Hal ini kemudian sering mendapat komentar dari orang luar, “orang Bali religius sekali, waktu sepenuhnya untuk upacara agama dan adat. Sampai tak sempat liburan”.
Namun jika ditilik lagi, tuduhan bahwa orang Bali tak pernah liburan ternyata tak sepenuhnya benar. Buktinya, mereka sering melakukan tirta yatra, yaitu perjalanan suci rombongan mengunjungi Pura-pura. Bersama sanak saudara, kerabat dan tetangga, mereka menyasar pura-pura yang notabene memiliki panorama indah. Sebut saja, Pura Pulaki, Pura Besakih, Pura Lempuyang, Pura Ulun Danu Batur dan ratusan Pura yang lain. Tak hanya di wilayah Bali saja, mereka melakukan tirta yatra hingga ke luar Bali, seperti Pura Parahyangan Agung Jagatkara di Gunung Salak Bogor, Pura Luhur di lereng Gunung Bromo, Pura Semeru di Lumajang dan banyak pura yang lain. Setelah melakukan persembahyangan, kemudian di jaban Pura, mereka menyantap surudan banten (buah, kue, dsb yang sebelumnya dipersembahkan untuk sesajen) sambil menikmati indahnya panorama. Sembahyang sekalian piknik keluarga. Semuanya sekali jalan, kebutuhan spiritual sekaligus kebutuhan liburan komplit terpenuhi.
Orang Bali liburan saja ingat Tuhan. Mereka membuat kolaborasi apik antara kebutuhan rekreasi dan religi menjadi satu. Hitung-hitung sekalian irit juga, liburan dapat, sembahyang juga dapat. Sungguh Tuhan memberkati orang Bali.
Made Bhela Sanji Buana
@madebhela
***
Catatan:
penulis terinspirasi setelah membaca tulisan pendek berjudul “Orang Bali Tak Suka Piknik?” di buku “Jangan Mati di Bali : Tingkah Polah Negeri Turis” karya Gde Aryanta Soethama, 2011.