konteks pendidikan, khususnya di SMK Negeri 1 Sawan, nilai-nilai idealisme menjadi penuntun agar proses belajar tidak kehilangan arah kemanusiaannya. Di balik keterampilan teknis yang dikuasai siswa --- baik dalam memasak, mendesain, maupun menata pelayanan hotel --- terdapat nilai-nilai luhur yang membentuk kepribadian: kejujuran, tanggung jawab, empati, dan kesadaran akan makna kerja.

Pendidikan yang berlandaskan idealisme tidak berhenti pada pencapaian hasil, tetapi menumbuhkan refleksi dan kebijaksanaan. Guru menjadi penerang jalan, bukan hanya pengajar teori, sementara siswa menjadi pencari makna, bukan sekadar pelaksana tugas. Inilah esensi dari pendidikan yang memanusiakan manusia --- pendidikan yang menuntun jiwa menuju kebenaran, seperti kata Plato.

Harapannya, nilai-nilai idealisme dapat terus hidup di setiap ruang kelas dan bengkel kerja SMK. Agar setiap hidangan yang dimasak, desain yang diciptakan, dan layanan yang diberikan bukan hanya mencerminkan keterampilan, tetapi juga cinta, integritas, dan kemanusiaan. Sebab sejatinya, pendidikan yang ideal bukan hanya melahirkan tenaga kerja yang cakap, tetapi insan yang berjiwa luhur dan berkontribusi pada kebaikan bersama.

"Teori tanpa hati hanyalah raga tanpa jiwa. Kesempurnaan mungkin sulit dicapai, tetapi sebagai guru, marilah kita berusaha bertindak dengan semangat idealisme --- karena karakter dan pengetahuan sejatinya harus berjalan beriringan."

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun