Lebih dari itu, bambu juga menyentuh dimensi pembangunan yang lebih luas. Ia mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs): menciptakan lapangan kerja layak (SDG 8), membangun kota berkelanjutan (SDG 11), mengurangi ketimpangan (SDG 10), dan memerangi perubahan iklim (SDG 13). Bahkan dalam ekonomi sirkular, bambu adalah bintang utama-karena hampir semua bagiannya bisa dimanfaatkan tanpa limbah. Daunnya jadi pakan ternak atau teh herbal, serbuknya jadi pupuk, dan batangnya bisa dipakai berulang kali sebelum akhirnya kembali ke tanah sebagai kompos.
Pada akhirnya, bambu mengajarkan kita sebuah filosofi sederhana namun dalam: kekuatan tidak selalu datang dari yang keras, tapi dari yang lentur namun tak mudah patah. Ia tumbuh cepat, namun akarnya kuat. Ia sederhana, namun penuh kemungkinan. Di tengah dunia yang semakin kompleks, bambu hadir sebagai jawaban yang elegan-alamiah, berkelanjutan, dan manusiawi.
Maka, sudah saatnya kita berhenti meremehkan si buluh ini. Bukan hanya sebagai tanaman, tapi sebagai pilar ekonomi yang berdiri kokoh-dengan akar di tanah, ranting di langit, dan manfaat yang menyentuh kehidupan jutaan orang. Masa depan hijau Indonesia, barangkali, memang tumbuh dari rumpun bambu.
Referensi:
International Network for Bamboo and Rattan (INBAR). (2020). Bamboo and Climate Change Mitigation. Tersedia di: https://www.inbar.int
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia. (2021). Statistik Ekspor Produk Bambu Indonesia. Jakarta: KLHK.
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). (2020). Global Market Report on Bamboo and Rattan. Rome: FAO.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.39/MENLHK/SETJEN/KUM.1/7/2018 tentang Pengelolaan Hutan Bambu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI