Ni Luh menutup ponselnya. Lalu ia duduk di meja pemeriksaan. Tidak ada hambatan yang berarti. Semuanya Ni Luh jalani dengan lancar.
"Mas bisa jemput aku sekarang?"
"Baiklah. Akan aku suruh sopirku menjemputmu segera."
***
Hari ini tepat minggu ketiga setelah kepergian Ayu. Wayan masih tidak bisa lepas dari bayangan adiknya. Ia teringat akan barang-barang milik Ayu. Bergegas ia menuju kamar untuk mengambilnya. Diletakkannya pigura, alat tulis dan botol tupperware berjajar di meja. Hati Wayan remuk.
"Ayu... Mengapa kau pergi secepat itu?" gumam Wayan dalam hati.
Wayan tiba-tiba mengernyitkan dahi saat melihat botol tupperware di meja. Ada sesuatu yang aneh dengan isinya. Terlihat keruh. Lalu Wayan meraih botol itu dan mencoba membukanya. Aroma busuk menguar ke udara. Aroma bangkai.
Wayan ingin muntah. Ditutupnya kembali botol itu. Ia berjalan menuju kamar mandi karena perutnya terasa mual. Sesampai di kamar mandi, ia tidak jadi muntah. Lalu ia mencuci tangannya dengan sabun. Khawatir jika botol itu terpapar virus korona. Mengingat Ayu bekerja di rumah sakit yang menangani banyak pasien positif korona.
Wayan lalu memakai masker dan mengambil selembar tisu. Pelan-pelan ia buka tutup botol tupperware.
"Aroma ini kan...." gumam Wayan dalam hati.
Keesokan harinya, Wayan pergi ke suatu tempat. Ada seseorang yang ingin ia temui. Ia membawa botol tupperware milik Ayu di bagasi motornya. Motor itu membawanya menuju Badung. Setelah sampai di sana, ia memberikan botol tupperware miliknya kepada seorang lelaki tua.