Mohon tunggu...
Unab Bernabas
Unab Bernabas Mohon Tunggu... Mahasiswa

LiberFilosofia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Masyarakat Adat sebagai Subyek Politik: Peluang dan Tantangan Demokrasi Dialogis di Nusa Tenggara Timur

17 April 2025   16:15 Diperbarui: 17 April 2025   14:43 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

I. Pendahuluan

Masyarakat adat di Nusa Tenggara Timur, khususnya di Pulau Timor, memainkan peran penting dalam dinamika sosial-politik lokal. Dengan struktur sosial yang kuat, praktik adat yang masih hidup, dan nilai-nilai kolektif yang terpelihara, mereka seringkali menjadi garda terdepan dalam mempertahankan identitas dan hak atas tanah. Namun, di tengah perkembangan sistem politik demokratis Indonesia, masyarakat adat kerap diposisikan sebagai objek, bukan subyek politik. Hubungan antara hukum negara dan hukum adat pun masih menunjukkan ketegangan dan ketidakseimbangan. Dalam konteks ini, pemikiran James Tully tentang demokrasi dialogis dan pluralisme konstitutif menjadi sangat relevan. Artikel ini bertujuan mengeksplorasi bagaimana pendekatan Tully dapat membuka ruang baru bagi masyarakat adat Timor untuk menjadi aktor politik sejati, serta menimbang tantangan dan peluang implementasinya dalam praktik demokrasi lokal.

Namun, di tengah kemajuan sistem demokrasi dan sentralisasi kebijakan publik, masyarakat adat kerap hanya diperlakukan sebagai objek pembangunan, bukan sebagai subjek politik yang aktif. Proses-proses politik formal seperti pemilihan umum, penyusunan kebijakan daerah, hingga program pembangunan sering kali tidak mengakomodasi struktur sosial dan nilai-nilai adat yang sudah mapan.Ini menciptakan ketegangan antara negara yang beroperasi melalui pendekatan birokratis dan masyarakat adat yang beroperasi berdasarkan prinsip-prinsip kolektif, spiritual, dan deliberatif.

Lebih dari sekadar perbedaan cara hidup, situasi ini menunjukkan adanya "ketidakseimbangan kekuasaan dalam menentukan arah politik dan hukum", yang secara langsung berdampak pada eksistensi komunitas adat. Sejumlah kasus konflik tanah, marginalisasi dalam pengambilan keputusan,hingga kegagalan pengakuan hukum terhadap masyarakat adat di Timor menunjukkan betapa lemahnya posisi mereka dalam sistem politik modern.

Dalam konteks inilah, "pemikiran James Tully" menjadi relevan. Melalui gagasannya tentang "demokrasi dialogis" dan "pluralisme konstitutif", Tully mengajukan model politik yang memungkinkan semua kelompok, terutama yang terpinggirkan, untuk berpartisipasi secara aktif dan setara dalam membentuk aturan hidup bersama. Tully menekankan pentingnya "civic freedom", kebebasan warga untuk turut mengatur kehidupan mereka melalui praktik dialog dan negosiasi terus-menerus, bukan sekadar sebagai penerima kebijakan.

Pendekatan ini menawarkan paradigma baru bagi hubungan antara negara dan masyarakat adat, yakni bukan sebagai relasi antara pusat dan pinggiran, melainkan sebagai hubungan antar subjek yang setara dalam menentukan arah bersama. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mendalam tentang bagaimana prinsip-prinsip demokrasi dialogis ini dapat diterapkan secara kontekstual di Timor, untuk membuka ruang politik yang lebih adil dan partisipatif bagi masyarakat adat.

II. Landasan Teoretis: Demokrasi Dialogis dan Civic Freedom menurut James Tully

James Tully adalah salah satu filsuf politik kontemporer yang dikenal karena kritiknya terhadap pendekatan liberal klasik dalam memahami konstitusionalisme dan demokrasi. Dalam karyanya "Strange Multiplicity: Constitutionalism in an Age of Diversity" (1995), Tully mengemukakan bahwa pemahaman konstitusi modern seringkali dibentuk oleh warisan kolonial yang menuntut homogenisasi nilai dan identitas politik. Ia menyebut pendekatan ini sebagai bentuk 'imperialisme konstitusional', di mana negara menstandarkan satu sistem hukum, satu identitas nasional, dan satu cara hidup, sambil meminggirkan atau bahkan menindas keberagaman lokal yang tidak sesuai dengan kerangka dominan.

Sebagai respon terhadap hal tersebut, Tully mengembangkan konsep "pluralisme konstitutif", yakni gagasan bahwa masyarakat justru dibentuk oleh keberagaman cara hidup, bukan oleh keseragaman. Dalam pandangan ini, konstitusi bukanlah seperangkat aturan baku yang mengikat dari atas, melainkan hasil dari proses negosiasi dan dialog antar berbagai komunitas yang memiliki sistem nilai dan hukum yang berbeda. Masyarakat adat, dalam kerangka ini, tidak lagi diposisikan sebagai entitas yang harus 'disesuaikan' dengan hukum negara, melainkan sebagai mitra yang setara dalam membentuk aturan hidup bersama.

Dalam "Public Philosophy in a New Key" (2008a), Tully memperkenalkan konsep "civic freedom", yang membedakan dirinya dari gagasan kebebasan liberal yang hanya menekankan pada hak-hak individu dalam kerangka hukum yang sudah ada. "Civic freedom" merujuk pada kemampuan kolektif suatu komunitas untuk berpartisipasi secara aktif dalam membentuk, menafsirkan, dan merevisi aturan yang mengatur kehidupan mereka. Ini adalah kebebasan yang bersifat dialogis, partisipatif, dan kontekstual. Dalam masyarakat yang plural, seperti Indonesia, "civic freedom" menjadi fondasi bagi demokrasi yang tidak eksklusif dan elitis.

Tully juga menekankan pentingnya praktik demokrasi sebagai proses yang terus-menerus, bukan sebagai tujuan yang telah tercapai. Demokrasi dalam pandangan Tully tidak berhenti pada pemilu atau keberadaan institusi formal. Ia harus diwujudkan dalam bentuk ruang-ruang diskusi yang inklusif, di mana komunitas dapat menyuarakan kepentingannya, menantang aturan yang tidak adil, dan menawarkan alternatif berdasarkan pengalaman serta nilai-nilai lokal mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun