Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Seabad Lalu [Memperingati 100 Tahun Chairil Anwar]

4 Agustus 2022   10:50 Diperbarui: 4 Agustus 2022   11:08 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
photo by Wallace Chuck from pexels

Seabad lalu, ketika sang penyair lahir
menghirup udara di luar rahim untuk pertama kali
Masa hidupnya yang singkat
Belum lagi kepala tiga
sedangkan sejumlah penyakit menggerogoti tubuhnya

Tapi tidak dengan jiwanya
yang menyimpan api pemberontakan
yang melahirkan kata-kata
tentang cinta yang tak berbalas
tentang orang-orang yang tersisih dari kehidupan
tentang perjuangan yang tak kenal lelah
tentang kemesraan yang transendental dalam suatu doa

Bahkan sajak tentang kematian
seolah ia alamatkan kepada dirinya yang mati muda, "Hidup hanya menunda kekalahan"

Seabad lalu, ketika sang penyair lahir
mungkin tak pernah terpikir
bahwa di kehidupannya ia akan bersikeras untuk hidup seribu tahun lagi

Dan kita sama tahu, ia telah membuktikannya hingga hari ini

04/08/2022

***

Chairil Anwar yang lahir pada 26 Juli 1922 adalah penyair pelopor Angkatan '45 sekaligus puisi modern Indonesia. Semasa hidupnya, ia diperkirakan telah menulis 96 karya, termasuk 70 puisi.

Puisi-puisinya antara lain bertema individualisme ("Aku"), eksistensialisme, nasionalisme ("Karawang-Bekasi", "Persetujuan dengan Bung Karno", "Diponegoro"), kemiskinan ("Kepada Peminta-minta"), kematian ("Nisan"), ketuhanan ("Doa") hingga cinta ("Senja di Pelabuhan Kecil"). 

Puisi-puisi Chairil Anwar yang revolusioner, baik dari segi bentuk maupun isi, sejatinya merupakan kritik atas Angkatan Pujangga Baru. Jiwa pemberontak yang tercermin dalam puisi-puisinya sekaligus mendobrak kebebasan berpikir yang terkekang oleh kekuasaan Jepang pada saat itu. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun