[caption caption="Suasana Arboretum Sumber Brantas/Dok. Pribadi"][/caption]Di sebuah arboretum, bunga-bunga Desember masih menampakkan sisa-sisa kecantikannya, meski sudah memasuki akhir Januari 2016. Pohon Pinus Parana, Kayu Manis, Kayu Putih dan puluhan jenis tanaman langka lainnya di antara 3.200 pohon yang telah ditanam, seolah menyambut kedatangan kami ketika itu.
[caption caption="Kawasan Arboretum Sumber Brantas tampak dari Luar Pagar/Dok. Pribadi"]

Para penghuni Arboretum seolah hendak berkata: “kami hidup aman di sini untuk menjaga kelestarian air. Kami siap menfasilitasi penelitian dan rekreasi edukatif. Kami juga tak bosan mengeluarkan oksigen bersih, selama tangan-tangan serakah tak merusak habitat kami”. Benar saja, kala memasuki kawasan Arboretum di sebelah timur kaki gunung Anjasmoro itu, saya merasakan sensasi udara segar dan dinginnya hawa sejuk “silir-silir”. Mak nyess…
[caption caption="Bunga Desember, Sering Disebut Pula dengan Bunga Panca Warna/Dok. Pribadi"]

[caption caption="View Tanaman Sayuran Milik Petani, Lokasinya Tepat di depan Pintu Masuk Kantor Arboretum Sumber Brantas/Dok. Pribadi"]

Itulah sebagian gambaran suasana Arboretum Sumber Brantas. Berasal dari bahasa Latin arbor yang berarti pohon, dan retum yang berarti tempat. Jadi, arboretum adalah tempat berbagai pohon ditanam dan dikembangbiakkan untuk tujuan penelitian atau pendidikan, demikian seperti definisi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia.
[caption caption="Pohon Pinus di depan Kantor Jasa Tirta I, Arboretum Sumber Brantas/Dok. Pribadi"]

Bertajuk “Kopdar dan Eksplorasi Pesona Wisata Batu 2016”, kami bersepuluh “ngebolang” pada Minggu (14/01/2016). Tempat pertama yang kami kunjungi adalah Arboretum Sumber Berantas yang menawan. Setelah shalat dzuhur berjama'ah, kami satu rombongan bekendara mobil warna merah maron, bergegas menuju Arboretum yang terletak sekitar 18 Km utara Kota Batu. Tepatnya, berada di Dukuh Sumber Berantas, Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, Jawa Timur.
[caption caption="Foto Bersama dengan Salah Satu Petugas Penjaga Arboretum Sumber Brantas (No. 2 dari Kiri)/Dok. Pribadi"]

Adakah fakta-fakta unik dan legenda menarik terkait tempat itu? Ada dong, suer! Bahkan ada secuil mitos yang berkaitan dengan mata air Sumber Brantas. Mau tahu? Yuk ikuti aja penjelasan berikut ini.
Fakta Unik Seputar Mata Air Sumber Brantas
Bermula dari lubang sumur berdiamer 1 meter, air jernih Sumber Brantas berdebit 0,5 liter/detik ini mengucurkan diri. Sudah menjadi takdirnya, air tersebut terus mengalir melewati kanal menuju Kali Brantas bersama sumber mata air lain hingga bertemu di Selat Madura.
Tertulis jelas di papan biru bertuliskan cata warna putih kalimat “from this site spring the water of the Brantas River”, yang berarti dari tempat inilah sumber air Sungai Brantas itu berasal. Karena itu tak heran, jika lokasi ini dikenal sebagai "Titik Nol" sumber air hulu Sungai Brantas.
[caption caption="Titik Nol, Dari Tempat Inilah Air Sumber Brantas Berasal/Dok. Pribadi"]

Sebelum bertemu di Selat Madura, air itu mengalir di sepanjang Daerah Aliran Sungai (DAS) Brantas seluas sekitar 11.800 km2 atau hampir setara dengan ¼ wilayah Jawa Timur seluas 47.157,72 Km2. Aliran air itu melintasi Kota Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, dan Mojokerto. Nah, di Mojokerto inilah aliran Sungai Brantas mulai membagi diri secara adil menjadi dua bagian. Satu cabang sungai mengalir ke Surabaya melewati Kali Mas, dan satu cabang sungai lainnya mengalir ke Kali Porong, Sidorajo, sebelum akhirnya keduanya berkumpul kembali di Selat Madura.
Unik. Ukuran sumur mata air itu relatif kecil, hanya berdiemeter 1 m. Dari sumber ini, mengalir air jernih, seolah seperti kaca, sehingga tampak jelas tanah yang ada di dasar airnya. Demikian seperti yang saya lihat pada saat kami mengunjungi mata air Sumber Brantas.
[caption caption="Titik Nol, Dari Tempat Inilah Air Sumber Brantas Berasal/Dok. Pribadi"]

[caption caption="Mata Air Sumber Brantas, Terlihat Dilihat dari Dekat/Dok. Pribadi"]

[caption caption="Mata Air Sumber Brantas Sangat Jernih, Terlihat Hingga ke Dasar Air/Dok. Pribadi"]

Sumur itu airnya mengalir secara terus menerus, “lumintu”, kata orang Jawa. Sumber ini merupakan salah satu mata air yang menuju Kali Brantas (Sungai Brantas). Oleh sebab lumintunya mengalir dibandingkan mata air lainnya yang menuju Kali Brantas, maka mata air di Arboretum itu layak disebut Sumber Brantas. Mungkin karena alasan itulah, arboretum ini dinamakan juga dengan Arboretum Sumber Berantas. Menurut sumber Jasa Tirta I, nama ini diberikan oleh Menteri Kehutan RI, yang pada waktu itu dijabat oleh Ir. Hazrul Harahap, saat berkunjung ke tempat ini pada tahun 1989.
Mata air Sumber Brantas menjadi ikon Arboretum, selain pohon Pinus Parana yang ditanam oleh Roedjito Dwidjomestopo sekitar 14 tahun lalu, tepatnya pada 11 Juni 1992. Pohon Pinus Parana menjadi saksi hidup, atas partisipasi Indonesia dalam Konferensi Bumi di Rio De Janeiro, Brazil pada Juni 1992 lalu. Info ini terpajang di tanda pengenal pohon pinus itu.
[caption caption="Pohon Pinus Parana, Buah Tangan Roedjito Dwidjoemestopo di Arboretum Sumber Brantas/Dok. Pribadi"]

Ketika saya berkunjung ke sana, saya amati pohon Pinus Parana dan sempat memotretnya dari dekat. Dengan membaca identitas tanaman yang tertempel di pohon, saya bisa mengenal namanya. Antara lain, ada pohon Kenanga (Cananga Odorata), Pakis/Paku Tiang (Cyathea Containans), Sikat Botol/Kalistemon (Callistemon Citrinus atau Curts.), Kayu Putih (Malalenca Kajuputi), dan satu lagi saya yang tampak asing bagiku, yaitu pohon Kukrup (Engelhardia Spicata) yang berfungsi dapat menyerap dan menyimpan karbon dengan baik.
[caption caption="Pohon Sikat Botol/Kalistemon (Callistemon Citrinus atau Curts.)/Dok. Pribadi"]

[caption caption="Pohon Kayu Minyak Putih (Malalenca Kajuputi)/Dok. Pribadi"]

Ada keunikan lain dari persepktif sejarah. Seperti disebutkan sumber ini, pada abad ke-8 berdiri kerajaan Kanjuruhan yang berpusat di DAS Kali Brantas, bercorak agraris dengan tatakelola irigasi yang teratur. Kerajaan ini meninggalkan Candi Badut dan prasasti Dinoyo pada tahun 760 M (Tanudirdjo, 1997). Beberapa bukti Prasasti Harinjing di Pare, seperti prasasti tertua berangka tahun 726 S (804 M) dan yang termuda bertarikh 849 S (927 M) sebagaimana sinyalir Lombard (2000), bahwa pada anak sungai Kali Konto, yakni Kali Harinjing telah ada pembangunan sistem irigasi pada zamannya. Bentuknya berupa saluran dan bendungan yang disebut Dawuhan.
Legenda Awet Muda dan Buaya Putih
Konon, sebagian masyarakat percaya, bahwa mata air Sumber Brantas memiliki Hasiat dapat membuat awet muda. Unik, ada salah seorang temen di antara kami yang sempat berdo’a: “semoga cepet dapat jodoh”, hehe, sambil mesam mesem dia berkata demikian. Semoga Allah Swt mengabulkan permintaan dia atas kuasanya, meski bukan gara-gara sumber air itu. Jodoh memang takdir Tuhan, dan berjuang untuk meraihnya adalah bagian dari takdir juga kan? Teriring do'a, semoga dia terkabul. Amiin.
[caption caption="Berada di Dekat Mata Sumber Brantas, Konon Tempat Dipercaya Membuat Awet Muda :)/Dok. Pribadi"]

Ada legenda lain yang sarat misteri. Konon, sejak kerajaan kuno Kediri (zaman Mataram Hindu), ada legenda buaya putih yang selalu meminta “tumbal” berupa korban manusia. Legenda Buaya Penunggu Jembatan itu juga disebutkan dalam catatan kolonial Belanda. Legenda buaya putih 'Badug Seketi', konon ceritanya lebih misterius lagi (sumber). Hadeuuh… ngeri!
Faktanya memang ada sejumlah kasus korban manusia yang terhanyut di Aliran Sungai Brantas. Seperti dimuat pada harian ini, ada korban peserta rafting asal Jakarta di Batu, akibat perahu karetnya terbalik. Namun media itu sama sekali tidak menyebutkan ada hubungan antara buaya putih yang meminta korban manusia.
Kritik & Solusi Pengelolaan Arboretum Sumber Brantas
Sangat disayangkan, ketika saya mengelilingi area Arboretum, tidak setiap pohon langka itu tertempel namanya. Saya hanya menemukan kurang dari 7 nama tanaman langka. Padahal, menurut publikasi Jasa Tirta I, jumlah pohon yang ditanam sudah mencapai 3.200 buah dengan 37 jenis pohon langka, seperti klerek (CurciligoSp), Oliander, Damar (Agathis Alba), Juwet (Eugenia Cumini), Kayu Manis (Cinnanonum Burmani), dan masih banyak lagi.
Setelah saya mengkonfirmasi seorang penjaga Arboretum, dia mengatakan “dulu ada nama-nama pohon itu, tapi sekarang banyak yang rusak dan jatuh, mungkin terkena hujan atau dimakan usia”. Bahkan papan nama pohon Pinus Parana itu sudah mulai luntur dan sulit terbaca. Ayo dong, papan identitas pohon itu dibuatkan lagi dan dipasang di setiap pohon sesuai namanya. Please!
Untuk mendukung Arboretum sebagai tempat konservasi alam, sekaligus rekreasi dan edukasi lingkungan hidup, alangkah lebih baik jika disediakan infrastruktur pendukung seperti akses jalan masuk yang lebih lebar, tempat parkir, sarana ibadah, sarana camping dan outbound, serta area kuliner. Jika memungkinkan, areal Arboretum diperluas.
Sementara ini, akses masuk mobil menuju pintu gerbang Arboretum sepanjang kurang lebih 500 meter itu, kurang memadai, mobil tidak bisa berpapasan. Di lain pihak, Kawasan Wisata Batu (KWB) sedang gencar-gencarnya mengembangkan diri. Jika Pemkab Kabupaten Malang mau bekerja sama dengan Pemkot Batu dan pihak swasta yang difasilitasi oleh Pemprov Jawa Timur, barangkali hasilnya akan berbeda.
Mencegah Efek Pemanasan Global
Jawa Timur berpotensi dalam usaha mengurangi efek negatif atas pemanasan global dan perubahan iklim dunia yang berpotensi mengancam kelangsungan kehidupan umat manusia. Sebagaimana disebutkan sumber resmi ini, Propinsi Jatim memiliki Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soerjo yang membentang di empat kabupaten, bermula dari Malang, Mojokerto, dan Pasuran hingga ke Jombang. Tahura berpotensi dapat menyerap dan menyimpan karbon dalam kapasitas besar bila disiapkan dengan tepat, sehingga asa Indonesia menurunkan efek pemanasan global sebesar 26 % hingga tahun 2020 ke depan dapat tercapai.
Ironisnya, data ini menunjukkan bahwa luas hutan campur di Tahura adalah 22.680 ha di tahun 1972, dan berkurang sebesar 2092 ha pada tahun 2004 dan 5854 ha pada tahun 2010. Di lain pihak, luasan lahan tanaman semusim meningkat dari 13 ha pada tahun 1972 menjadi 488 ha di tahun 2004, dan terus meningkat menjadi 578 ha pada tahun 2010. Pun luas lahan belukar dan lahan hutan terganggu meningkat dari 2.178 ha dan 457 ha tahun 1972 menjadi 3683 ha dan 900 ha di tahun 2004. Pada tahun 2010 kedua jenis penggunaan lahan tersebut terus meningkat menjadi 6969 ha dan 1750 ha. Untuk itulah, diperlukan strategi pembangunan yang tepat dengan mengintegrasikan model pembangunan integratif antara ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Salah satu masukan kecil yang paling mungkin dapat dilakukan adalah menggalakkan program rekreasi edukatif di Arboretum. Salah satu caranya adalah mengoptimalkan peran sekolah-sekolah di Malang Raya. Anak-anak sejak dini sudah mulai dikenalkan dengan aneka jenis tanaman, terutama jenis tanaman langka.
Secara periodik, sekolah-sekolah itu bergantian diajak mengunjungi Arboretum Sumber Brantas. Selain bertujuan untuk mengenalkan hutan hijau dengan beragam jenis tanaman langka yang perlu dilestarikan, sekaligus anak-anak dapat berekreasi. Peserta didik dari Jurusan IPA dan IPS selevel SMA misalnya, diberikan kesempatan untuk melakukan riset kecil yang berkaitan dengan Konservasi Sumber Daya Alam dan kehidupan masyarakat sepanjang Kali Brantas.
Itulah kesan dan hikmah mengunjungi ciptaaan Tuhan yang Maha Kuasa, bersama Komunitas Bloger Kompasiana Malang (Bolang) pada Minggu, 24 Januari 2016 lalu. Tidak ada satupun yang sia-sia jika kita dapat mengambil hikmahnya. Wassalam.
Malang, 27 Januari 2015.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI