Mohon tunggu...
Moh. Luthfi Syamsudin
Moh. Luthfi Syamsudin Mohon Tunggu... -

Ilmu Komunikasi'13 Universitas Sebelas Maret (UNS), Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Keajaiban Sebuah Doa - Rezeki Allah Datang dari Sudut yang Tak Terduga

15 Februari 2014   06:11 Diperbarui: 4 April 2017   17:48 34035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1392394116489103816

Tulisan ini saya buat beberapa bulan yang lalu ketika saya belum dinyatakan diterima di salah satu universitas :)

Aku adalah seorang remaja laki-laki berumur delapan belas tahun yang tinggal di sebuah kabupaten kecil bernama Demak. Walaupun daerahku diapit oleh beberapa kabupaten dan kota maju, seperti Kudus, Semarang, dan Jepara. Tetapi, aku merasa daerahku ini masih tertinggal dibandingkan dengan daerah-daerah tersebut. Latar belakang itulah yang membuatku bertekad untuk meningkatkan kualitas diri, agar di masa depan jiwa muda ini mampu membangun tempat kelahiranku menjadi lebih baik. Cita-cita yang aku miliki tidak sesederhana kondisi keuangan yang ada pada keluargaku.

Hawa panas menyengat di siang hari dan dinginnya angin malam tak menyurutkan semangat belajarku untuk meraih impian besarku. Maklum, rumahku hanya tersusun oleh anyaman bambu yang tipis yang kerap kali mengganggu konsentrasi belajarku. Rasa syukurlah yang mampu menutup kekurangan ini untuk tetap berjuang dan menerima apa yang telah diberikan-Nya. Aku percaya, bahwa janji Allah itu pasti untuk orang-orang yang berikhtiar dan bertawakal di jalan-Nya.

“Alhamdulillahirabbil’alamin…” Aku rasa hanya kalimat itu yang pantas untuk aku ucapkan, setelah empat hari berjuang menempuh ujian yang bernama UN. Menurutku, ujian tersebut tidak hanya memperebutkan sebuah kuantitas, tetapi juga kualitas. Banyak sekali pelajar Indonesia yang terdoktrin mengejar tingginya sebuah angka daripada manfaat dari ilmu itu sendiri. Dengan tekad yang kuat, aku memberanikan diri untuk menghancurkan tembok penghalang dan siap sedia membuat langkah perubahan. “Aku harus berubah, nasib Indonesia ada di tanganku”, bisikan itu tak henti-hentinya mewarnai tiap derap langkahku. Suara bising lalu lalang kendaraan pun tak dapat menandingi intensitas bisikan itu.

Di bangku kelas dua belas inilah hatiku tergugah untuk meningkatkan kualitas diri dalam meraih sebuah prestasi. Karena aku tahu, bahwa di tengah keterbatasan keuanganku saat ini, aku hanya bertekad mencari sebuah kualitas dari proses belajar. Kualitaslah yang mampu menghantarkanku menuju masa depan yang lebih sukses.

Alhamdulillah aku termasuk kategori siswa yang tekun dalam belajar, tetapi, masalah yang aku temui selesai UN ini adalah masalah kuliah. Kuliah adalah impian semua siswa kelas dua belas di Indonesia. Karena dengan kuliah, pola pikir seseorang dapat berkembang dan akhirnya bisa meraih sebuah prestasi atas kerja keras yang selama ini dilakukan. Selepas pulang di hari terakhir UN, kulangkahkan kakiku menuju sebuah tempat yang sering kali menjadi tempat singgahku selama ini. Terletak di sebuah perumahan belakang sekolah, berwarna biru dan terdiri atas empat ruang. Tempat itu adalah tempat kursus “Averusy” yang sebelumnya menjadi tempat penggalian ilmuku. Jiwa ini tak pernah letih menggali dan mengeksplorasi ilmu pengetahuan yang tersebar luas. Bagaikan mencari intan di tengah-tengah titik pertambangan terbesar di dunia. Banyak sekali intan yang dapat aku peroleh dari pencarian ilmu tersebut.

Bu Choy, seorang wanita berusia tiga puluh tahun yang aku juluki sebagai wanita penerang, ternyata sedang pergi. Padahal, aku ingin bercerita banyak hal dengannya pasca Ujian Nasional ini. Sering kali beliau menjadi teman curhat murid-muridnya yang sedang mencari solusi permasalahan mereka. Maklum, beliau adalah sosok pribadi yang ramah, santai dan bijaksana. Ditambah lagi, beliau adalah pemilik dari Averusy, jadi kesempatan untuk dekat dengannya sangat mudah.

Setelah mendengar informasi bahwa beliau tidak ada di tempat ini, aku pun bergegas untuk pamit pulang. Secara tiba-tiba jiwa ini tersentak teringat mengenai kuliah. “Oh ya, kenapa aku tidak mendaftar beasiswa online saja di sini?”. Akhirnya aku kembali masuk untuk meminjam netbook Bu choy yang diam terpaku di ruang pribadinya. Beberapa hari yang lalu sebelum UN berlangsung, aku berencana untuk mendaftar beasiswa S1 di sebuah sekolah bisnis elit kawasan Serpong, Tangerang yang bernama Prasetiya Mulya Business School. Hal yang bisa aku lakukan saat ini adalah mencari beasiswa untuk kuliah, karena aku tahu bahwa biaya yang dikeluarkan untuk kuliah tidaklah sedikit. Kondisi keuangan keluargaku yang kecil telah habis untuk memikul kebutuhan ke sebelas anggota keluargaku. Walaupun sudah ada beberapa yang bekerja mapan, namun besarnya angka pengeluaran tidak sebanding dengan angka pemasukan yang ada.


Setelah mengikuti instruksi form pendaftaran online, aku tersadar bahwa aku juga butuh biaya untuk mengurus seluruh persyaratan yang harus aku penuhi. Untuk mendapatkan beasiswa ini, aku harus mendaftar online terlebih dahulu, setelah itu mengirimkan berkas lewat pos, tes tertulis, wawancara, tes final ke Jakarta dan lain sebagainya. Kutengok uang yang ada di saku seragamku, “Tinggal seribu. Uang ini hanya cukup untuk transportasi pulang saja”. Perlahan tanganku meraba-raba isi tas punggung yang selama ini menjadi teman perjuanganku. Tidak kutemukan apa-apa di dalam sana. Hanya setumpuk kartu-kartu penting identitas diri. Kebingungan melanda diriku, bagaimana aku bisa melengkapi seluruh persyaratan yang berat ini di tengah keadaan yang serba kekurangan sekarang? Uang sakuku tiap hari hanya cukup untuk biaya transportasi saja. Tidak mungkin aku bisa menabung dengan mengandalkan uang sakuku. Ah, aku tidak ingin ambil pusing mengenai hal ini. Entah bagaimana kelanjutanku untuk memenuhi persyaratan beasiswa itu. Mungkin dengan pulang ke rumah aku bisa sedikit menenangkan pikiranku.

Kelancaran, itulah doa yang selalu aku panjatkan kepada-Nya. Jika memang jalanku ada di sekolah bisnis itu, pasti akan ada kelancaran untukku menuju ke sana. Aku berusaha untuk membangun kenyakinan itu dengan kokoh.

Persyaratan yang dapat aku kerjakan tanpa pengeluaran biaya, secepat mungkin aku kerjakan. Mulai dari penyusunan karya tulis ilmiah sampai dengan esai tentang riwayat hidup. Sebuah mindset positif berusaha aku bangun di setiap detik perjalanan hidupku. Apa yang aku inginkan belum tentu menjadi apa yang aku butuhkan. Sesungguhnya sebaik-baiknya rencana adalah rencana Allah dan Dia adalah hakim yang paling adil. Manusia hanya bertugas untuk berikhtiar dan tawakal. Hasil yang didapat sepenuhnya ditentukan oleh-Nya.

Petuah-petuah bijak yang indah itu seraya mengajakku untuk menghargai sebuah proses. Karena kehidupan ada bukan untuk membuat kita menjadi seorang hamba yang hanya bisa mengeluh, tetapi menjadikan kita seorang hamba yang menyadari betapa besarnya Allah Azza Wa Jala yang kita miliki. Proses itu penting daripada hasil. Mencoba beasiswa ini juga termasuk dalam kategori penting, entah bagaimana hasilnya nanti, yang terpenting aku telah berusaha. Jika ini memang jalanku, maka lancarkanlah Ya Rabb.

Akhirnya sedikit demi sedikit persyaratan pendaftaran terpenuhi dan sekarang akuharus ke sekolah untuk mengurus legalisir rapor dan surat rekomendasi dari sekolah. Hari itu hari Sabtu tanggal 20 April 2013. Dengan berpakaian seragam batik hitam putih ciri khas SMAku, aku menuju ruang BK untuk berkonsultasi mengenai beasiswa ini. Aku mendapatkan info beasiswa ini melalui internet. Aku termasuk remaja yang aktif mencari info-info beasiswa di internet, khususnya beasiswa ke luar negeri. Mungkin terlihat terlalu tinggi impianku ini. Anak kurang mampu yang bermimpi kuliah ke luar negeri. Tapi aku percaya, impianku akan dipeluk oleh-Nya. Dengan meluruskan tujuan, insya Allah Dia akan mengabulkannya pada waktu yang tepat. Aku masih ingat betul kata-kata dari film Sang Pemimpi, “Bukan seberapa besar impian kita, tapi seberapa besar kita untuk impian itu”. Aku harus memperjuangkan beasiswa ini. Harus!

Kesuksesan pasti butuh tantangan dan tantangan itu terjadi dalam pencapaianku ini. Ruang BK kosong, tak terlihat satupun guru bertugas di sana. Kegelisahan mulai datang menerkam semangatnya diriku pagi itu. Ibarat sebuah pondasi kokoh yang seketika rubuh dihajar angin ribut. Aku tidak boleh menyerah! Ini hanya cobaan dari Allah untuk kesuksesanku. Dengan sabar, aku menunggu sebuah keajaiban di ruang itu. Tak henti-hentinya doa untuk dilancarkan terucap dari bibir. Usaha untuk menghubungi guru melalui SMS pun telah aku lakukan. Tapi, aku masih di sini ditemani kesepian ruang yang luas ini.

Beberapa menit kemudian, pintu ruang berdecit menandakan akan ada seseorang yang ingin memasuki ruang tersebut. Alhamdulillah, kulihat bu Ambar berdiri di depanku dengan memegang sebuah HP di tangannya. Mungkin dia sedang sibuk membaca SMS yang telah aku kirimkan tadi. Aku pun menceritakan maksud kedatanganku di sini. Beliau menanggapinya dengan positif. Aku mengurus berkas-berkas yang akan dijadikan format rekomendasi. Sayangnya, Kepala Sekolah sedang tidak ada di sekolah. “Ujian lagi”, kataku dalam hati. “Mungkin memang ditakdirkan seperti itu”, pikirku.

Hari Senin, 22 April 2013, aku kembali lagi ke sekolah dan Alhamdulillah semuanya telah terselesaikan. Tapi, ada satu hal yang membuat tidak tenang. Pagi itu, ibuku memberi uang dua puluh ribu rupiah untuk mengurus semua urusan pendaftaran. Aku merasa uang tersebut tidak akan cukup. Aku harus mengambil cetak foto, fotokopi, membeli stopmap, materai dan lain sebagainya. Ditambah, aku harus membayar biaya jasa pos untuk mengirimkan berkasku tersebut. Jelas sekali tidak akan cukup. Aku mulai berpikir bagaimana caranya agar aku bisa mengirim berkas ini. Apakah mungkin aku bisa menghutang di kantor pos? Apa aku harus menggadaikan jam tanganku? Atau mungkin aku harus meminjam uang? Tapi hasrat untuk tidak merepotkan orang lain melekat pada diriku. Aku paling tidak enak jika meminta bantuan orang lain, sementara diriku masih sanggup untuk berusaha memenuhinya.

Aku harus bagaimana? Berdoa hanyalah satu-satunya senjata ampuhku selama ini. Insya Allah dia akan mengambulkannya. Dengan modal nekat aku tetap melaju dalam perjalananku menyelesaikan berkas tersebut. Rezeki Allah itu datang di saat yang tak terduga. Aku percaya hal itu. Setelah semua berkas masuk ke dalam amplop coklat, seorang guru BK yang akrab dipanggil bu Kus memanggilku. Beliau termasuk orang yang akrab denganku, karena dia adalah tetanggaku. Kami berbincang banyak hal, khususnya mengenai beasiswa yang akan aku ambil kali ini. Di saat aku ingin pamit pergi, beliau memanggil namaku, “Luthfi”. Tangan kanannya menyelipkan sesuatu ke tanganku. Apa ini? Kulihat uang tiga puluh ribu beliau berikan kepadaku seraya berkata, “Itu buat transport kamu besok pas tes tertulis di Semarang”. Betapa ajaibnya mukziyat Allah itu. Tanpa terduga sebelumnya, rezeki itu datang dengan sendirinya pada waktu yang dibutuhkan. Tak henti-hentinya aku mengucap syukur atas hal itu. Allah meridhoiku untuk memperjuangkan beasiswa ini. Aku harus semangat!

Minggu, 28 April 2013 menjadi awal perjuanganku. Doaku masih seperti yang dulu, Jika memang ini jalanku, maka mudahkanlah. Jika tidak, aku tahu Engkau punya rencana indah dibalik ini semua”. Dan ternyata, perjuanganku berhenti. Aku menyimpulkan, memang ini bukan jalanku. Aku tidak boleh berputus asa melanjutkan perjuanganku meraih cita-citaku. Semua perjuanganku ini kutujukan untuk negeriku. Diri ini terlahir untuk mengabdi bagi bumi pertiwi. Paling tidak Allah telah membuktikan keajaiban sebuah doa yang aku panjatkan kepada-Nya setiap hari. Doa mendatangkan rezeki dan rezeki akan mendatangkan rasa syukur yang haqiqi. Mendapatkan pengalaman seperti ini juga termasuk rezeki yang tak ternilai harganya atas proses penantian cita-cita yang terstimulasi oleh kemujaraban sebuah doa dan ikhtiar. Beberapa hari kemudian, aku mendapatkan pengumuman, bahwa esai karangan yang pernah aku buat masuk seratus besar nasional. Dan pemenangnya dinominasikan menjadi duta lingkungan nasional dalam kegiatan forum lingkungan nasional. Alhamdulillah, Rencana Allah benar-benar indah dan janji Allah adalah pasti. Tetap berusaha dan berdoa. Salam sukses untuk semuanya.

MAN JADDA WAJADA, MAN SHABARO ZHAFIRA, ALLAHU AKBAR


Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun