Mohon tunggu...
Ludiro Madu
Ludiro Madu Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Mengajar di Jurusan Ilmu Hubungan Internasional UPN 'Veteran' Yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pak Tjip dan Bu Rose, Pasangan Fenomenal di Jaman Milenial

5 Januari 2021   08:25 Diperbarui: 5 Januari 2021   08:26 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kompasiana.com/tjiptadinataeffendi21may4

Menjadi bagian dari Kompasiana ternyata banyak bonus-nya. Bukan bonus dalam pengertian K-rewards dan semacamnya, namun bonus berupa pertemanan atau persaudaraan atau jejaring antar-Kompasianer. Salah satu bonus terbesar itu adalah bisa mengenal dan berteman dengan Pak Tjip dan bu Rose. Semoga kata ‘berteman’ ini cocok dipakai mengingat pertemanan itu berlangsung secara online. Walau begitu rasa pertemanan online itu rasa-rasanya sama dengan yang offine.

Sungguh tidak terduga saya mendapat tawaran langsung dari Pak Tjip untuk ikut menulis di buku 150 Kompasianer Menulis. Saya yang baru 'berumur' empat bulan di Kompasiana ini tentu saja tidak menolak tawaran ini. Jarang atau tidak pernah saya menolak sebuah tawaran. Apalagi seorang pak Tjip, sang dedengkot Kompasiana, yang memintanya.

Bagi saya, Pak Tjip dan bu Rose adalah pasangan fenomenal di Kompasiana. Sependek pengetahuan saya, beliau berdua adalah satu-satunya pasangan suami-istri yang menulis secara aktif dan konsisten di kancah Kompasiana ini. 

Menariknya, beliau berdua menulis sendiri tulisan-tulisannya. Padahal mereka bisa saja meminta atau menggaji orang untuk menuliskan berbagai pengalaman atau pendapat mereka. Namun demikian, mereka tampaknya ingin mengetik sendiri dengan laptop atau komputer atau bahkan telepon pintar.

Lanjut usia (lansia) bukan halangan untuk menulis secara aktif di blog Kompasiana ini. Seandainya ada kompetisi, mungkin pak Tjip dan bu Rose termasuk pasangan suami istri tertua di Indonesia yang paling aktif menulis di blog keroyokan.

Mereka sangat istimewa karena menjadikan kegiatan menulis sebagai sebuah rutinitas. Akan aneh bila sehari saja mereka tidak menulis di Kompasiana. Sepertinya ada yang 'hilang' di antara Kompasianer bila mereka tidak hadir melalui tulisan-tulisannya. 

Konon pak Tjip dan bu Rose melakukan ritual menulis untuk Kompasiana setiap pagi. Bangun jam 4 pagi, lalu menulis setiap hari. Mereka berdua ternyata saling mengingatkan untuk menyelesaikan tulisan.

Dengan menjadikan menulis sebagai rutinitas, mereka menunjukkan diri sebagai pribadi yang bersedia mendengar pendapat orang lain. Lebih istimewa lagi, Pak Tjip dan bu Rose mengajarkan kerendahan hati. Dengan menjadikan menulis sebagai rutinitas, mereka menunjukkan diri sebagai pribadi yang bersedia mendengar pendapat orang lain.

Tulisan-tulisan mereka adalah pengalaman hidup selama ini. Seperti pak Tjip tulis "sejak mulai kami menapaki hidup dengan merangkak dalam lumpur kehidupan,gagal dalam usaha sebagai Pedagang antar kota, menjadi buruh di Pabrik Karet di PT Pikani, di desa Petumbak Deli Serdang di pinggiran kota Medan,hingga menjadi guru dan Penjual Kelapa di Pasar Tanah Kongsi di kota Padang..." 

Semua kisah asli alias true story tanpa rekayasa sosial. Akibatnya, beberapa tulisan dari beliau berdua membuat saya spontan dari geleng-geleng, takjub, hingga terharu.

Mereka juga selalu memberikan nilai dan menyapa di kolom komentar setiap hari. Dengan usia sesenior itu, mereka berkenan menyapa Kompasianer yang usianya jauh lebih 'muda'. Muda ini bisa diartikan sebagai usia, jumlah tulisan, atau anggota blog keroyokan ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun