Mohon tunggu...
Andreas Lucky Lukwira
Andreas Lucky Lukwira Mohon Tunggu... wiraswasta -

mantan ketua angkatan, mantan kasir, mantan calo tiket sepakbola, mantan reporter tabloid kecantikan, mantan kernet Mayasari, mantan kordinator operasi bis malam....sekarang calo bis pariwisata plus EO tour kecil2an pengasuh akun @NaikUmum

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Catur, Tak Layak Menjadi Korban!

4 September 2017   16:33 Diperbarui: 7 September 2017   12:52 3039
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendukung Indonesia meneriaki yel-yel pada semi final putaran pertama AFF Suzuki Cup 2016 di Stadion Pakansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (3/12/2016). Indonesia memang atas Vietnam dengan skor 2-1.(KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG)

Ini tentunya merupakan aturan baku pada semua pertandingan sepakbola, terutama yang masuk agenda resmi FIFA (FIFA loh ya, bukan VIVA atau aturan nyeleneh sepakbola nasional lain).

Perdebatan soal petasan atau suar/flare sendiri masih ramai. Banyak yang menganggap suar sebagai bentuk kreasi suporter. Ini merupakan bentuk kefrustasian kreasi. Dimana sebenarnya kreatifitas suporter bisa dalam bentuk yang lebih "manusiawi". Misalnya saat Aremania dilarang pakai atribut (2008-2009), mereka memakai pakaian unik saat menonton. Syal? Diganti sarung atau bendera merah putih.

Hasilnya? Ga kalah keren dari suar

Pendukung Indonesia meneriaki yel-yel pada semi final putaran pertama AFF Suzuki Cup 2016 di Stadion Pakansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (3/12/2016). Indonesia memang atas Vietnam dengan skor 2-1.(KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG)
Pendukung Indonesia meneriaki yel-yel pada semi final putaran pertama AFF Suzuki Cup 2016 di Stadion Pakansari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (3/12/2016). Indonesia memang atas Vietnam dengan skor 2-1.(KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG)
Maka anggapan petasan/suar sebagai bentuk kreatifitas menunjukan bahwa pihak tersebut sudah dalam kebuntuan kreatifitas. 

Di negara lain sendiri korban suar tidak sedikit. 1992 Guillem Lazaro (13 tahun) tewas karena dadanya terkena suar di Barcelona, 1993 John Hill (67 tahun) tewas karena suar di Wales, dan 2013 seorang remaja Brazil juga menjadi korban suar (sumber). Oke soal aturan, kita bahas implementasi di lapangan dari sisi pengamanan.

Pengamanan sepakbola di Indonesia sebenarnya sudah sangat ketat, namun soal efektivitas kurang. Kepolisian dan tentara memang berlapis, belum dari jasa pengamanan yang disewa panpel.

Namun keketatan tersebut masih memiliki celah. Bagaimana tidak, fokus utama mereka masih ke botol air minum (yang biasanya dijadikan "amunisi" suporter menyerang kelompok suporter lain atau aparat).

Bahkan yang ga kalah menggelikan, pada final PIala Presiden 2017 lalu di Pakansari, penulis melihat sendiri petugas keamanan lebih mengutamakan mencopot semua gesper penonton ketimbang body checkingyang efekti. Ironisnya, gesper yang dicopot tidak dijaga sehingga penulis dan banyak penonton lain kehilangan gesper2 tersebut saat pertandingan usai.

Body Checking ga efektif?

Ya. Karena jarang sekali ada pemeriksaan yang benar-benar serius, apalagi adanya X-ray yang bisa melihat barang bawaan penonton secara jelas meski tersembunyi.

Petugas yang memeriksa pun tidak ada yang berasal dari polwan/perempuan. Ini tentu menjadi celah dimana sangat mungkin suar dan benda-benda terlarang lainnya disembunyikan di bagian vital penonton perempuan. Modus ini pernah terungkap oleh panpel salah satu klub besar di Indonesia, sehingga penggunaan Polwan penting

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun