Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mediasi Malaysia dalam Gencatan Senjata Thailand-Kamboja

28 Juli 2025   20:55 Diperbarui: 28 Juli 2025   20:55 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://encrypted-tbn0.gstatic.com/images?q=tbn:ANd9GcRs6nL4eEwVgt8QqK4ttG_wcgaJPpDBWuOtHtu7MEDcIhj_9og32MsIpuo8&s=10

Setelah empat hari pertempuran sengit, Thailand dan Kamboja akhirnya menerima tawaran mediasi Malaysia pada 27 Juli 2025. Pemimpin kedua negara, Perdana Menteri (PM) Kamboja Hun Manet dan Penjabat PM Thailand Phumtham Wechayachai berada di Kuala Lumpur malam ini (28 Juli 2025) untik bertemu PM Anwar Ibrahim.

Kesepakatan melalui mediasi Malaysia ini tidak sekedar upaya diplomatik menciptakan perdamaian regional, melainkan juga hasil dari kombinasi tekanan politik domestik dan intervensi internasional. 

Krisis Domestik

Fenomena paling mencolok dari krisis Thailand-Kamboja adalah bagaimana ppemimpin kedua negara itu ternyata sedang terjebak dalam spiral delegitimasi politik domestik. Masalah domestik itu justru dianggap telah memaksa mereka mencari solusi diplomatik. 

Penjabat PM Thailand menghadapi realitas pahit sebagai pemimpin sementara setelah PM Paetongtarn Shinawatra ditangguhkan Mahkamah Konstitusi pada 1 Juli 2025 dengan voting 7-2. Posisi ini membuatnya tidak leluasa untuk bersikap keras dalam konflik bilateral yang dapat memperburuk kekacauan politik di Thailand yang sudah mencapai titik kritis.

Situasi serupa dialami PM Kamboja. Negara itu sedang menghadapi tantangan kompleks sebagai pemimpin muda yang masih berusaha membangun kredibilitas di luar bayang-bayang ayahnya. Hun Sen dituding "memperkeruh krisis Thailand-Kamboja untuk alasan tertentu."

Akibatnya, ada pandangan bahwa bahwa konflik bilateral itu tidak bisa dipisahkan dari dinamika politik internal Kamboja yang masih dikuasai figur senior. Hun Manet berada dalam dilema: antara menunjukkan ketegasan sebagai pemimpin baru dan, di saat yang sama, tidak terjebak dalam spiral konflik yang dapat merusak ekonomi Kamboja.

Ironisnya, kedua pemimpin yang seharusnya dapat menggunakan konflik eksternal untuk menaikkan legitimasi domestik mereka terpaksa mencari jalan keluar diplomasi bilateral. Konflik kedua negara itu diyakini malah mengancam stabilitas politik mereka yang sudah rapuh. 

Pola ini mengungkap dinamika baru dalam politik regional Asia Tenggara. Dalam pola itu, defisit legitimasi domestik justru dapat membatasi ruang gerak agresif sebuah negara dalam konflik bilateral. 

Thailand dan Kamboja menerima mediasi Malaysia bukan karena mereka tiba-tiba menghargai diplomasi, tetapi karena ongkos politik domestik dari konflik bilateral itu sudah melebihi keuntungan yang bakal diperoleh kedua pemimpin itu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun