Mohon tunggu...
Nurfadhilah
Nurfadhilah Mohon Tunggu... Konsultan - Beramal demi ridha Allah
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Seorang ibu rumah tangga dan pemerhati dunia Islam

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pengesahan Perppu Ormas: Bukti Semunya Demokrasi

13 November 2017   22:28 Diperbarui: 13 November 2017   23:13 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Perppu Ormas Nomor 2/2017 kini telah resmi menjadi UU dan menggantikan UU Nomor 17 Tahun 2013. Meskipun sebelumnya telah banyak aksi penolakan dari berbagai elemen masyarakat, namun Perppu ini tetap disahkan oleh DPR. Pengambilan keputusan pun cukup lambat karena terbelahnya sikap fraksi terhadap Perppu ini. Terdapat 3 peta kekuatan dalam pengambilan keputusan ini, diantaranya PDIP, Hanura, NasDem, dan Golkar yang menyetujui pengesahan Perppu ini. PKB, Demokrat, dan PPP yang menyetujui namun dengan catatan. Sementara Gerindra, PKS, dan PAN menolak dengan tegas Perppu ini (detikNews, 24/10).

Sidang ini dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon, dihadiri Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, dan anggota DPR RI. Sayangnya, terlihat banyak kursi kosong di ruang sidang (20DETIK, 24/10). Hanya ada 293 saja anggota DPR yang hadir ke paripurna dari 560 anggota pada awal sidang. Ketua DPR RI Setya Novanto, yang juga memimpin rapat paripurna terlambat datang. Saat memimpin rapat pun, ia tampak berkali-kali tertidur (Tribunnews.com, 24/10).

Ketika pengesahan Perppu Ormas ini dibahas dalam ruang sidang, aksi penolakan pun terus berlangsung di luar ruangan. Mereka adalah perwakilan Presidium Alumni 212 dan sejumlah organisasi kemasyarakatan yang ikut dalam aksi damai tolak Perppu Ormas. Salah satu peserta aksi mengungkapkan bahwa pihaknya tidak akan lelah memperjuangkan perlawanan terhadap Perppu yang mereka anggap membunuh hak kebebasan berekspresi dan berserikat (Tribunnews.com, 24/10). Seperti yang telah kita ketahui bersama bahwa Perppu ini mengatur soal ormas. Ormas yang dianggap radikal atau bertentangan dengan Pancasila dapat langsung dibubarkan tanpa melalui jalur pengadilan. Sejak Perppu ini diterbitkan oleh pemerintah, muncul banyak pertentangan, terutama dari ormas yang berbasis agama Islam.

Sungguh ironi, Perppu Ormas tetap disahkan meskipun rakyat menentangnya. Padahal, Indonesia bisa dikatakan sebagai negeri yang menganut paham Demokrasi. Bukankah dalam demokrasi, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat? Sebagaimana yang dikatakan oleh Abraham Lincoln bahwa demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Namun, dalam pengambilan keputusan Perppu ini, suara rakyat seolah terabaikan. Lantas, kepentingan dan aspirasi siapakah yang sebetulnya mereka perjuangkan? Mungkin kini konsep Demokrasi telah bergeser, bukan lagi rakyat yang mengambil peran, tapi pengusaha. Dari pengusaha, oleh pengusaha, untuk pengusaha. Sebab sangat terlihat bahwa yang terjadi saat ini adalah demokrasi transaksional bukan lagi secara rasional. Ini memungkinkan terjadinya proses tawar menawar demi mewujudkan kepentingannya meskipun jauh dari kebenaran dan keadilan.

Kini, pengambilan keputusan bukan lagi tentang benar atau salah, melainkan kelompok manakah yang lebih kuat dan berpengaruh. Suara rakyat menjadi lemah karena harus berhadapan dengan suara kepentingan, yaitu kepentingan partai dalam kekuasaan. Keseriusan dalam pengambilan keputusan pun dipertanyakan dengan minimnya anggota yang hadir, dan tertidurnya pimpinan rapat saat sidang sedang berlangsung. Bukankah anggota DPR itu digaji oleh rakyat untuk mewakili suara mereka?

Beberapa fenomena di atas, menunjukkan bahwa Demokrasi tak sepenuhnya terealisasi di negeri ini. Selalu ada pihak yang diuntungkan dan dirugikan. Sebab, pada hakikatnya, ketika manusia diberi kewenangan untuk menetapkan sebuah hukum, maka akan muncul banyak kecacatan di dalamnya karena akal mereka terbatas. Kedaulatan tertinggi hanyalah milik Allah SWT. Dia lah yang berhak untuk menetapkan hukum, sehingga akan terciptalah hukum yang adil bagi seluruh umat manusia. Allah yang Maha Sempurna lah yang paling mengetahui apa-apa yang terbaik bagi hamba-Nya. Allah telah menciptakan kita ke dunia ini, beserta aturan-aturan-Nya. Lantas, mengapa kita masih mengandalkan akal manusia yang terbatas untuk mengatur kehidupan ini?

Sudah amat jelas terlihat bahwa demokrasi bertentangan dengan Islam. Karena dalam Demokrasi, kedaulatan ada di tangan rakyat (hakikatnya pegusaha), sedangkan dalam Islam, kedaulatan ada di tangan hukum syara'. Hukum yang langsung berasal dari pencipta kita, Allah SWT bagi seluruh umat manusia, apapun agamanya. Maka, sudah saatnya kita mencampakkan demokrasi. Tidak mengemban dan menyebarkannya. Saatnya kita untuk berusaha hanya menerapkan aturan Allah. Wallahu'alam.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun