Mohon tunggu...
Mas Yunus
Mas Yunus Mohon Tunggu... Dosen - Beyond Blogger. Penulis ihwal pengembangan ekonomi masyarakat, wisata, edukasi, dan bisnis.

Tinggal di Kota Malang. Bersyukur itu indah. Kepercayaan adalah modal paling berharga. Menulis untuk mengapresiasi. Lebih dari itu, adalah bonus.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Omnibus Law di Tengah Gejolak Ekonomi dan Demontsrasi

18 Agustus 2020   22:20 Diperbarui: 18 Agustus 2020   23:58 664
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Illustrasi, Omnibus Law, Dikutip dari Kompas.com (04/03/2020)

Sejak krisis keuangan 1998 melanda Asia, tahun 2020 ini merupakan tahun paling kelabu bagi perekonomian Asia dan dunia karena terdampak pandemi Covid-19.

Thailand misalnya, pertumbuhan ekonominya minus 12,2 % pada kuartal II-2020 dibanding periode yang sama pada tahun lalu. Sedangkan pertumbuhan ekonomi RI di kuartal II-2020 minus 5,32 %. Di negeri lain, Peru mengalami pertumbuhan ekonomi hingga minus 18,06%. Demikian, seperti diwartakan oleh media ini.

Apa artinya?

Roda perekonomian sulit bergerak. Kondisi perekonomian sedang tak bersahabat. Banyak pengangguran akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Pendapatan para pekerja turun. Tabungan rumah tangga individu (household) yang tersisa semakin menipis. Pendapatan rumah tangga perusahaan (firm) juga turun drastis. Ini gambaran ringkas dari pertumbuhan ekonomi minus.

Apa akibatnya?

Daya beli masyarakat menurun hingga ke titik terendah. Pasar barang dan jasa sepi pembeli. Produsen tak memperoleh pemasukan. Perusahaan tak mampu membayar para karyawannya. Produsen tak mampu berproduksi lagi, demikian seterusnya. Seperti jarum jam yang berputar ke arah kiri. Siklusnya negatif.

Pengamat ekonomi kerap menyebut kondisi demikian dengan istilah “resesi” ekonomi. Namun hal terpenting, sikap kita bukan menyesali kejadian ini, tetapi bagaimana mencari solusi untuk melakukan “recovery” atau pemulihan ekonomi yang rasional.

Salah satu solusinya, adalah menjalankan kebijakan yang mampu menarik investasi, menciptakan lapangan kerja baru, dan memberdayakan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). 

Bagaimana strateginya?

Strateginya, antara lain dengan memberlakukan kebijakan yang tidak biasa (extra ordinary). Kebijakan itu dipayungi dengan regulasi yang disebut dengan istilah Omnibus Law, atau yang populer disebut dengan “Undang-undang Sapu Jagat”

Tetapi, mengapa muncul sejumlah unjuk rasa terhadap kebijakan itu? Mari kita sikapi dengan hati-hati.

Bagaimana Menyikapi Omnibus Law?

Belakangan ini, publik terbelalak karena Omnibus Law atau "UU Sapu Jagat" itu ramai dibacarakan di berbagai media. Sebagian masyakat ada yang menolak dengan sejumlah alasan. Para pekerja yang tidak setuju terhadap Omnibus Law melakukan unjuk rasa. Di alam demokrasi, tentu pendapat mereka patut dimaklumi dan harus dihormati. Apalagi di masa pandemi seperti sekarang ini, empati merupakan sesuatu yang sangat bernilai.

Namun pada saat yang sama, kita juga perlu melihat sisi positip dari Omnibus Law yang bersifat lintas sektoral itu. Ada tiga sasaran umum yang dibahas dalam Omnibus Law, yakni RUU Perpajakan, RUU Cipta Kerja, dan Pemberdayaan UMKM. Omnibus Law RUU Cipta Kerja, tampaknya merupakan isu yang paling sensitif.

Manurut Airlangga Hartarto, Omnibus Law “bertujuan untuk menarik investasi agar tercipta lapangan kerja. Cipta kerja itu bukan Undang-undang Ketenagakerjaan. Itu mesti dicatat. Cipta kerja adalah job creation”, demikian jelas Menteri Koordinator Perekonomian itu di laman ini.

Anggaplah ada pasal-pasal yang tidak menguntungkan di mata para pihak dalam RUU Cipta Kerja, maka jalan terbaik adalah dengan melakukan “Dialog Tripartite”, yakni dialog yang dialogis antara Pemerintah, Serikat Pekerja, dan Pelaku Dunia Usaha.

Pemerintah selaku regulator menghendaki ada kebijakan yang jelas, sederhana, dan tidak tumpang tindih antara satu peraturan dengan peraturan lainnya. Dalam hal ini, teridentifikasi setidaknya ada 74 Undang-undang yang terdampak Omnibus Law

Dengan penerapan Omnibus Law, diharapkan birokrasi pengurusan segala macam administrasi dan perizinan dapat lebih disederhanakan, mudah diakses, dan cepat dieksekusi. Intinya adalah perwujudan dari good governance. Perwujudan dari layanan prima.

Konsekwensinya, regulasi yang sebelumnya tumpang tindih akan dihapus atau diubah dan dibuatkan norma baru dalam satu regulasi yang disebut dengan UU Sapu Jagat itu. Inilah makna sisi positip dari kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang diwujudkan dalam Omnibus Law.

Kebijakan debiroktratisasi dapat dimaknai sebagai tindakan atau proses mengurangi tata kerja yang kompleks agar tercapai hasil dengan lebih cepat. Sementara deregulasi dapat dimaknai sebagai tindakan menghilangkan/mengurangi banyak aturan, seperti penyederhanaan prosedur pembuatan paspor, perizinan pendirian usaha, dan lain sebagainya. Hal ini sejalan dengan definisi menurut sumber ini.

Di pihak lain, kelompok para pekerja menghendaki agar pemerintah tidak semata memprioritaskan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi tanpa dibarengi dengan perhatian terhadap keadilan sosial ekonomi para pekerja. 

Adalah hal yang rasional, apabila pengusaha ingin mendapatkan untung atas sejumlah modal yang ditanam, sedangkan para pekerja memperoleh upah yang layak untuk kehidupannya dan diperlakukan sebagai layaknya sumber daya manusia. Ini adalah sikap yang fair.

Nah, posisi pemerintah berada di tengah-tengah mereka. Pemerintah patut menjadi regulator yang baik dan adil. Ukuran keadilan adalah kadar kepatutan yang mesti diterima oleh masing-masing pihak. Di sinilah pentingnya dialog yang dialogis, bukan dialog “menang-kalah”, tetapi dialog yang “menang-menang” atau win-win solution.

Hemat saya, ambil sisi positip dari Omnibus Law, dan buang sisi negatif darinya. Jika terdapat pasal-pasal yang tidak bisa diterima semuanya oleh para pihak, maka janganlah dibuang semuanya. Bagaimana pendapat Anda?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun