Mohon tunggu...
Lusy Mariana Pasaribu
Lusy Mariana Pasaribu Mohon Tunggu... Dosen - Ada beberapa hal yang dapat tersampaikan tentang apa yang dirasa dan dipikirkan

Memerdekakan hati sendiri itu penting!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Lagi, Perempuan Itu Seperti Ikan yang Terperangkap dalam Jala yang Mencelakakan

11 Agustus 2021   00:00 Diperbarui: 11 Agustus 2021   00:19 182
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
twitter/@kulturtava

Perempuan itu dan sebuah kisah kekalahan.

Keterbatasan.
Sendiri.
Takut.
Khawatir yang berlebih.
Dosa yang merayu.
Enggan namun tidak bisa menolak.
Membuka gelap dan membawanya masuk.
Membiarkan lagu patah hati bersenandung dengan indah.
Layu dan menjadi duka. Tegar teguh seolah kadaluwarsa dan Rest In Peace.

Mencintai cinta yang tak semestinya. Menuntut penerimaan lebih. Bukankah itu menunjukkan kekeliruan. Sepertinya oksigen kesadaran sudah mengasing dari hati.  

Mengapa hal yang benar, sulit menetap di musim hidup? Bermain-main dalam waktu yang malang. Begitulah saat tak hati-hati dengan hati. Lagi dan lagi perempuan itu seperti Ikan yang terperangkap dalam Jala yang mencelakakan. Buat diri berjalan dalam kegelapan. Lesap dan terbunuh dari tenang teduh. Parah. Payah. Bum,  Sial bukan.

Kata-kata, ingin berhenti. Ingin menyudahi kisah yang berbahaya.

 Lagi-lagi gagal. Kalah dan hancur berkeping saat tidak ada yang mampu memahami. Ilustrasi demi ilustrasi yang merayu diri tentang romantika kebahagiaan terlalu menduduki jiwa dan pikiran. 

Hingga lupa tentang hidup yang memang tidak pernah adil. Ketidakberhasilan, keterasingan bukan semestinya buat jiwa bermekaran pada hari-hari yang sendu. Ya, seperti Ikan yang terperangkap dalam jala yang mencelakakan.

Hu, rumit memang. Bahkan jauh lebih rumit.
Saat perempuan itu bertanya berulang kali, rasa sayang yang seperti apa yang ada?
Ternyata, hanya diam panjang yang menjadi penghuni tetap di setiap jawaban.

Ada yang menawarkan penerimaannya. Penerimaan yang beraroma manis.
Memberikan cinta.
Cinta yang membuat perempuan itu merasakan nikmatnya peraduan hasrat yang menggoda.
Tapi cinta itu cinta yang tidak boleh tumbuh dengan riap.
Menolak, tak mampu.
Menerima, lebih tak mampu.
Memilih longgur dan membawanya terperangkap dalam diri.

Ingin menjalani hidup yang seperti apa?
Apakah perempuan itu sanggup menyembunyikan diri dari kesalahan?
Meninggalkan kepura-puraan.
Seolah membual. Ingin berhenti, ternyata kekalahan yang tercipta. Sejarah yang dahulu kembali terulang. Menjadi perusak. Menjadi pelaku dan terdakwa dalam penembakan yang buat detik air hidup berhenti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun