Mohon tunggu...
Lutfillah Ulin Nuha
Lutfillah Ulin Nuha Mohon Tunggu... Founder Neptunus Kreativa Publishing

Tumbuh sehebat do'a ibu | Menjadi ruang bagi ide-ide yang dianggap terlalu idealis untuk dunia yang sibuk menghitung untung-rugi |

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ziarah Makam Bedah Krawang Desa, Bentuk Penghormatan Leluhur Menjelang HUT RI Ke-80

15 Agustus 2025   11:41 Diperbarui: 15 Agustus 2025   11:41 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bedah Krawang Desa Gedangan, Eyang Wanar W. Permono (Dok. Lutfillah Ulin Nuha)

Jum'at pagi, 15 Agustus 2025, udara Desa Gedangan terasa sejuk dan tenang. Sekitar pukul sembilan, rombongan Panitia Peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia bersama Pemerintah Desa Gedangan mulai berkumpul untuk melaksanakan agenda ziarah makam Bedah Krawang Desa. Kegiatan ini merupakan salah satu rangkaian acara peringatan kemerdekaan yang tidak hanya bersifat seremonial, tetapi juga sarat makna spiritual.

Tidak seperti kegiatan terbuka yang mengundang partisipasi warga secara luas, ziarah kali ini memang diperuntukkan bagi unsur panitia dan perangkat desa. Hal ini dilakukan untuk menjaga kekhusyukan suasana dan memusatkan kegiatan pada tujuan utamanya, yakni penghormatan kepada tokoh-tokoh yang telah berjasa bagi Desa Gedangan.

Do'a Bersama
Do'a Bersama

Dua makam yang menjadi tujuan utama adalah makam Mbah Eyang Wanar W. Permono dan makam Mbah Eyang Djawoel. Keduanya memiliki tempat khusus dalam sejarah desa. Mbah Eyang Wanar W. Permono dikenal sebagai sosok yang memberikan kontribusi penting dalam pembentukan kehidupan sosial di Gedangan, sementara Mbah Eyang Djawoel dikenang sebagai tokoh karismatik yang membawa pengaruh positif bagi masyarakat pada masanya.

Rombongan berangkat dengan tertib menuju lokasi pertama, yakni makam Mbah Eyang Wanar W. Permono. Setibanya di sana, acara diawali dengan prosesi tabur bunga yang dilakukan oleh Kepala Desa Gedangan. Gerakan yang sederhana namun penuh makna ini menjadi simbol penghormatan kepada sosok yang dimakamkan. Bunga-bunga segar yang ditebar di atas pusara menebarkan aroma harum, seolah menjadi pengiring doa yang akan dipanjatkan.

Do'a Bersama di Makam Eyang Djawoel 
Do'a Bersama di Makam Eyang Djawoel 

Setelah prosesi tabur bunga, acara dilanjutkan dengan tahlil dan dzikir bersama. Pimpinan tahlil dipercayakan kepada salah satu Koordinator Panitia HUT RI, Ustadz Hariri. Suaranya yang tenang namun lantang memandu setiap bacaan, diikuti oleh seluruh peserta ziarah dengan khusyuk. Lantunan kalimat-kalimat suci yang keluar dari lisan para peserta menciptakan suasana yang penuh kekhidmatan. Dalam momen ini, setiap orang larut dalam doa, memohon ampunan bagi almarhum dan keberkahan bagi desa yang ditinggalkan.

Tahlil dan dzikir kemudian diakhiri dengan doa penutup yang dipimpin oleh Ustadz Dadang, atau yang akrab disapa Gus Dadang. Doa dipanjatkan dengan penuh penghayatan, memohon kepada Allah agar arwah para leluhur diterima di sisi-Nya, diampuni segala khilafnya, dan dilapangkan kuburnya. Selain itu, beliau juga memohon agar masyarakat Desa Gedangan diberikan keselamatan, kesehatan, dan kekuatan untuk melanjutkan perjuangan membangun desa.

Selesai acara di makam pertama, rombongan bergerak menuju makam kedua, yaitu makam Mbah Eyang Djawoel. Urutan acara yang dilakukan sama seperti sebelumnya. Kepala Desa kembali memimpin prosesi tabur bunga, dilanjutkan tahlil dan dzikir bersama yang dipimpin oleh Ustadz Hariri, lalu ditutup dengan doa oleh Gus Dadang.

Menyempatkan Ziarah di Salah Satu Makam Tokoh Desa Gedangan, Alm. Ust. Shodiq (Dok. Lutfillah Ulin Nuha)
Menyempatkan Ziarah di Salah Satu Makam Tokoh Desa Gedangan, Alm. Ust. Shodiq (Dok. Lutfillah Ulin Nuha)

Walau dilaksanakan dalam lingkup terbatas, setiap tahapan berlangsung dengan tertib dan penuh rasa hormat. Tidak ada percakapan yang bersifat ringan atau mengalihkan perhatian, seluruh peserta menjaga keseriusan dari awal hingga akhir. Suasana yang hening hanya dipecah oleh lantunan bacaan tahlil, dzikir, dan doa, yang mengalun lembut di antara desiran angin dan rimbunnya pepohonan di sekitar makam.

Ziarah ini memiliki arti yang mendalam. Ia menjadi wujud rasa terima kasih kepada mereka yang telah berjasa membentuk identitas Desa Gedangan. Nilai-nilai yang ditinggalkan oleh para tokoh tersebut, seperti keikhlasan berjuang, kesederhanaan hidup, dan keteguhan hati, diharapkan dapat terus menjadi pedoman bagi generasi penerus.

Kepala Desa Gedangan dalam keterangannya menyampaikan bahwa peringatan HUT RI sebaiknya tidak hanya dipandang sebagai perayaan yang meriah, tetapi juga sebagai momen introspeksi. Mengingat jasa para leluhur, kata beliau, adalah bagian penting dari menjaga sejarah dan jati diri desa. Beliau juga menekankan bahwa meski zaman berubah, penghormatan terhadap pendahulu tidak boleh luntur.

Panitia HUT RI sendiri melihat kegiatan ini sebagai salah satu cara untuk memperkuat rasa persatuan di antara perangkat desa dan unsur yang terlibat dalam penyelenggaraan peringatan kemerdekaan. Dengan berkumpul dalam suasana khidmat seperti ini, terjalin ikatan emosional yang lebih erat, sehingga koordinasi dan kerja sama dalam kegiatan lainnya pun dapat berjalan lebih baik.

Kegiatan ziarah juga menjadi sarana pembelajaran moral dan spiritual, khususnya bagi anggota panitia yang masih muda. Mereka dapat merasakan langsung makna penghormatan, bukan sekadar mendengar cerita atau membaca sejarah. Melihat dan mengikuti rangkaian prosesi membuat nilai-nilai tersebut lebih membekas dalam hati.

Menjelang pukul sebelas siang, rangkaian ziarah selesai dilaksanakan. Rombongan kembali ke balai desa dengan membawa ketenangan batin. Meski acara ini tidak dihadiri oleh warga umum, nilai dan pesan yang terkandung di dalamnya tetap relevan untuk seluruh masyarakat.

Ziarah makam Bedah Krawang Desa Gedangan bukan hanya bagian dari protokol peringatan HUT RI, tetapi juga manifestasi rasa hormat terhadap sejarah dan para tokoh desa. Tradisi ini menjadi pengingat bahwa kemerdekaan dan kemajuan yang dirasakan saat ini tidak lepas dari peran mereka yang telah mendahului. Dengan mempertahankan kegiatan semacam ini, Desa Gedangan menunjukkan bahwa kemerdekaan bukan hanya dirayakan dengan keramaian, tetapi juga dengan keheningan yang sarat makna.

Kadang kita terlalu sibuk memikirkan masa depan sampai lupa bahwa di belakang kita ada sejarah yang menjadi pondasi. Pagi ini mengingatkan saya bahwa kemerdekaan bukan hanya tentang bendera yang berkibar atau perlombaan yang meriah. Kemerdekaan juga tentang mengingat, berterima kasih, dan mendoakan mereka yang dulu mungkin tidak pernah bermimpi akan diingat, tetapi tetap menjadi bagian dari hidup kita hari ini.

---

Luffy Neptuno

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun