Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Urgensi Penguatan Hubungan Indonesia-AS dalam Dinamika Geopolitik Indo-Pasifik

30 Maret 2024   20:32 Diperbarui: 31 Maret 2024   09:10 418
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Presiden Amerika Serikat Joe Biden menerima kunjungan Presiden Joko Widodo di Kantor Oval Gedung Putih, Washington DC, AS, Senin (13/11/2023). Foto: AP/ANDREW HARNIK via KOMPAS.id

Dinamika geopolitik di Indo-Pasifik dapat menentukan hubungan Indonesia dan Amerika Serikat (AS). Kawasan itu telah menjadi arena persaingan geopolitik yang semakin intensif antara kekuatan-kekuatan besar, terutama AS dan China. Dalam konteks ini, Indonesia sebagai negara terbesar di Asia Tenggara menghadapi tantangan dalam memposisikan diri dan melindungi kepentingan nasionalnya. 

Sebelum lebih jauh membahas Indo-Pasifik, isu hubungan Indonesia dan AS menjadi menarik diperhatikan. Ini berkaitan dengan Hubungan diplomatik kedua negara yang telah memasuki usia ke-75 tahun. 

Peringatan itu dimulai 6 Maret lalu melalui serangkaian kegiatan perayaan yang direncanakan diselenggarakan di sepanjang tahun 2024 ini. Pertanyaan menariknya adalah sejauh mana hubungan kedua negara selama ini? 

Tidak ada masalah besar dalam hubungan antar-masyarakat dikedua negara. Sebelum K-pop Korea Selatan, film-film kartun robot atau anime Jepang merajalela di Indonesia, di tahun 1970an orang muda Indonesia gandrung tarian breakdance. 

Apalagi pengaruh film-film AS yang memproduksi semangat heroisme ala superman dan lainnya juga mendominasi budaya Indonesia sejak awal televisi berwarna dikenal di negeri ini.


Persoalannya lebih pada hubungan antar-pemerintahan di kedua negara. Kedekatan Indonesia dengan AS di sepanjang 10 tahun terakhir ini memang terasa tidak seperti di jaman pemerintahan Presiden Suharto lagi. Ada pandangan umum bahwa pemerintahan Jokowi dianggap lebih dekat ke China secara geoekonomi, walau pertimbangan geopolitik tetap lebih mendekatkan Indonesia ke AS.

Esai ini mencoba melihat urgensi penguatan hubungan Indonesia-AS dalam dinamika geopolitik Indo-Pasifik. Pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto diharapkan bisa menguatkan kembali hubungan kedua negara. 

Pertimbangan manfaat bagi kepentingan nasional Indonesia tentu saja tetap menjadi prioritas. Tulisan ini juga lebih fokus pada dinamika geopolitik di Indo-Pasifik sebagai faktor penting untuk menguatkan hubungan kedua negara.

Pendekatan Realisme Struktural atau Neorealisme dalam studi Hubungan Internasional (Hai) digunakan untuk mencari tahu urgensi itu dalam tulisan ini.

indonesia.go.id
indonesia.go.id

Dinamika Geopolitik Indo-Pasifik

Realisme Struktural atau neorealisme, yang dikembangkan Kenneth Waltz, berfokus pada struktur sistem internasional yang anarki dan distribusi kekuasaan di antara negara-negara. Menurut Waltz (1979), "dalam sistem internasional yang anarkis, keamanan adalah tujuan utama negara-negara, dan kekuatan adalah sarana untuk mencapai tujuan tersebut." 

Dalam konteks Indo-Pasifik, persaingan antara AS dan China dapat dipahami sebagai upaya kedua negara untuk memaksimalkan keamanan dan pengaruh mereka di kawasan. AS dan China berbaku kekuatan untuk menguji respon negara-negara di kawasan Indo-Pasifik, termasuk Indonesia.

Berbeda dengan Realisme Klasik yang berfokus pada sifat manusia dan Realisme Neoklasik yang mempertimbangkan faktor-faktor domestik, Realisme Struktural menekankan struktur sistem internasional sebagai penentu utama perilaku negara. Seperti diungkapkan John Mearsheimer (2001), "Realisme Struktural berpendapat bahwa struktur sistem internasional memaksa negara-negara untuk mengejar kekuasaan dan mempengaruhi perilaku mereka dengan cara yang signifikan."

Dalam dinamika geopolitik Indo-Pasifik yang diwarnai persaingan AS-China, Indonesia perlu memperkuat hubungannya dengan AS sebagai upaya menyeimbangkan kekuatan dan menjaga stabilitas kawasan. AS, sebagai kekuatan hegemon global, memiliki kepentingan strategis dalam menjaga keseimbangan kekuatan dan mencegah dominasi China di Indo-Pasifik. 

Dengan memperkuat hubungan dengan AS, Indonesia dapat meningkatkan posisi tawarnya dan mengurangi risiko tekanan atau ancaman dari kekuatan-kekuatan besar lainnya. Seperti negara-negara lain di kawasan Indo-Pasifik, kedekatan ekonomi mereka dengan China ternyata tidak mengurangi tekanan militer China kepada mereka.

Kesepakatan pembangunan ekonomi dalam kerangka Belt and Road Initiative (BRI) ternyata menghasilkan insentif jaminan keamanan China terhadap negara-negara itu. Kondisi ini sangat berbeda dengan kedekatan Indonesia, misalnya, dengan AS di jaman Presiden Suharto. 

Akibatnya, provokasi militer China di wilayah ZER di Laut Natuna Utara masih berlangsung. Bahkan insiden konflik maritim berlangsung secara nyata antara militer China dengan Filipina di Laut Chia Selatan. 

Kondisi ketidakpastian itu bisa menjadi pertimbangan penguatan hubungan Indonesia-AS, baik dalam kerja sama ekonomi dan keamanan. Seperti yang diungkapkan oleh Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Indonesia adalah mitra strategis bagi Amerika Serikat dalam mempromosikan stabilitas, kemakmuran, dan keamanan di Indo-Pasifik. 

Kerja sama antara kedua negara dapat mencakup peningkatan perdagangan dan investasi, penguatan kapasitas pertahanan, serta kolaborasi dalam mengatasi tantangan keamanan non-tradisional seperti perubahan iklim dan pandemik.

Kebijakan Luar Negeri
Di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, Indonesia telah menerapkan kebijakan luar negeri yang pragmatis dan strategis dalam menghadapi dinamika geopolitik Indo-Pasifik. Salah satu langkah penting yang diambil adalah peningkatan status kemitraan Indonesia-AS menjadi kemitraan strategis pada tahun 2015. 

Kemitraan itu membuka jalan bagi penguatan kerja sama di berbagai bidang, termasuk perdagangan, investasi, pertahanan, dan keamanan maritim. Indonesia juga aktif terlibat dalam berbagai mekanisme kerja sama regional, seperti ASEAN dan East Asia Summit (EAS), untuk mempromosikan dialog dan kerja sama di antara negara-negara di kawasan. 

Presiden Joko Widodo telah menekankan pentingnya sentralitas ASEAN dalam arsitektur regional Indo-Pasifik dan mendorong negara-negara anggota untuk mempertahankan persatuan di tengah persaingan kekuatan besar. Pernyataan itu disampaikan di berbagai forum regional ASEAN dan bilateral antara ASEAN dengan negara-negara mitranya, misalnya ASEAN-AS, ASEAN-China, ASEAN-Rusia).

Dalan hubungannya dengan China, Indonesia sebenarnya telah mengambil pendekatan yang seimbang. Indonesia memanfaatkan peluang kerja sama ekonomi seperti dalam proyek BRI, sambil tetap menjaga kedaulatan dan kepentingan nasionalnya. 

Pemerintah Indonesia juga telah menegaskan pentingnya kerja sama yang adil, transparan, dan saling menguntungkan dalam proyek-proyek infrastruktur dengan China. Meski begitu, Indonesia tampaknya belum meminta jaminan keamanan dari China sebagai bagian dari kerjasama di proyek BRI.

Menyeimbangkan Hubungan 
Dalam menghadapi persaingan kekuatan di Indo-Pasifik, Indonesia perlu secara cermat menyeimbangkan hubungannya dengan negara-negara besar seperti AS dan China. Indonesia harus menghindari jebakan memilih salah satu pihak dalam persaingan kekuatan besar dan tetap memprioritaskan kepentingan nasionalnya.

Kondisi internasional sekarang sangat berbeda dengan pada masa Perang Dingin ketika Presiden Suharto memerintah Indonesia. Kekuatan militer dan ekonomi AS pada saat itu tidak tertandingi (hegemonic state), sehingga kedekatan dengan AS menghasilkan perlindungan militer dan dukungan ekonomi bagi Indonesia.

Dengan pertimbangan kondisi keamanan internasional pada saat ini,  Indonesia harus mengorbankan hubungannya dengan China atau negara-negara lain di kawasan. Sebaliknya, Indonesia perlu mengadopsi pendekatan yang seimbang dan inklusif, dengan memanfaatkan kerja sama dengan berbagai mitra untuk mendorong stabilitas, perdamaian, dan kemakmuran di Indo-Pasifik. 

Dinamika geopolitik di Indo-Pasifik yang diwarnai persaingan antara AS dan China menuntut Indonesia untuk secara strategis memperkuat hubungannya dengan negara-negara kunci seperti AS. Melalui perspektif Realisme Struktural, dapat dipahami bahwa penguatan hubungan Indonesia-AS merupakan respons terhadap struktur sistem internasional yang anarki dan upaya untuk menyeimbangkan kekuatan di kawasan.

Di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia telah mengambil langkah-langkah penting dalam memperkuat kemitraan strategis dengan AS. Pada saat yang sama, Indonesia tetap menjaga hubungan yang konstruktif dengan China dan negara-negara lain di kawasan. 

Dengan mengadopsi pendekatan yang seimbang dan inklusif, Indonesia dapat memposisikan diri sebagai kekuatan stabilisasi di Indo-Pasifik dan melindungi kepentingan nasionalnya di tengah persaingan geopolitik yang kompleks.

Ini menjadi semacam "pekerjaan rumah" bagi pemerintahan baru Indonesia di bawah Presiden Prabowo. Kemampuan pemerintahan baru dalam menentukan strategi kedekatan dengan AS dapat memberikan kepastian kerjasama selanjutnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun