Mohon tunggu...
Luluk Marifa
Luluk Marifa Mohon Tunggu... Penulis - Read, read and read. than write, write and write.

Menulislah, hingga kau lupa caranya menyerah dan pasrah.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Tak Cukup dengan Sekali Ucapan Terima Kasih

4 November 2022   14:17 Diperbarui: 4 November 2022   14:22 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sinar mentari menyengat kulit manakala kaki kiriku melangkah keluar dari teras sempit yang dipenuhi dengan jejeran pot bunga milik Ibu kos yang kutinggali. Setelah lebih dari sebulan libur, menikmatinya dengan kembali kehabitat asal, Desa tercinta yang berjarak belasan jam perjalanan darat dari ibu kota provinsi, tempatku merantau menuntut ilmu. Siang ini adalah jadwal seminar yang telah menjadi perbincangan hangat oleh mahasiswa yang duduk-duduk di koridor kelas pun hangatnya  mengepul bersama dengan uap panas kuah bakso dan pedasnya sambal ayam geprek, turut memberi warna kantin yang tak berwarna itu. 

"Kak Ersa ya?"

Aku mengangguk. Dulu, Mamak berpesan ketika hendak berangkat pergi merantau, jangan merepotkan orang lain, jangan biarkan orang lain menunggu, disiplin tepat waktu, itulah kata yang masih kuingat. Sehingga setelah siap aku keluar dan menunggu kurang lebih tiga menit hingga ojek online yang kupesan dari aplikasi itu datang dihadapan. Bukahkah sungguh mudah kehidupan jaman sekarang, semua serba online, pesan ini itu, klik-klik dan dapat dipastikan sampai di depan pintu dengan selamat, setelahnya bahagia akan memuncaki posisinya.

"Kalau kuliah dikampus B kenapa ndak kos di sekitaran sana kak?"

Wah, kepo juga ini Mamang. Tapi memang tidak ada yang salah dengan pertanyaan tersebut terlepas dari sebagian orang menyebutnya dengan kepo, ingin tau urusan orang, banyak tanya. Bukankah setiap orang punya cara untuk menikmati hidupnya, mengajak berbincang pelanggannya. Maka, baiklah akan aku jelaskan jika aku hanya ada urusan di kampus B untuk hari ini saja, untuk menghadiri salah satu acara webinar yang mana salah satu pembicaranya adalah aku sendiri, setelah mengikuti kelas menulis artikel beberapa bulan yang lalu. Puncaknya hari ini adalah jadwal diadakannya webinar yang diprakarsai oleh Pak Dekan Fakultas. Sebagai mahasiswi semester tua yang hanya merasakan bangku kampus saat semester satu dan dua setelahnya pandemi melanda mengharuskan perkuliahan diungsikan pada aplikasi online  dan semua menjadi serba online saat itu juga, kampus libur, sepi, seperti kampus mati, suram.

Hingga kurang lebih dua tahun setelah pandemi mereda pengumuman demi pengumunan menyiarkan kabar bahwa perlahan semua akan dikembalikan seperti sediakala. Dimulai dari percobaan hanya seperempat, seperuh hingga dapat sepenuhnya tumpah, berangkat ke kampus berkerumun, bergerombol dari sudut kesudut, ramai kembali menjadi rutunitas yang tak henti silih berganti melingkupi tempat pendidikan itu.

Nyatanya setelah menginjakkan kaki kembali ke kampus biru ini rasanya seperti kembali menjadi maba (mahasiswa baru), padahal dalamnya mahasiswa lama yang sudah dituntut dengan pengajuan judul skripsi dan penelitian-penelitian akhir, waktu berjalan begitu amat cepat.

"Turun di mana Kak?"

Pertanyaan Mamang tadi menghentikan lamunanku, memang jika naik kendaraan enaknya memang melamun, menghanyal, menghalu. Aku menatap gedung-gedung bertingkat yang berjejer, ada hampir sepuluh gedung dengan tinggi yang bervariasi terpisah jarak yang lumayan dari satu gedung kegedung yang lain, lapangan dengan papinblok yang luas dan terlihat bersih, aku menngeluh pelan, aku hanya pernah sekali ke kampus B, saat pemberangkatan KKN dua bulan yang lalu. itupun hanya sampai lapangan depan tempat dimana mobil-mobil bis yang akan menghantar 2000 lebih anggota KKN itu berjejer rapi. maka aku memutuskan untuk tak mau merepotkan Mamang ojek dengan memintanya menurunkanku segera. 

"Turun di jembatan itu aja mang."

Mamang itu terlihat ragu jika harus menurunkanku di jembatan yang lumayan jauh dari gedung-gedung yang mengelilinginya, atau memang beliau tidak tega jika harus membiarkanku yang kurus nan kecil ini berjalan jauh untuk sampai salah satu gedung itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun