Mohon tunggu...
LUKMAN NUGRAHAPRATAMA
LUKMAN NUGRAHAPRATAMA Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Melalui akun ini saya menerangkan ilmu tasawuf dan metode-metode psikoterapi secara sederana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Filosofi Keris dalam Perspektif Tasawuf

18 Oktober 2021   19:19 Diperbarui: 18 Oktober 2021   19:27 1707
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keris mempunyai banyak bagian, setiap bagian memiliki filosofi yang mendalam. Filosofi tersebut mempunyai nasehat yang mendalam mulai dari ketuhanan, kemanusian dan sesama makhluk hidup.

Yang paling sederhana adalah antara bilah keris dengan sarungnya. Melambangkan "kemanunggalan Kawula-Gusti" yang artinya menyatunya Tuhan kepada hambanya[1]. Filosofi tersebut sering disalah artikan, menyatunya Tuhan bukan berarti Tuhan menyatu dengan makhluknya, tetapi di sini dimaknai Tuhan selalu bersama dengan makhluknya sebagaimana firman Allah di dalam Al-Quran surat At Taubah ayat 40 artinya "Janganlah kamu bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.

 Orang Jawa untuk menjelaskan "kemanunggalan Kawula-Gusti" membuat falsafah tentang ketuhanan yang berbunyi "weruh marang pangeran iku, ateges weruh marang awake dhewe, lamun durung weruh awake dhewe, tangeh lamun weruh marang pangera Gusti iku dumunung ana jeneng sira pribadi, dene ketemune gusti lamun sira tansah eling". Falsafah tersebut memiliki arti bahwasanya siapa tahu adanya Tuhan berarti sudah mengenal dirinya, kalau belum mengenal dirinya sendiri sulit untuk mengenal Tuhan[2]. 

Konsep seperti itu di Islam juga ada, tertuang di dalam kitab Kiminya' As-Sa'adah karya Imam Al-Ghazali bahwasanya nabi bersabda yang artinya barang siapa mengenal dirinya, maka ia mengenal tuhannya. Syaikh Arsalan Ad-Dimasya, beliau juga mempunyai pemikiran ketuhanan yang sama dengan orang Jawa. Beliau berpendapat "kalau kamu datang (kepada-Nya) tanpa diri kamu, maka dia akan menerimamu. Jika kamu datang (kepada-Nya) dengan dirimu (merasa ada dengan dirimu), maka dia akan menghijabmu (daripada-Mu) 

 Di dalam sebilah keris paling banyak membahas tentang "kemanunggalan Kawula-Gusti".  Secara tidak langsung orang dahulu memberikan pesan tersirat bahwasannya manusia itu makhluk yang lemah dan Tuhan hanya yang maha kuasa. Pesan tersebut sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana firman Allah dalam An-Nisa ayat 2 yang artinya "Dan manusia diciptakan dalam keadaan lemah."

Bilah keris merupakan salah satu bagian keris yang mempunyai filosofi "kemanunggalan Kawula-Gusti" dikarenakan pada bilah keris ada proses percampuran antara batu meteor dengan biji besi[3] Bilah keris dibuat dengan dihiasi corak dan berbagi ornamen yang indah fungsinya untuk menutupi ketajamannya[4]. 

Secara tersirat memberikan pelajaran agar manusia tidak sombong. Ajaran tersebut sesuai dengan firman Tuhan dalam surat Luqman ayat 18 yang artinya "Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan jangan berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri."

Membawa sebilah keris kemana saja harus ditutup dengan warangka, mengisyarat manusia harus menutup jadi dirinya[5]. Maksudnya di pandangan manusia harus terlihat hina tetapi di hadapan tuhan harus terlihat mulia. Penerapan konsep tersebut oleh pengikut Tarekat Akmaliyah di era penyebaran Islam di tanah Jawa sangat ekstrem, ada seseorang melihatnya sholat maka besoknya dia minum minuman keras di hadapan seorang tersebut dan apabila meninggal dunia mayatnya sebelum ditimbun tanah diberi bangkai babi dulu. 

Tetapi Tarekat Akmaliyah yang ada pada era penyebaran Islam dengan yang ada sekarang berbeda sanat jadi tidak bisa dikaitkan. Konsep tersebut masih ada yang mengikuti walaupun tidak seekstrim dahulu, rata-rata yang masih melaksanakan konsep tersebut adalah pengikut Tarekat Maulawiyah yang didirikan oleh Syekh Jalaluddin Rumi, penulis tidak bidak menjelaskan secara mendalam dikarenakan peluh penulis masih butuh penelitian lebih lanjut.

Bentuk keris ada lurus dan luk, kalau luk pasti ganjil[6]. Ada dua tafsiran terkait hal itu, pertama  kesempurnaan hanya milik Allah dan manusia banyak kekurangan ajaran tersebut relevan dengan surat Al-Kahfi ayat 10 yang artinya "Katakanlah: Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku , sesungguhnya habis lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhan, meskipun datangkan tambahan sebanyak itu pula." 

Kedua merujuk pada falsafah Jawa "yen kudu ganjil dang digenep ne" yang artinya kalo ganjil segera digenapkan maksudnya semua harus di lanjutan atau juga melambangkan dinamika dan dapat diartikan berubah-ubah. Berkaitan dengan itu dapat di hubung dengan bumi atau dunia yang sangat dinamik sesuai dengan surat Az-Zukhruf ayat 32 "

"Apakah mereka yang membagikan rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan." 

Juga bisa dikaitkan dengan hati manusia yang berubah- ubah sesuai firman Allah surat Thaha Ayat 1-6 yang artinya 'Thaahaa. Kami tidak menurunkan kepadamu Al Quran supaya kamu menjadi susah, tetapi sebagai peringatan bagi orang yang takut kepada Allah. Yaitu (Al Quran) yang diturunkan dari Allah yang menciptakan bumi dan langit yang tinggi. Tuhan Yang Mahapemurah, yang bersemayam di atas arsy. Milik-Nya semua yang ada di langit, semua yang ada di bumi dan apa yang ada di antara keduanya serta semua yang di bawah tanah."

Orang Jawa selalu membawa atau meletak keris selalu keadaan terbaik, hal tersebut memiliki makna tersirat. Abdi dalem Keraton Yogyakarta menjelas hal tersebut pada penulis bahwasanya manusia lahir dalam suci seiring bertambahnya usia manusia sering melakukan kesalahan yang menyebabkan manusia memiliki banyak dosa supaya kembali suci lagi manusia perlu melakukan lelaku seperti minta ampunan kepada sang pencipta, beribadah kepada sang pencipta dan berbuat baik kepada sesama. 

Hal tersebut sesuai dengan ajaran tasawuf, manusia untuk mencapai kesucian melalui beberapa tahapan yang disebut Maqam. Urutan Maqam yaitu: Al-Taubah, At-Taqwa, Al-Wara, Al-Syukur, Al-Zuhud, Al-Faqr, Al-Tawakkal, Al-Ridha, Al-Mahabbah, Ma'rifat Billah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun