Mohon tunggu...
Maarif SN
Maarif SN Mohon Tunggu... Guru - Setia Mendidik Generasi Bangsa

Membaca untuk menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Benarkah Orang Indonesia Ogah Baca?

10 Februari 2016   19:05 Diperbarui: 10 Februari 2016   19:29 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

#edisi seketsiji

Sore ini aku agak sangsi dengan anggapan bahwa minat baca orang Indonesia rendah itu benar adanya. Bukti penguat yang berupa angka-angka statistik tentang jumlah perpustakaan, jumlah pengunjungnya, jumlah penerbit, judul buku yang beredar dan sebagainya, tampaknya hanya hitungan di atas kertas. Hitung-hitungan itu rasanya hanya bermakna ketika dibandingkan dengan hitungan yang lain, misalnya dibanding jumlah penduduk. *correct me if i'm wrong

Soal benar tidaknya kesangsianku ini memang masih perlu bukti berupa angka-angka statistik untuk mempercayainya. 

Tapi biarlah itu menjadi PR bagiku dan siapapun yang ingin menelitinya, karena sore ini aku hanya ingin meninggalkan jejak opini dan menuangkan inspirasi. Siapa tahu ini menjadi cikal bakal untuk menghasilkan tulisan lain di saat lain dengan kualitas yang lain dan mungkin juga oleh orang lain. Tidak apa-apa, yang penting ada gunanya.

Fakta bahwa jumlah blog pribadi, portal, grup fesbuk, kaskus, WA dan sejenisnya begitu menjamur di dunia maya bisa menjadi bukti awal kesangsianku. Semua media sosial itu memerlukan media ekspresi berupa rangkaian huruf dan kata, yang untuk memahami dan berinteraksi membutuhkan kemampuan dan kemauan membaca. Jika dihitung, apalagi dicatet, maka aktivitas membaca dan menulis di medsos ini tiada henti sepanjang waktu berputar. Milyaran huruf yang jika dikonversikan dalam satuan karakter maka bisa menjadi penghasilan yang aduhai bagi pelaku bisnis provider. 

Seberapa pendekpun ungkapan yang ada di media sosial, semua memiliki makna, terlepas dari makna itu sifatnya positif maupun negatif, berpengaruh besar dan berjangka panjang maupun tak berpengaruh sama sekali dan hanya sekedar menambah sedikit pengetahuan. Seperti contohnya ungkapan yang hanya terdiri dari satu huruf, "O", setidaknya menambah pengetahuan bahwa lawan kita di seberang sana sudah paham apa yang kita maksud. 

Pun ketika masuk kompasiana, tak terbayangkan bahwa di negeri yang masyarakatnya katanya ogah baca ini ada blog keroyokan yang angotanya ratusan ribu, yang jika admin bersedia beberkan traffic artikel perjamnya pasti akan membuat pengiklan tergiur hingga meneteskan air liur tanpa harus berangkat tidur. Bukti valid daya pikatnya ada pada jumpa darat tahunan membernya yang bernama kompasianival, mampu menarik ratusan sponsor bahkan mampu memikat penyelanggara pemerintahan negara bernama Indonesia. 

Mungkin memang perlu ada reorientasi penelitian perihal minat baca ini, yang selama ini hanya terpaku pada keberadaan literatur resmi di perpustakaan, penerbitan, pemerintahan, dan lembaga pendidikan.

Jika memang sudah dilakukan, mohon maaf, berarti aku yang memang ketinggalan jaman.. hehehe...

Wassalama kompasiana...Met petang jelang malam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun