Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ambalat: Kerjasama Ekonomi dan Resolusi Konflik Kontemporer

4 Juli 2025   00:06 Diperbarui: 4 Juli 2025   00:06 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://mediaindonesia.gumlet.io/news/2025/07/03/1751511557_857feed01233d7907350.jpg?w=376&dpr=2.6

Kesepakatan Indonesia dan Malaysia untuk mengelola Blok Ambalat bersama dapat dianggap sebagai momentum diplomatik yang jauh lebih signifikan daripada sekadar pembagian sumber daya alam. Kesepakatan itu merupakan contoh nyata bagaimana diplomasi ekonomi dapat menjadi instrumen resolusi konflik yang efektif di era global kontemporer.

Blok Ambalat, seluas 15.235 kilometer persegi, telah menjadi simbol ketegangan bilateral selama lebih dari lima dekade. Kawasan yang kaya dengan cadangan minyak dan gas ini ---dengan potensi 764 juta barel minyak dan 1,4 triliun kaki kubik gas--- kerap menjadi sumber sengketa bilateral yang berpotensi memicu konflik militer.

Pendekatan joint development yang diinisiasi Presiden Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Anwar Ibrahim menandakan transformasi paradigma diplomasi. Pembicaraan tidak lagi berkutat pada kedaulatan territorial yang kaku, melainkan ada ruang bagi fleksibilitas kepentingan bersama. 

Mereka memahami bahwa konflik berkepanjangan hanya akan merugikan kedua negara. Secara geopolitik, kesepakatan ini memiliki implikasi strategis yang kompleks. 

Pertama, kerjasama itu mendemonstrasikan kemampuan Indonesia-Malaysia untuk mengelola perbedaan melalui dialog konstruktif. Kedua, kesepakatan Ambalat membuka ruang kerja sama ekonomi yang berpotensi menghasilkan miliaran dolar dalam kurun 30 tahun ke depan.

Capaian kedua negara mencerminkan pendekatan konkret ketimbang mempertahankan sengketa berlarut-larut. Filosofi win-win solution menjadi landasan utama dalam negosiasi ini.

Kompleksitas kesepakatan ini terletak pada kemampuan kedua negara untuk memisahkan persoalan hukum dengan kepentingan ekonomi. Anwar Ibrahim sendiri mengakui bahwa penyelesaian hukum mungkin memakan waktu hingga dua dekade. 

Namun, mereka tidak membiarkan hal tersebut menghambat potensi kerja sama ekonomi. 

Sejarah konflik

Secara historis, konflik Ambalat bermula pada 1979 ketika Malaysia memasukkan Pulau Sipadan dan Ligitan ke dalam zona ekonomi eksklusifnya. Indonesia secara konsisten menyatakan wilayah tersebut sebagai miliknya, bahkan didukung Konvensi Hukum Laut PBB. Kini, pendekatan pragmatis menggantikan sikap konfrontatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun