Diam.
Abai.
Ada keterasingan yang terasa. Di sini, aku tak menikmati rasa yang harusnya berpadanan. Apakah tak ada lagi kesediaan untuk menerima? Apa hanya omong kosong?
Aku gamang.
Aku patah hati.
Entah ini akan berlangsung berapa lama?
Mungkin keterasingan yang menggoda ini, akan menjadi jawaban dari ketakutanku. Mungkin aku/kamu, hanya sedang bercanda sebelumnya. Mempermainkan hati. Sepertinya, lagi-lagi aku akan larut dalam duka kehilangan.
Terima kasih, kamu.
Seseorang yang pernah mengisi semestaku dengan keberterimaan.
Terima kasih, kamu.
Seseorang yang akhirnya ragu dan membangun jurang yang tak terseberangi di antara hati kita.
Aku yang terlalu mudah memberikan rasa atau kamu memang hanya ajang coba-coba pada hatiku? Keterasingan yang menggoda ini, sungguh menyusahkan hatiku. Membuatku sesak. Maret kali ini menjadi Maret yang penuh haru sepertinya. Bagaimana tidak, ini bulan kelahiranku. Namun, menjadi bulan di mana aku dihantui rasa takut.
Katanya sayang, lantas di mana rasa sayangmu?
Pernyataan demi pernyataan yang ada dalam percakapan kita kemarin, apakah sudah mementahkan keyakinan hatimu? Melarutkan penyesalan padamu!
Menangis.
Terluka.
Itu yang aku kerjakan dan rasakan malam ini. Dan harapanku padamu memberikan jalan yang keliru.
Jujur, aku lebih memilih kembali ke masa di mana kamu belum memasuki kehidupanku. Aku sendiri tapi hatiku tidak terluka karena cinta, aku mendapat cinta, tapi cinta itu akhirnya terikat pada keraguan.
Tetapi tentang kamu. Kamu dan kehadiranmu di hidupku adalah perjalanan yang menghantarkanku pada titik kesadaran. Bahwa aku harus bahagia dulu dengan diriku sendiri, kemudian aku bisa menikmati bahagia bersama orang lain.
Dari awal memasuki kehidupanku, kamu sudah tahu keterbatasan yang ada padaku. Aku pun sebaliknya. Sekarang kamu sedang digelayutberati kebimbang raguan. Dan aku terima seperti apa nantinya keputusan kamu. Kini hanya sebuah kalimat, "aku minta maaf untuk sifatku". Itu yang kamu sampaikan . Dan aku hanya bisa mengatakan aku akan coba memaafkanmu.