Tak akan ada lagi esok, hari ini tlah pupus dan sudah. Merasakan ketidakadilan, tebang pilih. Hanya bisa menerima tanpa mendapatkan jawaban pasti. Hu, hari kesebelas bulan keempat menjadi sejarah baru bagi saya, sebab ini tentang kamu yang saya namakan harapan, ternyata hanya menjadi kenangan. Kegagalan, kesepian dan menepi.
Hari ini seolah menjadi pemberhentian. Ada jarak hidup dan mati di April yang basah. Selepas hari ini, akan jadi seperti apa, entahlah. Kamu adalah realita hidup dengan segala kehororan. Menakutkan. Tak tersedia lagi ruang untuk saya dan kamu, tertutup sudah. Di antara saya dan kamu, ada harapan yang kini menjadi kenangan.
Kamu adalah harapan yang lama disemogakan tapi tidak menjadi, background yang melekat padamu buat saya seperti debu yang berhamburan di jalan. Terlalu gamang dan sulit menerjemahkan kehilangan kamu.
Benar, tanpa kamu saya akan seperti berada di entah. Terlebih untuk melihat saja, sudah tak bernyali. Bagaimana pun tetap harus bertahan hidup, bersama kewarasan atau keterpaksaan. Hidup tanpa hasrat seperti hidup tapi mati dan mati tapi hidup.
Kesadaran yang bertamu di kepala, sungguh membuat kepala sakit dan rasanya mau pecah. Mengumpat di hati, meledak di pikiran. Sialnya, mau tak mau, saya harus mengusahakan untuk berdamai dengan segalanya saya agar bisa tetap menjalani hidup.
Sulit bahkan sangat sulit, namun entah di hari yang kapan, bisa saja kamu dan saya yang berbeda adalah proses yang akan buat hari saya seperti bunga, indah dan berharga.
***
Rantauprapat, 11 April 2023
Lusy Mariana Pasaribu