Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengenal Hari PPHAM dan Stigma yang Kerap Diterima oleh Perempuan Pembela HAM

30 November 2022   09:57 Diperbarui: 30 November 2022   10:10 422
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi sejumlah perempuan berdemonstrasi menyuarakan masalah-masalah kemanusiaan-photo by Max Ravier from pexels

Feminis tidak melulu perempuan karier. Ibu Rumah Tangga yang melek kesetaraan gender pun ada. Mereka bukannya benci pekerjaan domestik, melainkan benci ketika pekerjaan domestik disepelekan, dipandang sebelah mata dan dianggap sebagai pekerjaan perempuan semata. Lagipula, sejak kapan sih pekerjaan punya jenis kelamin?

Jadi feminis juga tidak perlu sampai menggadaikan keimanan. Mau jadi muslim, Kristen, Hindu atau penganut kepercayaan apapun sembari menjadi feminis pun bisa dan sah-sah saja.

4. Dipertanyakan soal agama dan keimananya

    "Anda muslim bukan?"

Pertanyaan ini kerap dilontarkan kepada mereka yang vokal dalam menyuarakan kesetaraan gender atau lebih luasnya tentang HAM.

Pasalnya, banyak yang menganggap bahwa HAM, termasuk di dalamnya kesetaraan gender merupakan produk budaya dan ideologi Barat sehingga bertentangan dengan agama dan budaya ketimuran.

Jika yang menyuarakan adalah perempuan berjilbab, si perempuan ini biasanya akan disuruh untuk menanggalkan jilbabnya. Seolah mengisyaratkan bahwa isu tersebut tidak pantas dibawakan oleh seorang muslimah (berjilbab).

Saya yang bukan aktivis gender, bukan pekerja HAM, yang cuma pemerhati isu gender kelas umbi-umbian saja pernah kena semprot seseorang yang saya kenal gara-gara tulisan-tulisan saya di Kompasiana tentang kesetaraan gender. 

Masih mending kalau dia menyajikan argumen tandingan yang masuk akal. Yang ada malah saya diceramahi panjang kali lebar.

Wasana Kata

Sebagaimana yang saya tulis dalam artikel tertanggal 25 November lalu (klik di sini), bukan hanya perempuan korban kekerasan saja yang kerap mendapat olok-olok, ancaman dan intimidasi dari pihak lain. 

Perempuan-perempuan pembela yang berada dalam satu barisan dengan korban, perempuan-perempuan yang melakukan kerja-kerja HAM, juga menghadapi risiko dan tantangannya masing-masing.

Saya tidak membantah bahwa pandangan dan sikap para aktivis gender kadang memang kontroversial, terutama bagi kelompok yang masih memegang erat norma sosial, budaya dan agamanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun