Mohon tunggu...
Trimanto B. Ngaderi
Trimanto B. Ngaderi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis Lepas

Penulis, Pendamping Sosial Kementerian Sosial RI, Pegiat Urban Farming, Direktur PT LABA Indoagro Nusantara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Minoritas Menjadi Pilihan

22 November 2019   21:15 Diperbarui: 22 November 2019   21:13 19
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika Minoritas Menjadi Pilihan

Menjadi minoritas bagi kebanyakan orang mungkin sesuatu yang dianggap sebagai musibah, bencana, atau nasib buruk. Apa pasal? Minoritas sering diidentikkan dengan kaum marginal,terpinggirkan, lemah, sedikit, dan semacamnya. Minoritas cenderung tidak diperhitungkan, dianggap tidak penting, dan sering diperlakukan secara diskriminatif.

Memang tidak enak menjadi kaum minoritas, baik minoritas dari segi agama atau keyakinan, suku atau ras, jumlah, pilihan politik, dan sebagainya. Sudah sering kita dengar di berbagai belahan dunia, para minoritas diperlakukan tidak adil, ditindas, diintimidasi, diteror, dianiaya, diusir, dan berbagai perbuatan tidak manusiawi lainnya.

Namun, yang namanya minoritas tidak selalu buruk. Tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Jika dilihat dari sudut pandang kitab suci agama Islam, yaitu Al Qur'an, menjadi minoritas justru adalah pilihan terbaik. Lho kok bisa, mengapa demikian?

Sebab, yang minoritas itu mereka yang dirindukan Tuhan, yang akan dimasukkan ke dalam surgaNya, yang menjadi manusia pilihan.  Mereka memiliki sifat-sifat yang utama, memiliki kepribadian yang unggul, serta tidak terbawa arus perilaku kebanyakan manusia. Lalu siapa mereka itu?

Orang yang beriman

Orang-orang yang benar-benar beriman jumlahnya sedikit, karena kebanyakan manusia tidak beriman (Yaasiin:7). Banyak orang yang mengaku beriman, padahal sebenarnya tidak (orang munafik). Atau mereka mengaku beragama Islam, tapi memiliki kadar keimanan yang tipis bahkan nyaris tidak ada. Sejak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad, hanya sedikit sekali yang mau beriman kepada Allah. Kebanyakan umat para nabi bersikap ingkar.

Orang yang meng-Esa-kan Allah

Orang-orang yang mengesakan Allah jumlahnya juga sedikit, karena kebanyakan manusia mempersekutukanNya (Ar-Ruum: 42). Mereka mengaku beriman kepada Allah, tapi di sisi lain mereka masih mempersekutukan dengan "tuhan-tuhan" lain. Seperti menuhankan patung/berhala, manusia, uang, kekuasaan, dll.

Orang yang mau mengetahui/memahami

Orang-orang yang mau mengetahui/memahami juga sedikit jumlahnya, kebanyakan mereka tidak mengetahui (An-Nahl: 75). Mengetahui di sini maksudnya mengetahui hakikat penciptaan, mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah, mengetahui tujuan hidup yang sebenarnya, mengetahui tugas dan kewajibannya sebagai hamba, dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun