Mohon tunggu...
MN Aba Nuen
MN Aba Nuen Mohon Tunggu... Guru - Pengajar

Pengajar pelosok yang jatuh cinta pada quotation "menulisalah, agar engkau dicatat peradaban," Surel:noyatokan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Cak Doko, Grandprix dan Pendidikan di NTT

12 Januari 2019   20:21 Diperbarui: 4 Maret 2019   19:17 371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada masalah klasik, di bidang infrastruktur, banyak sekolah tidak dilengkapi fasilitas dan sarana prasarana belajar memadai. Ratusan sekolah setiap jenjang melaksanakan kegiatan belajar dengan gedung apa adanya dari bahan lokal.

Sebaran sekolah juga tidak merata antara wilayah perkotaan dan pelosok. Ketersediaan sumber daya manusia guru juga menjadi tantangan besar secara kualitatif, selain distribusi yang timpang antar sekolah.

Akumulasi semua masalah ini mencapai klimaks pada akhir tahun 2017. Saat itu orang NTT di berbagai tempat tersentak mendengar pernyataan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI, Muhadjir Efendi. 

Pernyataan Pak Menteri itu untuk merespon laporan Program for International Students Assesment (PISA) dalam rapat UNESCO Nopember 2017 terkait rendahnya kualitas pendidikan Indonesia. Kepada sebuah media nasional pada Desember 2017, Mendikbud menyebut jika sampel survey tersebut adalah siswa-siswi di NTT. Pernyataan itu mengundang beragam reaksi, sebagian besar dalam bentuk kemarahan, seolah-olah keterpurukan kualitas pendidikan Indonesia semata-mata karena kontribusi anak-anak NTT.

Mestinya, pernyataan Mendikbud itu menuntun kita pada pertanyaan, bagaimana tata kelola pengembangan pendidikan di NTT selama ini? Sejauh mana peran para pihak terkait dalam ekosistem pendidikan di NTT?

Sebagai sebuah sistem yang kompleks, pengembangan pendidikan pada hakekatnya melibatkan banyak elemen penting, antara lain pemerintah, lembaga legistatif, guru sebagai front line staf--eksekutor kurikulum pendidikan dan keluarga serta masyarakat sebagai penerima manfaat (beneficaries) layanan pendidikan. Penting untuk meneropong lebih jauh, peran masing-masing pihak tersebut dan dampaknya terhadap penyelenggaraan pendidikan di NTT.

Pertama, pemerintah pada berbagai hirarki merupakan pemangku kewajiban utama (duty bearer) yang bertanggung jawab penuh pada penyelenggaraan pendidikan. Meskipun urusan pendidikan kita bersifat sentralistik, tetapi dalam pelaksanaanya peran dalam porsi besar justru dimainkan pemerintah kabupaten dan kota. Komitmen pemerintah pada level inilah yang menentukan keberhasilan pengembangan pendidikan. Sayangnya, sudah bertahun-tahun pemda di NTT belum menunjukan komitmen menggembirakan.

Di bidang anggaran misalnya, pada tahun 2016 dan 2017 berdasarkan data Neraca Pendidikan Daerah (NPD) yang dihimpun Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, tak ada satupun pemkab/pemkot, termasuk pemprop NTT yang mengalokasikan anggaran untuk urusan pendidikan, murni dalam APBD.

Selain itu, mekanisme penyusunan program dan penganggaran untuk bidang pendidikan masih menggunakan sudut pandang orang dinas pendidikan, belum mengakomodir input dari berbagai pihak terkait, misalnya guru, orang tua, organisasi profesi, dewan pendidikan dan masyarakat umum. Ada kesan, program yang didesain dinas pendidikan hanya bersifat copy paste dari tahun ke tahun.

Sebagai contoh, program kapasitasi guru cenderung monoton, dilaksanakan menjelang UN, dengan kegiatan semisal bedah SKL dan prediksi soal, berulang-ulang dari tahun ke tahun. Program demikian menggambarkan kecendrungan layanan pendidikan kita yang berorientasi pada hasil, bukan proses. Ini bisa dibuktikan dengan ketiadaan pelatihan, misalnya memfasilitasi pembelajaran yang menarik bagi guru-guru.

Berikut, saat ini distribusi guru antar sekolah perlu diperbaiki. Banyak guru menumpuk di sekolah A, sementara di sekolah B malah kekurangan guru. Sekolah di pelosok paling menderita dengan kondisi ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun