Mohon tunggu...
Lubisanileda
Lubisanileda Mohon Tunggu... Editor - I'm on my way

A sky full of stars

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dulu 'Tubang', Kini 'Sugar Daddy'

14 Desember 2021   01:41 Diperbarui: 14 Desember 2021   02:07 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ayah dua orang anak ini pun tak pernah merasa rugi harus merogoh kocek hingga Rp800 ribu agar bisa berkencan dengan remaja-remaja tersebut. Bahkan kata Boy, tiga dari lima remaja yang dikencaninya adalah masih perawan.

"Rasanya memang berbeda. Bila dibandingkan dengan wanita dewasa, tentu saja permainan mereka biasa-biasa saja, namun keluguan dan kepolosan mereka itu yang membuat Saya menjadi ketagihan untuk terus 'mencicipi' mereka," ucap Boy yang mengaku sebagai pemilik Panglong kayu ini.

Sesekali waktu ia merasa bersalah dengan perilakunya yang satu ini.

"Keinginan untuk berhenti pernah ada. Namun, mereka juga yang kadang-kadang menggoda saya duluan. Mereka juga yang mau dibegituin," ujarnya sembari menghembuskan asap rokok dari bibirnya.

PKPA: Ini Tanggung Jawab Bersama

Ahmad Sofian termanggu membaca data yang didapat PKPA melalui penelitian dan investigasi lembaga swadaya masyarakat yang berkosentrasi di bidang perlindungan anak ini. Direktur Eksekutif PKPA masa itu hanya bisa menggeleng-geleng kepalanya, ketika menemukan fakta hasil dari jumlah anak korban Eksploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA) di Medan mencapai 2000 secara merata di seluruh kota Medan (Data tahun 2007).


"Satu hal yang menjadi catatan penting dalam persoalan ini adalah, bahwa bisnis seks ini dilakukan oleh remaja-remaja yang masih dikategorikan sebagai anak-anak. Saya sangat menyesalkan karena usia mereka belum dewasa, masih di bawah 17 tahun," kata Sofian.

Menurut Sofian, persoalan ekonomi-sosial menjadi pemicunya. Meskipun tidak tertutup kemungkinan, ada juga siswi-siswi SMP/SMA yang melakukannya karena terikut-ikut teman, namun fakta ini tak boleh menjadi sekadar cerita dari mulut ke mulut, atau hanya sebatas menjadi kisah 'asoy' negeri ini.

"Saya bahkan tak mampu berkata apa-apa lagi, ketika beberapa diantaranya melepas keperawanannya langsung kepada Tubang tersebut, dan tambah miris ketika salah satu diantara mereka ada yang mengungkapkan, bahwa keperawanan lebih baik dihargai Rp5 juta daripada tidak sama sekali. Rugi yang didapat pun sama saja; rugi fisik ataupun psikis," katanya.

Solusinya?

"Jangan menutup mata, bahwa semua elemen di negeri ini harus bertanggungjawab terhadap persoalan ini, termasuk hal-hal yang menjadi media selama terjadinya proses bisnis seks tersebut, seperti, hotel dan caf yang mengijinkan anak dibawah umur untuk check-in bersama pria dewasa. Hal-hal yang menjadi catatan kedepan adalah adanya peraturan yang tegas, khususnya kepada hotel-hotel. Dan sekedar saran bagi para Tubang, yakni, sebaiknya lakukanlah dengan orang dewasa, jangan dengan anak-anak," ujar Sofian tegas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun