Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

5 Tipe Pengemudi Tidak Cerdas Berlalu Lintas yang Sering Ditemukan di Jalan Raya

7 November 2022   12:18 Diperbarui: 13 November 2022   01:00 1226
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi mengemudikan kendaraan di jalan raya-photo by Wallace Chuck from pexels

Jalan raya adalah fasilitas umum, di mana berbagai jenis dan karakter manusia berlalu lalang untuk memenuhi kepentingan masing-masing. 

Jalan raya bisa menjadi laboratorium sosial yang unik dan menarik. Bisa juga menjadi saksi bisu atas terjadinya suatu tragedi. 

Mengutip dari nasional.tempo.co, saat pembukaan event Forum Polantas ASEAN 2017 bertajuk Kerja Sama Global untuk Menciptakan Keselamatan Berlalu Lintas di Negara-Negara ASEAN pada 2017 lalu.

Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengungkapkan tingkat kecelakaan lalu lintas di Indonesia termasuk tinggi di kawasan Asia Tenggara. Jumlah korban kecelakaan pun lebih tinggi dari jumlah korban akibat terorisme, bencana tsunami dan bencana banjir. 

Sementara itu, data Kepolisian Republik Indonesia mencatat bahwa di Indonesia, rata-rata 3 orang meninggal setiap jam akibat kecelakaan jalanan. Sebagian besar atau sebanyak 61% disebabkan oleh faktor manusia, yaitu terkait dengan kemampuan dan karakter pengemudi. 

Masalahnya bukan pada pengemudi yang tidak bisa mengemudikan kendaraannya, melainkan pada etika berlalu lintas sebagian besar masyarakat Indonesia yang naudzubillah. 

Kelakuan mereka kadang bikin saya bertanya-tanya apa hukumnya menempeleng orang yang menganggap jalan raya macam tanah milik bapaknya. 

Nah, daripada mukadimah ini makin ngelantur kemana-mana, mending langsung ke intinya, yaitu tentang tipe-tipe pengemudi yang tidak cerdas berlalu lintas yang sering ditemukan di jalan raya. 

1. Berkendara secara ugal-ugalan

Pengemudi bodoh tipe ini memperlakukan jalan raya macam arena balap. 

Kendaraan digeber dengan kecepatan tinggi. Meliuk-meliuk, nyasak-nyasak di antara dua kendaraan yang lebih besar pula. Pokoknya ngeri deh!

Dipikir kebut-kebutan di jalan raya begitu keren kali, ya. Giliran nyenggol kendaraan pengemudi lain, menabrak pejalan kaki atau orang menyebrang jalan dan diminta bertanggung jawab langsung kicep. Lalu kabur untuk menyelamatkan diri.

Sudah ugal-ugalan, membahayakan keselamatan orang lain, diminta bertanggung jawab pun kabur. Dasar pengemudi aswjklsldsk! 

2. Berhenti di lajur kiri lampu merah

contoh rambu belok kiri jalan terus-sumber gambar: kompasiana diunduh dari kompas.com
contoh rambu belok kiri jalan terus-sumber gambar: kompasiana diunduh dari kompas.com

Pada UU No.22 Tahun 2009 Pasal 112 ayat 3 memang dijelaskan bahwa pengemudi dilarang langsung belok kiri di persimpangan jalan yang dilengkapi Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL), kecuali ditentukan lain oleh rambu lalu lintas atau APILL.

Pengecualian itu misalnya berupa plang berwarna biru yang bertuliskan "Belok Kiri Jalan Terus" atau lampu tanda panah ke kiri berwarna hijau. Jika tidak ada rambu atau tanda tersebut, berarti harus tunggu sampai lampu hijau menyala. Begitu kan seharusnya?

Di Yogyakarta, Anda bisa menemukan rambu seperti ini misalnya di perempatan Pingit, tepatnya di Jalan Diponegoro (yang mau ke arah selatan atau Jalan Tentara Pelajar)  dan Jalan Kyai Mojo (yang mau ke arah utara atau Jalan Magelang).

Entah betulan paham atau pura-pura tidak paham, kadang saya menemukan pengemudi yang dengan sengaja berhenti di lajur kiri sehingga menghalangi pengemudi lain yang akan belok. Padahal sudah jelas ada rambu belok kiri jalan terus.

Mana lampu merah perempatan Pingit ini--yang ketika lalu lintas normal saja-- lamanya kayak tiga kali siklus kehidupan. Apalagi kalau macet. Akhirnya lalu lintas jadi makin ruwet dan berisik karena koor klakson yang sahut-menyahut. 

3. Berkendara sambil mengobrol 

Jika dilakukan di jalan kampung yang relatif sepi, risikonya mungkin lebih kecil. Namun, melakukannya di jalan raya yang lalu lintasnya lebih ramai adalah suatu kebodohan dan kecerobohan yang bisa mengundang bahaya.

Maksud saya disini bukan mengobrol dengan penumpang di boncengan motor atau di kursi sebelah/belakang pengemudi mobil, ya. Yang saya maksud adalah dua orang pengemudi motor biasanya, berjalan berdampingan dan mengobrol di jalan raya. 

Melakukan hal ini dapat mengurangi fokus berkendara sehingga berpotensi membahayakan keselamatan diri dan orang lain. 

4. Tidak memberi tanda (menyalakan lampu sein) ketika akan belok atau pindah jalur

Fungsi lampu sein pada kendaraan bermotor adalah sebagai penanda ketika akan belok kanan/kiri atau ketika pengemudi hendak pindah jalur. 

Penggunaan lampu sein secara tepat merupakan bagian dari keselamatan berkendara yang wajib dipahami dan dilaksanakan oleh setiap pengemudi.

Lampu sein kiri berarti belok kiri. Lampu sein kanan berarti belok kanan. 

Jangan kayak emak-emak lampu sein kiri belok kanan atau sebaliknya. Giliran ketabrak, sini yang dilabrak. #MaafBuatyangMerasaEmak-Emak.

Kadang saya juga temukan pengemudi yang belok asal belok, nyebrang asal nyebrang, tanpa memberi tanda pada pengemudi lain di belakangnya. Ini pun sama berbahayanya dengan emak-emak lampu sein kiri belok kanan.

5. Berkendara di trotoar

Trotoar adalah hak pejalan kaki. Sayangnya, selain sering diserobot oleh pedagang kaki lima, trotoar juga sering dipakai lewat pengemudi motor nir etika dan empati. 

Biasanya hal itu dilakukan sebagai solusi ketika sudah tidak sabar menghadapi macet demi cepat sampai di tempat tujuan.

Tiba-tiba saya jadi ingat sebuah riset dari Universitas Stanford tahun 2017 tentang kebiasaan jalan kaki masyarakat di berbagai negara. Riset itu menunjukkan kalau orang Indonesia adalah yang paling malas jalan kaki.

Meski penelitian tersebut banyak dikritik oleh masyarakat kita karena dinilai bias, setidaknya penelitian ini bisa dijawab dengan alasan bahwa hak masyarakat Indonesia sebagai pejalan kaki dilanggar--salah satunya--oleh pengemudi bodoh yang suka numpang lewat di trotoar. 

Penutup

Soal mengemudikan kendaraan itu mudah. Yang sulit itu etikanya. Pengemudi yang kemampuan mengemudi dan etika berlalu lintasnya sama baiknya, adalah pengemudi yang cerdas. Dan pengemudi yang cerdas mampu menjaga keselamatan dirinya sendiri dan orang lain.

Semoga kita bukan bagian dari jenis pengemudi seperti yang saya sebutkan di atas.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun