SYUKUR YANG MEMBEBASKAN DARI HISAB
Oleh: Lucky Zamaludin Malik
Bogor, 20 Mei 2025 - Di antara nikmat terbesar yang Allah anugerahkan kepada hamba-Nya adalah kemampuan untuk bersyukur. Syukur bukan sekadar ucapan "Alhamdulillah" di bibir, tapi sebuah pengakuan hati, pengagungan lisan, dan pembuktian dengan amal. Syukur yang demikianlah yang diwariskan para Nabi dan diajarkan oleh para ulama salaf-syukur yang membebaskan dari hisab di Hari Kiamat.
Allah Ta'ala berfirman:
"Dan apa saja nikmat yang ada pada kalian, maka dari Allah-lah (datangnya), kemudian apabila kamu ditimpa kemudharatan, maka hanya kepada-Nya kamu meminta pertolongan."
(QS. An-Nahl: 53)
Sebagian besar manusia mengira dirinya sudah bersyukur hanya karena membiasakan membaca basmalah sebelum makan dan hamdalah setelahnya. Namun, bila qalbunya belum meyakini bahwa semua itu adalah pemberian Allah dan bukan hasil usahanya semata, maka syukur itu masih sekadar formalitas lisan.
Teladan Nabi Nuh 'Alayhis Salam
Diriwayatkan dalam berbagai atsar, bahwa Nabi Nuh 'alayhis salam selalu memuji Allah atas makanan dan minuman yang beliau nikmati. Salah satu doanya yang penuh makna adalah:
"Alhamdulillhilla a'aman h wa razaqanhi min ghayri awlin minn wa l quwwah."
"Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini dan merezekikannya kepadaku tanpa daya dan kekuatan dariku."