Banten merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia letaknya ada di pulau Jawa bagian barat. Banten merupakan bekas wilayah kerajaan Islam yang pernah berjaya pada abad 16 M – 17 M, dipimpin oleh Sultan Maulana Hasanudin yang merupakan putra dari Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Djati.
Kesultanan Banten merupakan salah satu Kesultanan yang memiliki sejarah yang sangat Panjang terutama pada masa ketika zaman kejayaannya, Banten menjadi salah satu kerajan yang paling berpengaruh terutama ketika Kesultanan Banten dipimpin oleh Sultan Maulana Yusuf dan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten menjadi pusat perdagangan dan memiliki pelabuhan internasional yaitu pelabuhan karangantu yang banyak di kunjungi oleh para pendatang yang ada di penjuru dunia.
Semenjak Kesultanan Banten hadir banyak teragedi dan peristiwa sejarah yang sampai saat ini menjadi pusat perhatian. Terutama ketika wilayah kerajaan Banten sudah mulai di dominasi oleh pemerintah kolonial. Perlawanan yang dilakukan oleh Banten tak pernah ada henti-hentinya, salah satu perlawanan yang sangat merugikan pemerintah kolonial ialah ketika Sultan Ageng Tirtaya dengan gagah berani menyerang pertahan VOC di Batavia. Bukan hanya itu perlawanan rakyat Banten masih terus berlanjut sampai Indonesia mencapai kemerdekaanya.
Perlawanan rakyat Banten yang tiada hentinya membuat daerah Banten menjadi salah satu daerah yang paling sering terjadi kekacauan karena maraknya gerakan perlawanan rakyat kepada penjajah. Salah satu perlawanan yang menjadi peristiwa sejarah ialah yang terjadi pada tahun 1888.
Teragedi yang terjadi pada tahun 1888 menjadi salah satu bukti bahwa rakyat sudah tak tahan akan pemerintahan kolonial yang semena-mena dan jelas menindas pribumi, oleh karena itulah terjadinya banyak perlawanan oleh rakyat Banten.
Perlawanan yang terjadi pada tahun 1888 ternyata disebabkan oleh rakyat yang menderita dan merasa tertindas akan kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kolonial. Terjadinya perlawanan pada tahun 1888 tentunya tak lepas dari peran para ulama yang memang pada tahun 1888 ulama lah yang menjadi pemimpin perlawanan dan menggerakan rakyat untuk jihad melawan Belanda. Salah satu ulama yang sangat berpengaruh pada peristiwa 1888 di Banten ialah K.H Wasyid yang langsung turun tangan untuk memimpin penyerangan terhadap Belanda.
K.H Wasyid merupakan salah satu tokoh ulama yang ketika itu sangat memiliki pengaruh besar terutama dikalangan ulama dan rakyat. Tak heran jika K.H Wasyid mampu untuk menggerakan rakyat agar ikut dalam perlawanan. Langkah gerak yang dilakukan oleh K.H Wasyid pun tak sia-sia, propaganda yang dilakukanpun terbilang berhasil karena menadpat dukungan penuh dikalangan ulama dan rakyat, bahkan dukungan tetap ia cari sampai ke luar daerah Banten. [3]
Peran yang dilakukan oleh K.H Wasyid dalam perlawanan rakyat Banten pada tahun 1888 sangatlah besar. Maka dari itu perlunya dilakukan penelitian mengenai “Peran K.H Wasyid Dalam Perlawanan Rakyat Banten Pada Tahun 1888’. Karena masih belum banyak yang tahu siapa sebenranya sosok K.H Wasyid yang sangat berani dalam melawan pemerintahan kolonial dan masih banyak juga yang belum mengetahui akan kepemimpin beliau ketika menggerakan rakyat Banten untuk berperang secara terang-terangan melawan Belanda.
K.H Wasyid yang merupakan ulama sekaligus pejuang dalam melawan penjajah memiliki nama asli Wasyid bin Muhammad Abbas. Ia lahir pada tahun 1843 di kampung Delingseng Ciwandan yang terletak di Cilegon Banten.
K.H Wasyid merupakan putra dari pasangan Kiai Muhammad Abbas sebagai ayahnya dan Nyai Johariah sebagai ibu, K.H Wasyid merupkan keturunan dari para pejuang Banten, jika di tarik dari keturunan ia merupakan salah satu keturunan dari Ki Mas Jong yang pernah menjadi tangan kanan dari Perabu Pucuk Umun yang ketika itu menjadi raja dari kerajaan sunda.
Akan tetapi ketika Prabu Pucuk Umun kalah dalam berperang melawan Sultan Maulana Hasanudin, Ki Mas Jong lalu masuk kedalam agama Islam dan menjadi penfikut setia Sultan Maulana Hasanudin yang merupakan raja dari Kesultanan Banten. Jika di lihat dari silisilah K.H Wasyid yaitu Ki Wasyid bin Ki Abbas bin Ki Qoshdu bin Ki Jauhari bin Ki Mas Jong.
K.H Wasyid yang merupakan pejuang tahun 1888 juga tak lepas dari sosok seorang ayah yang juga pejuang. Ayah dari K.H Wasyid yaitu Ki Abbas juga ikut berperan penting dalam melawan penjajah, Ki Abbas yang merupakan ayah dari K.H Wasyid ternyata ikut dalam pemberontakan Wakhia atau Perang Gudang Batu yang terjadi tahun 1850. Ketika itu K.H Wasyid yang masih beliau hidup dalam pengasingan Bersama keluarganya dikarenakan ayahnya sering mengajak keluarganya untuk berpindah-pindah agar terhindar dari kejaraan para tantara Belanda.
K.H Wasyid tumbuh besar dilingkungan pesantren selain belajar agama di lingkungan keluarganya. Ia juga pernah pergi ke Timur Tengah dalam rangka menuntut ilmu agama, selain menuntut ilmu di luar negri K.H Wasyid juga pernah menuntut ilmu diberbagai pesantren yang ada di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan di Jawa Barat.
Ketika K.H Wasyid sudah menginjak usia dewasa ia pegi berguru kepada Syekh Nawawi Al-Bantani yang ketika itu sedang berada di Mekah. K.H Wasyid hadir sebagai pribadi yang pemberani dan juga sangat bersemangat dalam melawan penjajah, hal itu juga dipengaruhi oleh salah satu sosok gurunya yang juga pejuang yaitu K.H Wakhia yang pernah memimpin Perang Gudang Batu pada tahun 1850.
Setelah K.H Wasyid menimba ilmu diberbagai pesantren dan banyak guru, akhirnya beliau mendedikasikan hidupnya untuk masyarakat. Selian dari pada berdakwah beliau juga menjadi seorang guru. K.H Wasyid merupakan salah satu sosok ulama yang sering sekali mengajarkan rasa nasionalime kepada masyarakat yang belajar kepadanya. Ia juga salah satu sosok kiai yang bersemangat dalam menentang penjajah mesikupun pada akhirnya K.H Wasyid gugur dalam perjuangan pada tahun 30 Juli 1888 akan tetapi semangat perlawaannya masih ada dan menjadi motivasi bagi rakyat Banten untuk terbebas dari belenggu penindasan penjajah.
Bahkan saat ini langkah kepahlawanan yang di lakukan K.H Wasyid dalam melawan penjajah diabadikan dalam tugu perjuangan “Geger Cilegon 1888”. Tergampar pada patung K.H Wasyid pada tugu tersebut yang sedang memimpin perang.
Berikut gambar tugu Geger Cilegon 1888. Peristiwa perlawanan rakyat Banten yang terjadi pada tahun 1888 juga disebut peristiwa “Geger Cilegon” dan “Pemberontakan Petani Banten”. Peristiwa tersebut merupakan peristiwa sejarah yang sangat berbekas bagi rakyat Banten meskipun dalam perjuanganya mengalami kekalahan dan mampu diredam oleh pemerintahan kolonial. Perlu diketahui adanya perlawanan yang dilakukan oleh rakyat Banten terhadap penjejah bukan tanpa dasar melainkan ada beberapa faktor yang memang mendasari semua itu terjadi.
Perlawanan yang dilakukan rakyat Banten dipicu karena kesewenangan-wenangan pemerintah Hindia Belanda terutama dalam menenutukan kebijakan Ekonomi. Pemerintah Hindia Belanda hanya memeras rakyat dan mengambil keuntungan besar melalui pajak dari hasil panen rakyat tanpa belas kasihan dan tanpa melihat kesejahteraan rakyat. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Hindia Belanda sangat merugikan rakyat dan pemerintah Hindia Belanda tidak memiliki kepedulian terhadap pribumi terutama perihal Pendidikan, banyak dari rakyat yang hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan.
Bangkitnya rakyat Banten untuk melawan penjajah pun karena adanya pengaruh agama yang memang sangat kuat di tengah masyarakat Banten. Termasuk ketika Tarekat Qadariyah hadir di tengah masyarakat Banten yang mampu memberikan pengarus yang sangat besar terhadap semangat perlawanan masyarakat. Tarekat Qadariyah memiliki pengaruh yang sangat luas bukan hanya di daerah Banten tapi di luar daerah Banten pun ikut berkembang Tarekat Qadariyah seperti yang hadir pada daerah Cirebon, Bogor, dan Bandung.
Melalui seorang ulama besar dan figure yang sangat berpengaruh yaitu K.H Abdul Karim al-Bantani inilah Tarekat Qadariyah berkembang pesat dan memiliki pengaruh besar dikalangan masyarakat Banten. K.H Abdul Karim merupakan penganut Tarekat Qadariyah sejak di uisa muda, ia berguru secara langsung kepada Khatib Shambas yang ketika itu menjadi pemimpin Tarekat Qadaryiah, sehingga K.H Abdul Karim menjadi sosok yang memiliki kualitas ilmu agama yang sudah tak diragukan lagi dan ia dianggap cocok untuk menjadi penyebar ajaran Tarekat Qadariyah di tanah kelahiranya yaitu Banten.
K.H Abdul Karim pulang pada tahun 1872 ke kampung halamanya Lampuyang, Banten. Meskipun ia tinggal di Banten hanya tiga tahun akan tetapi mampu mempunyai pengaruh sangat besar. Langkah awal yang K.H Abdul Karim lakukan ketika sepulangnya dari Mekah ialah mendirikan pesantren di kampung halamannya, melalui pesantren inilah ia menyebar luaskan ajaran Tarekat Qadariyah. Dalam waktu singkat pesantrenya ramai diatangi oleh orang-orang yang ingin menuntut ilmu di pesantrennya sehingga dengan cepat K.H Abdul Karim memiliki murid-murid yang setia kepadanya.
Tidak hanya dikalangan rakyat biasa ia juga dengan cepat tampil sebagai tokoh yang dominan dimata para elite agama dan elite pemerintahan. Salah satu tokoh terkemuka juga menjadi sahabatnya yaitu Haji R.A Prawiranegara yang seorang kepala penghulu di Serang dan pernah menjadi Patih. Berkat sepak terjangnya yang sangat luar biasa dan Khubah-Khutbahnya pun sangat memiliki pengaruh yang sangat besar di masyarakat. K.H Abdul Karim mengajarkan kepada masyarakat harus sadar dan menyarankan kepada mereka supaya memperbaharui kehidupan agam mereka dengan cara lebih taat dalam menunaikan ibadah.
Hadirnya sosok K.H Abdul Karim inilah yang mendasari awal mula kebangitan agama di Banten bahkan hal itu di ceritakan oleh Snouck Hurgronje:
“… setiap malam, berates-ratus orang ingin diselamatkan berduyun-duyun ke tempat tinggalnya, untuk belajar zikir dari dia, untuk mencium tanganya dan menanyakan apakah saatnya sudah hamper tiba, serta untuk berapa lama lagi pemerintahan kafir masih akan berkuasa?” (Kartodirjo, 2015)
Kepopuleran K.H Abdul Karim membuat masyarakat Banten penuh hormat ketika bertemu beliau, bahkan hadirnya K.H Abdul Karim dianggap sebagai Waliullah. Akan tetapi hadirnya ia di tanah Banten hanya sementara, K.H Abdul Karim tinggal di Banten hanya 3 tahun dan Kembali berangkat pada hari Senin, 13 Februari 1876. Sosok K.H Abdul Karim membrikan semangat kegamaan kepada masyarakat yang telah lama hilang, karena beliaulah kebangkitan agama Kembali terjadi di tanah Banten yang menjadi penyebab hadirnya semangat jihad dalam melawan pemerintahan Hindia Belanda yang ketika itu sedang menjajah Nusantara.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI