Mohon tunggu...
luqman hakim
luqman hakim Mohon Tunggu... Freelancer - Be Better

Be Better

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Before-After Covid-19

10 Juni 2020   12:00 Diperbarui: 10 Juni 2020   12:01 225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Gelombang kejut pandemi covid-19 baru mencapai Indonesia awal Maret 2020 meskipun diperkirakan kasus sudah lebih dulu terjadi. Beberapa waktu kemudian barulah serangkaian tes dilakukan untuk mendeteksi jangkitan virus Covid-19.

Sebelum kasus kematian pertama terjadi pro-kontra situasi covid-19 mewarnai jagat maya tentang masuknya virus ke Indonesia. Tiongkok sebagai negara pertama ditemui kasus Covid-19 di akhir tahun 2019 memiliki koneksi yang besar dengan Indonesia tetapi kasus pertama di Indonesia justru bukan dari negeri ini tetapi negeri seberangnya yaitu Jepang.

Respon terhadap gelombang kejut ini berbagai macam, ada yang menerapkan bekerja dari rumah, menerapkan protokol kesehatan, membatasi jam operasional, dan ada pula sampai meliburkan diri. 

Semuanya berjalan secara bertahap sesuai jumlah kasus di setiap wilayah hingga ada pemetaan dan zonasi infeksi Covid-19. Bahkan ada pula yang terus bertahan dengan penuh keyakinan tidak akan terkena dampak dari Covid-19 sama sekali.

Bermacam spekulasi muncul di tengah pandemi dan kesulitan memprediksi akhir masa pandemi karena kurangnya data pendukung. Kebijakan terbaru adalah menerapkan "new normal" sebagai wujud perdamaian dengan pandemi. Artinya akhir masa pandemi tidak akan dicari dan diprediksi lagi.

New Normal mulai diterapkan pada daerah-daerah teridentifikasi di dalam zona hijau pandemi Covid-19. Berbagai daerah juga mulai berbondong-bondong menganggap diri sebagai zona hijau.

Begitu pula daerah zona kuning dan merah juga semakin bergerak cepat memastikan diri terbebas dari kasus baru Covid-19. Sebenarnya ada apa dengan pemburuan ini? Apakah begitu gerah dengan work from home? Apakah begitu sulit berdiam sejenak?

Jawabannya pasti sebagai makhluk sosial dan dinamis memerlukan ruang untuk terus bergerak. Lantas apakah bijak dengan terburu-buru? Tentu harus dilihat dari banyak perspektif.

Kebijakan new normal tentu dapat juga dilihat sebagai pemaksaan. Keinginan untuk segera pulih dari pandemi ada di benak semua orang. Masa kurang lebih tiga bulan menghabiskan mayoritas pekerjaan di rumah membuat merindukan kembali dunia normal.

Pertumbuhan ekonomi dianggap melambat akibat dari tiadanya aktivitas ekonomi di pasar-pasar. Banyak juga rumah tangga menengah ke bawah yang semakin sulit memenuhi kebutuhan harian. Beserta berbagai keluhan selama pandemi berlangsung.

Setelah memaksa masa pandemi berakhir dengan "new normal", adaptasi kembali dengan kehidupan dengan situasi semula yaitu saat-saat kasus masih sedikit. Protokol dadakan dibuat agar kegiatan dapat segera berlangsung.

Bagaimana dengan permasalahan dunia kerja? lapangan kerja? jam kerja? pembayaran? tentu akan banyak penyesuaian. Penyesuaian seperti apakah yang akan diberlakukan oleh dunia usaha? 

Statement yang cenderung lucu terucap dari salah satu pembesar istana yaitu penambahan jam kerja dan optimalisasi jam kerja. Bagaimana tanggapan dunia usaha tentang pernyataan ini akan sangat menarik. Bukti kembali menggeliatnya dunia usaha terlihat dari iklan lowongan pekerjaan kembali meningkat.

Respon dari dunia usaha sekali lagi akan membuktikan pemerintahan seperti apa yang sedang dialami negeri besar ini. Berpenduduk besar dan berwilayah luas namun seakan serba kurang dari segi kemanusiaan dan keadilan. Jika new normal berhasil maka menaikkan citra penguasa dan akan menjadi bumerang jika sedikit meleset dari harapan khalayak.

Di balik semua kegetiran tadi, ada sekelumit kisah yang sulit diketahui perkembangannya yaitu geliat pasar online melalui perbagai platform mulai dari situs E-commerce hingga media sosial sebagai media promosi. Perhitungan pertumbuhan ekonomi melalui pasar ini patut dipertimbangkan karena boleh jadi pasar fisik tidak ada tetapi dari pasar online sebaliknya.

New economy yang berkembang setelah era komputer dan jaringan internet menghasilkan aktivitas invisible atau sering juga disebut dengan dunia virtual. Pergerakan arus informasi di dunia virtual diperkirakan meningkat berkali-kali lipat dari pada dunia nyata. Berjuta terabyte data terus berseliweran sebagai bukti aktifnya manusia di dunia virtual.

Sebenarnya kebijakan new normal bukan tentang siap tidak menjalankan tetapi tentang daya tahan. Kegiatan selama pandemi akan membuktikan seberapa mampu bertahan di new normal. Kesabaran untuk terus beradaptasi dalam segala kondisi akan membantu memudahkan dalam menghadapi new normal.

Paling tidak untuk pendukung setia new normal mampu membuktikan diri menghadapi situasi. Sebaliknya bagi yang menolak atau ragu-ragu tentu harus membuktikan diri konsisten di abnormal. Apalagi yang telah terlanjur nyaman dengan situasi pandemi tentu enggan keluar dari zona ini.

Bijak tidaknya keputusan yang diambil oleh pemerintah tentu bukan saja hasil dari buruknya pemerintah tetapi juga masyarakat itu sendiri. Kebiasaan bebal dan ngeyel patut sedikit dikurangi agar tidak menimbulkan situasi ruwet.

Bukan berarti juga pemerintah seenaknya membuat kebijakan yang hanya mempertimbangkan faktor bisnis apalagi kantong pemilik perusahaan besar saja. Pertimbangan dari segala entitas juga perlu didengar sehingga mematangkan keputusan yang diambil beserta skenario lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun