Mohon tunggu...
Luna Septalisa
Luna Septalisa Mohon Tunggu... Administrasi - Pembelajar Seumur Hidup

Nomine Best in Opinion 2021 dan 2022 | Penulis amatir yang tertarik pada isu sosial-budaya, lingkungan dan gender | Kontak : lunasepta@yahoo.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

7 Tips Mengatasi Kecemasan agar Tidak Berubah Menjadi Gangguan Kecemasan

11 Juli 2021   08:57 Diperbarui: 29 Maret 2022   01:17 519
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi kecemasan | photo by Kat Jayne from pexels

Pandemi masih jauh dari kata usai. Bahkan akhir-akhir ini berita tentang lonjakan kasus harian Covid-19 terus mencatatkan rekor baru. Kabar-kabar duka juga semakin sering mampir di media-media maupun obrolan grup-grup WhatsApp.

Pandemi tidak hanya memporak-porandakan sistem kesehatan, tapi juga perekonomian dan kehidupan sosial. Banyak orang harus kehilangan pekerjaan, penghasilan menurun, sementara pengeluaran untuk kebutuhan sehari-hari tetap jalan. 

Kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak orang juga dibatasi bahkan ditiadakan untuk sementara waktu. Rasanya kita semua rindu akan masa-masa di mana kita bisa pergi ke mana saja dan melakukan aktivitas apa saja tanpa harus takut tertular virus mematikan.

Semua hal ini tentu membuat kita panik, takut, cemas dan stres. Saya pun beberapa kali merasakan hal tersebut. Seolah-olah kematian menjadi lebih dekat dan cepat. 

Ya, saya tahu kematian adalah hal yang pasti dialami oleh semua yang bernyawa. Tapi rasanya belum pernah saya merasa secemas dan setakut seperti sekarang ini.

Hasil survey yang dirilis oleh surveyMETER pada akhir Mei 2020 lalu terhadap 3.533 responden yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia menunjukkan sebanyak 55% responden mengalami gangguan kecemasan (bervariasi dari kategori ringan, sedang hingga berat) dan 58% responden mengalami gangguan depresi selama pandemi Covid-19.

Adapun kelompok yang lebih rentan mengalami gangguan kecemasan adalah perempuan, penduduk usia muda dan produktif, masyarakat yang kehilangan pekerjaan dan mereka yang tinggal di provinsi dengan kasus Covid-19 tertinggi (waktu itu 5 provinsi dengan kasus Covid-19 tertinggi adalah DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan). Laporan selengkapnya dapat dibaca di sini.

Pada dasarnya perasaan cemas adalah hal yang normal terjadi saat seseorang menghadapi situasi atau mendengar berita yang menimbulkan rasa takut atau khawatir. Namun kecemasan dapat membahayakan jika berubah menjadi gangguan kecemasan (anxiety disorder).

Memang apa bedanya kecemasan (anxiety) dan gangguan kecemasan (anxiety disorder)?

Kecemasan (anxiety) memiliki penyebab atau pemicu yang jelas, seperti presentasi di depan orang banyak, wawancara kerja, diuji oleh dosen killer saat sidang skripsi, mendengar kabar orangtua masuk rumah sakit dan sebagainya.

Kecemasan hanya berlangsung beberapa saat dan akan reda atau hilang saat kita berhasil melakukan sesuatu sebagai solusi untuk mengatasi pemicu kecemasan tersebut. Misalnya, kita cemas karena penguji skripsi kita adalah dosen killer. Kita cemas karena takut tidak lulus. 

Untuk mengatasi kecemasan, kita akan belajar mendalami skripsi tersebut supaya saat sidang tidak tampil memalukan. Ternyata saat hari-H kita bisa melewatinya dengan baik dan lulus walaupun tetap deg deg ser juga.

Sementara pada gangguan kecemasan (anxiety disorder) penyebab atau pemicunya tidak jelas. Artinya seseorang bisa secara tiba-tiba dan tanpa sebab yang jelas merasa cemas berlebihan. Hal itu dapat terjadi berkali-kali dan intens (bukan yang hanya sesaat seperti pada kecemasan biasa) sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

Seseorang dengan gangguan kecemasan juga bisa mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan orang lain, seperti yang terjadi pada pengidap gangguan kecemasan sosial (social anxiety disorder) dan PTSD (Post Traumatic Stress Disorder).

Tips Mengatasi Kecemasan Berlebih di Kala Pandemi

Kesehatan mental di masa pandemi menjadi penting untuk diperhatikan, begitu pula dengan kesehatan fisik. Bahkan telah banyak penelitian dan artikel yang menyatakan bahwa kesehatan mental punya pengaruh signifikan terhadap kesehatan fisik.

Kecemasan yang tidak tertangani dengan baik dapat menyebabkan stres dan depresi. Yang lebih parah jika sampai berubah menjadi gangguan kecemasan dan menimbulkan perasaan ingin bunuh diri.

Lalu, bagaimana cara mengatasi kecemasan berlebih agar tidak berlarut-larut dan berubah menjadi gangguan kecemasan?

Pertama, batasi diri dari paparan informasi yang membuat cemas dan takut
Alih-alih mendengarkan berita dan mencari tahu lebih lanjut tentang penambahan kasus Covid-19 dan sebangsanya, lebih baik mencari informasi-informasi bermanfaat seperti cara meningkatkan imunitas tubuh, tips menjalankan WFH tanpa stres, rekomendasi buku dan series yang cocok untuk menemani masa-masa #stayathome dan sebagainya. Hindari juga mengonsumsi berita hoax yang sumbernya tidak jelas.

Kedua, melakukan aktivitas fisik atau olahraga secara teratur

ilustrasi berlari di treadmill | photo by William Choquette from pexels
ilustrasi berlari di treadmill | photo by William Choquette from pexels
Sudah banyak artikel dan penelitian yang membahas manfaat olahraga bagi kesehatan, seperti mencegah penyakit jantung dan stroke, mengendalikan kadar gula darah, menstabilkan tekanan darah, menjaga berat badan tetap ideal, memperbaiki suasana hati dan menghilangkan stres. 

Secara umum, kita disarankan untuk berolahraga 30 menit per hari. Waktu 30 menit ini juga dapat dibagi menjadi dua sesi, yaitu pagi 15 menit dan sore 15 menit.

Ketiga, melakukan hobi

ilustrasi melakukan hobi bermain gitar untuk mengatasi stres dan kecemasan | photo by Joseph Humphrey from pexels
ilustrasi melakukan hobi bermain gitar untuk mengatasi stres dan kecemasan | photo by Joseph Humphrey from pexels

Jika biasanya kita tidak banyak memiliki waktu untuk melakukan hobi karena kesibukan, mungkin ini adalah kesempatan yang baik. 

Kita juga bisa memanfaatkan kesempatan untuk menyelesaikan buku yang belum selesai dibaca atau menulis di "rumah bersama" Kompasiana.

Keempat, tetap berkomunikasi dengan keluarga dan teman

ilustrasi video call | photo by Edward Jenner from pexels
ilustrasi video call | photo by Edward Jenner from pexels

Pandemi Covid-19 memang membuat kita tidak bisa mengadakan kumpul-kumpul sebebas sebelumnya. 

Beruntunglah kita hidup di zaman perkembangan teknologi komunikasi sudah canggih sehingga tidak sulit untuk tetap menjalin silaturahmi dengan keluarga dan teman-teman.

Kelima, banyak bersyukur dan berpikir positif
Kesehatan adalah suatu kemewahan di tengah pandemi yang semakin menggila. Beruntunglah kita yang hingga detik ini tidak tersentuh Covid-19. 

Bersyukurlah kita yang hingga detik ini masih diberi kesempatan hidup oleh Tuhan. Berterima kasihlah pada-Nya atas kesempatan tobat dan berbuat kebaikan yang masih bisa kita nikmati sekarang.

Keenam, berdoa
Sebagai umat beragama kita meyakini bahwa segala kejadian adalah kehendak Tuhan. Berdoa adalah cara untuk memperoleh ketenangan batin sekaligus tanda bahwa kita selalu butuh pertolongan dan perlindungan-Nya dalam menjalani kehidupan ini.

Ketujuh, jika seluruh cara di atas tidak berhasil meredakan kecemasan bahkan mulai berdampak buruk pada keseharian Anda, sebaiknya Anda menghubungi psikolog atau psikiater untuk memperoleh penanganan yang tepat

Pandemi masih ada di sekitar kita. Virus mematikan itu terus bermutasi demi bisa bertahan hidup. Wajar jika kemudian kita merasa cemas. Namun jangan sampai kecemasan itu menguasai kita dan membuat kita putus asa.

Stay safe, stay healthy.

Semoga bermanfaat

Referensi : 1, 2

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun