Mohon tunggu...
Luthfi Zaennuri
Luthfi Zaennuri Mohon Tunggu... Karyawan Swasta

Karyawan Swasta , Freelancer, Wirausahawan. Hobi nulis / ngetik cerita disela waktu

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Waspada Terhadap Jerat Manis Liberalisme

19 Agustus 2025   16:07 Diperbarui: 19 Agustus 2025   16:07 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Bismillhirrahmnirrahm.

Saudaraku yang dirahmati Allah,
Hari ini saya ingin berbicara tentang sebuah kata yang sering kita dengar, yang manis di telinga namun ternyata menyimpan banyak jebakan: LIBERAL. Kata ini sering dipromosikan sebagai kebebasan. Dan betul, bila yang dimaksud adalah kebebasan dari feodalisme, kebebasan dari tekanan buta, atau kebebasan berpikir untuk mencari kebenaran dengan tetap berlandaskan ilmu dan iman---itu adalah sebuah hal yang baik. Bahkan Islam pun menegaskan bahwa tidak ada paksaan dalam agama. Tetapi sayangnya, yang sering terjadi bukanlah kebebasan yang terarah, melainkan kebebasan yang melenceng.

Kita melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana jargon kebebasan ini dipelintir. Dari slogan manis "hak asasi" berubah menjadi legitimasi perilaku yang jelas-jelas menyalahi fitrah manusia: LGBTQ+, gonta-ganti gender seakan manusia boleh menentukan dirinya seperti menukar pakaian, padahal Allah telah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan hikmah dan tujuan mulia. Mereka menyebut ini kebebasan berekspresi, padahal yang ada hanyalah kerusakan moral dan munculnya penyakit yang mematikan.

Allah berfirman dalam al-Qur'an:

"Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya? Maka Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya..."
(QS. al-Jtsiyah: 23)

Belum lagi gerakan yang mengatasnamakan "kebebasan perempuan" atau "kebebasan gender", tapi ternyata diwarnai dendam dan permusuhan kepada kaum laki-laki, seakan-akan yang mereka perjuangkan bukanlah keseimbangan, melainkan dominasi. Ada pula orasi lingkungan yang katanya menjaga bumi, tapi kadang melupakan adab dan batas syariat, bahkan menjadikan ritual baru yang menyerupai agama tandingan.

Saudaraku, inilah bahaya terbesar: ketika manusia merasa bebas, tapi sesungguhnya ia hanya sedang diperbudak oleh hawa nafsunya.

Mari kita bedakan:

  • Kebebasan sejati adalah ketika kita bisa taat kepada Allah tanpa diperbudak oleh syahwat.

  • Kebebasan palsu adalah ketika kita merasa merdeka, tapi ternyata hanyalah budak mode, budak tren, budak syahwat, dan budak kebencian.

Rasulullah bersabda:

"Orang yang kuat itu bukanlah yang jago bergulat, tetapi orang yang kuat adalah yang mampu menahan dirinya ketika marah."
(HR. Bukhari dan Muslim)

Itulah makna kebebasan sejati: menahan diri, menundukkan hawa nafsu, dan memilih jalan Allah meskipun berat

Yang paling berbahaya adalah ketika "kebebasan" ini mulai menjangkiti cara pandang terhadap Al-Qur'an. Mereka mengatakan: "Jangan dekati Qur'an dengan otoritas yang kaku, dekati dengan cinta." Sepintas indah, tapi akhirnya membuka pintu bagi siapa saja untuk menafsirkan Al-Qur'an sesuka hati, tanpa ilmu, tanpa sanad, tanpa tuntunan ulama yang lurus. Lalu muncullah fatwa-fatwa sesat: sholat cukup dibatin, tidak perlu ruku' dan sujud; makan daging anjing boleh, karena katanya tidak ada larangan eksplisit di Qur'an; bahkan ada yang menolak sunnah Nabi dengan alasan "cukup Qur'an saja." Inilah yang dimaksud Rasulullah ketika mengingatkan bahwa umatnya akan berpecah belah, dan sebagian akan mengikuti hawa nafsu dengan menyandarkan diri pada ayat-ayat yang mutasybih.

Saudaraku, Islam adalah agama kebebasan yang terjaga. Islam membebaskan akal dari belenggu tahayul, Islam membebaskan manusia dari perbudakan sesama manusia. Tetapi Islam juga memberi pagar, agar kebebasan tidak berubah menjadi kesesatan. Pagar itu adalah syariat, pagar itu adalah ilmu para ulama yang lurus, pagar itu adalah petunjuk Rasulullah . Tanpa pagar, kebebasan hanya akan menjadi jurang.

Maka marilah kita berhati-hati. Jangan mudah terpesona dengan kata-kata indah yang diselimuti jargon akademik, meski yang mengucapkannya bergelar profesor atau doktor. Sebab kebenaran bukan diukur dari banyaknya gelar, melainkan dari kesesuaiannya dengan Al-Qur'an dan As-Sunnah menurut pemahaman para salafus shalih.

Semoga Allah menjaga hati kita dari pemikiran yang menyesatkan. Semoga kita diberi kebebasan yang sejati: bebas dari hawa nafsu, bebas dari syirik, bebas dari belenggu dunia, sehingga kita bisa tunduk hanya kepada Allah semata.

Wallhu a'lam bish-shawb.

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun