Mohon tunggu...
Machfut Huda
Machfut Huda Mohon Tunggu... Guru di SMP Katolik Santa Maria Tulungagung

"Pendidikan adalah proses membentuk kepribadian, bukan sekedar mengisi kepala." - Hamka

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Berapa Anggaran yang Diperlukan untuk Mendigitalisasi Sekolah Lewat Website?

9 Oktober 2025   22:09 Diperbarui: 9 Oktober 2025   22:09 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Awal Cerita: Dari WhatsApp Menuju Website

Tahun 2019, ketika pandemi Covid mulai melanda, sekolah saya, SMP Katolik Santa Maria Tulungagung menghadapi tantangan besar. Saat itu, menjelang ujian sumatif, media yang digunakan guru hanyalah WhatsApp. Jelas ini tidak efektif untuk mengatur jadwal, menyampaikan soal, maupun mengelola hasil ujian.

Akhirnya para guru duduk bersama untuk berdiskusi mencari solusi. Dalam rapat kecil, saya yang kebetulan mengajar TIK (Informatika), mengusulkan sebuah langkah baru yaitu membuat website sekolah sekaligus menyiapkan sistem ujian daring berbasis web.

Awal Digitalisasi: Patungan Guru

Usulan saya disepakati. Lalu muncul pertanyaan klasik: Bagaimana dengan biayanya?

Kami sepakat untuk memulai dengan cara sederhana, yaitu patungan guru-guru. Tidak ada paksaan, semua sukarela. ALhamdulillah, dana awal Rp1,2 juta berhasil terkumpul.

Uang itu saya gunakan untuk menyewa hosting di Niagahoster. Saat itu ada kebijakan promo: biaya normal Rp4.800.000 untuk tiga tahun, tapi jika berlangganan langsung 36 bulan, tahun pertama hanya mebayar 1,2 juta. Paket itu sudah termasuk domain sch.id gratis di tahun pertama.

Bagi yang belum tahu, domain sch.id adalah domain resmi untuk lembaga pendidikan di Indonesia. Biaya sewanya relatif murah, hanya Rp55.000 per tahun setelah tahun pertama.

Belajar Mengelola Hosting

Punya hosting berarti punya "rumah" digital tempat menyimpan data website sekolah. Namun, saya pribadi saat itu masih sangat awam dalam mengelola server online. Mau tidak tidak mau, saya harus belajar.

Berbekal tutorial dari YouTube, saya mencoba memasang CandyCBT, sebuah aplikasi ujian berbasis web yang source code-nya dibagikan secara gratis. Rasanya seperti belajar dari nol, tetapi perlahan-lahan mulai bisa saya pahami.

Akhirnya, alhamdulillah, SMP Katolik Santa Maria Tulungagung berhasil melaksanakan ujian sumatif daring pertama menggunakan CandyCBT. Rasanya lega sekaligus bangga, karena kerja keras tidak sia-sia. Para siswa bisa mengikuti ujian dari rumah, dan guru bisa langsung melihat hasilnya secara otomatis.

Biaya yang Tenyata Bisa Dijangkau

Dari pengalaman itu, saya menyadari bahwa digitalisasi sekolah melalui website tidak selalu mahal. Justru bisa diatur sesuai kemampuan sekolah. Dengan patungan guru Rp1,2 juta saja, kami sudah bisa memulai langkah besar menuju digitalisasi.

Memang, di tahun-tahun berikutnya ada biaya perpanjangan hosting dan domain, tapi jika dihitung-hitung, jumlahnya masih wajar untuk ukuran manfaat yang didapat. Hosting bisa dipilih sesuai kebutuhan (waktu itu sekitar Rp500 ribu - Rp1 juta per tahun), sedangkan domain .sch.id tetap terjangkau dengan biaya Rp55 ribu - Rp 70 ribu per tahun tergantung penyedia layanan.

Menariknya, sekarang biaya tersebut bisa jauh lebih murah lagi. Saya sempat menemukan paket hosting tahunan dengan kapasitas yang cukup besar hanya Rp98.000 per tahun, lengkap dengan SSL, email, hingga akses cPanel. Bahkan sudah bisa untuk beberapa website sekaligus. DItambah dengan biaya domain sekitar Rp70.000, total anggaran untuk tahun pertama hanya sekitar Rp168.000. BAndingkan dengan biaya patungan kami dulu, tentu ini jauh lebih ringan.

Penutup

Saya percaya pengalaman ini bisa menjadi pelajaran bagi sekolah lain. Jangan takut memulai digitalisasi hanya karena merasa tidak punya anggaran besar. Dengan memulai dari yang sederhana, dikelola bersama, dan dijalankan dengan niat baik, website sekolah bisa menjadi inverstasi jangka panjang yang membawa banyak manfaat-bukan hanya guru, tetapi juga untuk siswa, orang tua, bahkan branding sekolah itu sendiri.

Bagi rekan guru, kepala sekolah, atau orang tua yang ingin berdiskusi lebih lanjut soal pengalaman digitalisasi sekolah melalui website, saya dengan senang hati membuka ruang berbagi. Silakan hubungi saya melalui pesan di kolom komentar atau lewat kontak WhatsApp yang tercantum di profil.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun