Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Kontestasi Wacana Indo-Pasifik: Kemungkinan Konflik dan Kerja Sama

13 Mei 2024   00:08 Diperbarui: 13 Mei 2024   08:38 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden China Xi Jinping (kanan) berjabat tangan dengan Wakil Presiden AS Joe Biden (4/12/2020). (AP/Lintao Zhang) 

Kawasan Indo-Pasifik telah menjadi arena kontestasi wacana atau narasi dari berbagai kekuatan besar dunia dalam beberapa tahun terakhir. Narasi-narasi yang saling berkompetisi ini pada dasarnya mencerminkan kepentingan strategis masing-masing negara di kawasan yang dipandang semakin vital ini. 

Tulisan ini akan menelaah kontestasi narasi Indo-Pasifik tersebut dan menganalisis potensi konflik maupun peluang kerja sama yang dapat muncul. Melalui narasi dari pihak-pihak yang berkonflik di kawasan ini, realitas mengenai potensi konflik dan kerja sama bisa diidentifikasi.

Konsep Indo-Pasifik sendiri merupakan konstruksi diskursif yang relatif baru. Konsep ini muncul sebagai respons atas pergeseran pusat gravitasi geoekonomi dan geopolitik dunia dari Atlantik ke Asia Pasifik di abad ke-21. 

Ingatan mengenai munculnya konsep Indo-Pasifik dapat ditarik ke perkembangan awal mengenai semakin pentingnya kawasan Asia. Pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Obama memperkenalkan konsep Asia pivot. 

Melalui konsep ini, AS memandang China sebagai ancaman di kawasan ini, sehingga AS bekerjasama dengan Australia membuka pangkalan marinir di Darwin. Kepentingan AS menjaga stabilitas keamanan di kawasan ini menjadi alasan utama kehadiran militernya.


Dalam konteks ini, Pasifik dan Samudra Hindia dipandang sebagai satu kesatuan kawasan. Kedua kawasan itu saling terkoneksi dan menjadi pendorong utama ekonomi global. 

Namun lebih dari sekadar konstruksi geografis, Indo-Pasifik juga merupakan konstruksi strategis yang mencerminkan persaingan pengaruh antara kekuatan-kekuatan besar. Bagi Amerika Serikat, visi Indo-Pasifik yang "bebas dan terbuka" (free and open) menjadi narasi dominan untuk membendung pengaruh Tiongkok yang semakin ekspansif di kawasan.

Dengan merangkul sekutu-sekutunya seperti Jepang, India, dan Australia, AS ingin mempertahankan tatanan regional yang berbasis pada aturan (rules-based order) dan menjamin freedom of navigation di Laut China Selatan (Pence, 2018). 

Di sisi lain, Belt and Road Initiative (BRI) menjadi narasi tandingan Tiongkok untuk memperluas pengaruhnya melalui konektivitas infrastruktur dan investasi. Bagi Beijing, BRI tak hanya inisiatif ekonomi tetapi juga wahana untuk mengartikulasikan visinya tentang tatanan global alternatif.

Persaingan narasi AS-Tiongkok ini berpotensi memicu ketegangan dan konflik di Indo-Pasifik, khususnya di titik-titik sengketa seperti Laut China Selatan. Kompetisi antara kekuatan hegemon (AS) dengan kekuatan revisionis (Tiongkok) cenderung menimbulkan instabilitas dalam sistem internasional (Gilpin, 1988). 

Kecurigaan dan dilema keamanan dapat mendorong kedua pihak terjebak dalam spiral konflik. Manuver-manuver seperti operasi militer AS untuk menegaskan freedom of navigation atau reklamasi dan militarisasi pulau buatan oleh Tiongkok meningkatkan risiko salah perhitungan yang bisa berujung pada konfrontasi terbuka.

Namun di sisi lain, Indo-Pasifik juga menyimpan peluang kerja sama. Negara-negara di kawasan pada dasarnya memiliki kepentingan bersama untuk menjaga stabilitas dan memacu pertumbuhan ekonomi. 

Dalam kerangka ASEAN misalnya, terdapat konsensus untuk tidak memihak dalam persaingan AS-Tiongkok dan mendorong sentralitas ASEAN dalam arsitektur kawasan (Acharya, 2018). ASEAN juga mempromosikan konsep Indo-Pasifik yang inklusif dan berorientasi pada dialog, seperti tercermin dalam ASEAN Outlook on the Indo-Pacific. 

Pendekatan inklusif ini membuka ruang akomodasi antara visi Indo-Pasifik versi AS dan BRI ala Tiongkok.

Peluang kerja sama juga terbuka dalam isu-isu non-tradisional seperti keamanan maritim, perubahan iklim, atau interkonektivitas ekonomi. Aktor-aktor negara cenderung mengedepankan kerja sama ketika mengha masalah bersama yang tidak bisa diselesaikan secara unilateral (Keohane & Nye, 1977). 

Dalam konteks ini, inisiatif-inisiatif seperti pembentukan ASEAN-China Maritime Cooperation Fund atau jaringan infrastruktur Asia-Afrika Growth Corridor yang digagas India-Jepang dapat menjadi modalitas untuk mengelola rivalitas dan membangun kepercayaan.

Perkembangan selanjutnya dapat dilihat pada kemunculan kerja sama minilateral dalam bentuk pakta pertahanan AUKUS (antara AS, Inggris, dan Australia) dan Quadrilateral Security Dialogue (QUAD) antara AS, Jepang, India, dan Australia. 

Pada akhirnya, arah kontestasi Indo-Pasifik akan ditentukan oleh bagaimana negara-negara di kawasan mengartikulasikan kepentingannya dan menghadapi narasi-narasi dominan dari kekuatan besar. Diperlukan pendekatan yang strategis dan berimbang untuk memitigasi potensi konflik sembari memaksimalkan peluang kerja sama. 

Negara-negara Indo-Pasifik perlu secara aktif terlibat dalam konstruksi narasi alternatif yang inklusif, merangkul prinsip-prinsip bersama seperti penghormatan kedaulatan, non-intervensi, dan sentralitas ASEAN. Tujuan akhirnya adalah Indo-Pasifik bisa menjadi kawasan yang damai, stabil, dan sejahtera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun