Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

(Baliho) Politisi Itu Sudah Ketinggalan Zaman

17 Agustus 2021   13:19 Diperbarui: 17 Agustus 2021   13:45 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://portal.riau24.com/

Genderang 'perang' di antara politisi mulai dipukul bertalu-talu lewat 'pameran' baliho di pinggir jalan di berbagai kota di Indonesia. Begitu kebeletnya para politisi itu ingin meraih kekuasaan eksekutif tertinggi di negeri +62 ini. Seolah negeri ini sedang ayem tentrem karta raharjo plus gemah ripah loh jinawi. Padahal situasi pandemi kini seharusnya mendorong empati para politisi itu kepada rakyat.

Ada baliho ketua DPR RI dan petinggi PDIP, Puan Maharani, dengan baliho 'Kepak Sayap Kebhinnekaan'. Baliho AHY dari partai Demokrat bertuliskan 'Nasionalis Religius'. Tidak ketinggalan, ketua satgas Covid dan ketua Partai Golkar, Airlangga Hartarto menyebarkan baliho dengan tulisan '2024'. Tulisan yang sama juga ada di baliho Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhamin Iskandar. 

Walau tanpa tulisan '2024', 'Mimpi Jadi Presiden'-nya Ahmad Syahroni, atau 'Giring untuk Presiden 2024', baliho-baliho itu menjadi bentuk luapan ambisi politik mereka untuk pemilihan presiden di 2024. Anggapan itu tidak dapat disangkal dan, pada kenyataanya, tidak disanggah oleh para politisi itu. 

Pro dan Kontra Baliho-isasi

Setelah baliho-isasi berlangsung muncul banyak protes dan, pastinya juga, dukungan. Bahkan lebih banyak protes dan kritikan ketimbang dukungan terhadap baliho-baliho politik itu. Para pendukung (baliho) politisi itu mengklaim bahwa politik baliho masih relevan dengan kenyataan keseharian kita. Walau pandemi, masih banyak orang berlalu lalang di jalanan akan melihat baliho itu dengan kebangggaan kelompoknya.

Pendukung lain mengungkapkan aspek ekonomi dari baliho yang bertebaran itu di seantero Republik ini. Di masa pandemi dengan situasi ekonomi melambat, maka baliho-baliho itu bermakna ekonomis. Banyak pihak mendapat keuntungan, seperti para pembuat baliho, pemilik transportasi, dan berbagai pihak termasuk pemerintah daerah. Kegiatan pemasangan dan perijinan baliho itu juga memberikan pekerjaan di masa pandemi ini. 

Sementara itu, para pengkritik menganggap bahwa para politisi itu tidak memiliki empati di masa pandemi ini. Ketika sebagian besar masyarakat dihadapkan pada berbagai persoalan akibat pandemi, para politisi dianggap justru menebar uang demi menangguk popularitas mereka. Politisi itu dipandang egois. Mereka dipandang lebih mengutamakan kepentingan mereka sendiri ketimbang masyarakat luas.

Yang menyesakkan adalah tidak ada baliho politisi itu yang menunjukkan empati atau dukungan mereka kepada masyarakat Indonesia dalam melawan pandemi Covid-19. Para politisi itu seolah hidup dalam ruang dan waktu mereka sendiri:)

Karir politisi

Walaupun memahami kepentingan para politisi itu untuk mencuri-curi start kampanye, namun baliho-isasi itu tidak sesuai dengan konteks masa pandemi ini. Pameran baliho itu sudah tidak sesuai jaman lagi. Sebaliknya, saya melihat maraknya pameran baliho itu sebagai kehendak individu untuk peningkatan karir politik mereka sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun