Dalam kasus Pulau Timor, desain demokrasi yang membuka ruang bagi dialog antara struktur negara dan struktur adat menjadi kunci untuk menyelesaikan berbagai persoalan terkait hak atas tanah, sumber daya, dan identitas kultural. Proses ini harus dilihat bukan sebagai kompromi semata, tetapi sebagai peluang untuk memperkuat kohesi sosial dan keadilan politik yang lebih menyeluruh.
VI. Kesimpulan
Studi ini menunjukkan bahwa pendekatan teori demokrasi dialogis dari James Tully memberikan kontribusi penting bagi analisis politik rekognisi terhadap masyarakat adat di Indonesia, khususnya di Pulau Timor. Dalam konteks di mana masyarakat adat masih mengalami marginalisasi baik secara hukum maupun politik, pendekatan Tully membuka ruang bagi pemahaman yang lebih inklusif terhadap praktik-praktik demokrasi lokal yang berbasis musyawarah dan deliberasi adat.
Masyarakat adat di Timor tidak hanya memiliki struktur sosial-politik yang khas, tetapi juga menjalankan praktik deliberatif yang dapat memperkaya model demokrasi nasional. Sayangnya, dalam kerangka hukum dan kebijakan yang berlaku saat ini, pengakuan terhadap mereka masih bersifat simbolik dan administratif. Oleh karena itu, diperlukan perubahan mendasar dalam cara negara melihat dan memperlakukan masyarakat adat—bukan sebagai objek kebijakan, tetapi sebagai subjek politik yang memiliki hak untuk turut serta dalam perumusan kebijakan publik.
Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip "civic freedom" dan demokrasi dialogis, negara Indonesia berpeluang untuk membangun sistem demokrasi yang tidak hanya menghormati prosedur, tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan substantif. Di Timor, hal ini berarti mengakui hukum adat, melibatkan struktur adat dalam proses pemerintahan lokal, dan membuka forum-forum dialogis yang setara antara negara dan komunitas adat.
Kesimpulan dari kajian ini mengarah pada satu pesan utama: demokrasi tidak bisa dibatasi pada kotak institusi formal, tetapi harus diperluas menjadi ruang terbuka bagi negosiasi, pengakuan, dan keterlibatan aktif seluruh warga negara, termasuk mereka yang hidup dalam kerangka sosial-budaya yang berbeda dari arus utama. Dengan demikian, demokrasi Indonesia dapat menjadi lebih kontekstual, responsif, dan berkeadilan bagi semua.
Daftar Pustaka
-Tully, J. (1995). "Strange Multiplicity: Constitutionalism in an Age of Diversity". Cambridge University Press.
-Tully, J. (2008). "Public Philosophy in a New Key: Volume I, Democracy and Civic Freedom". Cambridge University Press.
-Tully, J. (2008). "Public Philosophy in a New Key: Volume II, Imperialism and Civic Freedom". Cambridge University Press.
-Tully, J. (2002). "The Unfreedom of the Moderns in Comparison to Their Ideals of Constitutional Democracy". Modern Law Review, 65(2), 204-228.