Mohon tunggu...
LOV
LOV Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Menulis butuh tahu dan berani

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hilang Marwah Pengadilan Negeri Batam Sebab Putusan Hakim Praperadilan Tak Penuhi Rasa Keadilan

10 November 2023   22:00 Diperbarui: 11 November 2023   08:41 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu karangan bunga berisi pesan untuk hakim praperadilan Rempang di depan PN Batam, 5 November 2023.

***

Hairol, 42 tahun, seorang pemohon praperadilan atas penangkapan, penahanan, dan penetapan status tersangkanya, berangkat dari Tanjung Pinang ke Batam menggunakan kapal yang berjarak 1,5 jam perjalanan untuk ikut aksi solidaritas di BP Batam, 11 September 2023. Tiba di Pelabuhan Punggur, Batam, sekitar pukul 11.30 WIB, ia pun langsung menuju BP Batam bersama warga lainnya menggunakan bus. Tidak beberapa lama setelah ia tiba di lokasi, situasi mulai tidak kondusif. Ia melihat seorang petugas keamanan dilempari batu oleh orang yang tak dikenalnya. Hairol pun  mencoba melerai orang tersebut, namun orang itu marah dan berkata kepada Hairol, "Engkau bukan orang Melayu ya?" Hairol menjawab, "orang Melayu." Karena aksi di BP Batam sudah tidak kondusif, Hairol pun pergi ke gedung LAM untuk beristirahat. Di gedung LAM ia melihat keributan, lalu tiba-tiba ia diamankan oleh petugas kepolisian dan dibawa ke kantor polisi.

Tak berbeda jauh dengan Hairol, Herman, 53 tahun, pemohon praperadilan lainnya, juga tiba di BP Batam pada tengah hari, 11 September 2023, untuk ikut aksi solidaritas. Dari rumahnya di Pulau Petong, Pulau Abang, ia harus menempuh perjalanan laut sekitar 45 menit menuju Pulau Galang, akses darat terdekat dari Pulau Petong, untuk selanjutnya menempuh perjalanan darat sekitar dua jam dari Jembatan Enam Barelang, Pulau Galang, hingga tiba di BP Batam, titik lokasi aksi. Karena sudah tengah hari, ia pun berdiri di barisan belakang dengan jarak sekitar 50 meter dari massa aksi. Tak lama kemudian, setelah mendengar petugas meminta massa aksi bubar, Herman pun pergi membeli rokok di kaki lima depan Pelabuhan Batam Center, sekitar 5 menit berjalan kaki dari BP Batam. Sembari menunggu teman untuk pulang ke Pulau Petong kembali, tiba-tiba ia terkena tembakan gas air mata yang menyebabkan mata perih. Refleks ia berlari menghindari gas air mata, namun ditangkap oleh petugas dan dibawa ke Polresta Barelang.   

Hal serupa dialami pula oleh Misranto, 30 tahun, perwakilan warga Sungai Buluh, salah satu Kampung Tua terdampak proyek Rempang Eco-City di Pulau Rempang, yang juga ikut aksi solidaritas di BP Batam, 11 September 2023. Ia berangkat bersama warga Kampung Tua Rempang lainnya menggunakan mobil pick up dengan menempuh perjalanan sekitar 1,5 jam dari Jembatan Empat Barelang, jembatan terdekat dari tempat tinggalnya. Selesai makan siang di depan Alfamart dekat BP Batam, ia berjalan kaki ke kantor LAM untuk pulang bersama teman-temannya, namun tiba-tiba terkena tembakan gas air mata sehingga ia pun sontak berlari menjauh. Saat tiba di perumahan dekat Tugu Selamat Datang Batam, Misranto ditangkap polisi.

Hairol, Herman, dan Misranto merupakan sebagian warga yang ikut aksi solidaritas 11 September 2023 yang ditangkap, ditahan, dan disematkan status tersangka karena dianggap melawan pejabat yang sedang menjalankan tugas yang sah atau dianggap telah menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, padahal yang mereka lakukan hanyalah membeli rokok, makan siang, bahkan mencegah orang yang hendak memukul petugas. Setelah ditangkap, pada hari yang sama, mereka ditahan di Polresta Barelang.  

Tak berakhir sampai di situ. Evi Maharani, istri Hairol; Sitinur, istri Herman; dan Juliana, keponakan Misranto, saat bersaksi di depan sidang praperadilan untuk menguji penetapan status tersangka suami-suami dan paman mereka, 2 November 2023, mengungkapkan sejumlah peristiwa pelanggaran hukum lainnya yang mereka alami. 

Sidang praperadilan mendengarkan keterangan saksi dari pemohon pada agenda pembuktian, 2 November 2023 di PN Batam
Sidang praperadilan mendengarkan keterangan saksi dari pemohon pada agenda pembuktian, 2 November 2023 di PN Batam

Juliana, Sitinur, dan Evi Maharani sama-sama mengungkapkan bahwa mereka tidak bisa langsung menemui Misranto, Herman, dan Hairol begitu mendapat kabar penangkapan dan penahanannya di kantor polisi. Juliana, keponakan Misranto mengatakan di depan Hakim Sapri Tarigan, hakim tunggal yang mengadili permohonan praperadilan Misranto, bahwa ia baru bisa menemui pamannya pada 19 September 2023, delapan hari setelah Misranto ditahan dan dijadikan tersangka. Sementara itu, Sitinur mengatakan kepada Hakim Edy Sameaputty bahwa ia baru bisa menemui suaminya, Herman, pada 26 September 2023, 15 hari setelah Herman berada di balik jeruji. Selama masa tunggu tersebut, Juliana dan Sitinur harus menghadapi situasi ketidakpastian apakah keluarga mereka baik-baik saja di dalam tahanan, tidak mengetahui apa yang mereka butuhkan selama ditahan, apalagi soal kepastian kapan mereka akan keluar dari tahanan. Evi Maharani, istri Hairol, bahkan tidak mendapatkan jawaban dari penyidik ketika ia bertanya mengapa suaminya ditahan.    

Selain kesulitan dan ketidakpastian tersebut, peristiwa pelanggaran hukum lainnya yang harus dihadapi keluarga ketiga tersangka, yaitu terkait penangkapan dan penahanan yang tidak sesuai prosedur yang seharusnya, yaitu tanpa disertai pengiriman surat penangkapan maupun surat penahanan kepada pihak keluarga, bahkan ada yang dikirim setelah permohonan praperadilan diajukan oleh tersangka untuk menguji keabsahan penangkapan dan penahanan tersebut. 

Juliana, keponakan Misranto, mengaku menerima surat lewat pos tanggal 26 Oktober 2023, tepat seminggu setelah Misranto mendaftarkan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Batam lewat kuasa hukumnya, atau 45 hari pasca pamannya ditangkap, ditahan, dan ditetapkan sebagai tersangka. Dalam proses pemeriksaan di persidangan, 2 November 2023, Hakim Praperadilan Sapri Tarigan bahkan mempertanyakan mengapa Juliana tidak memastikan kepada penyidik apakah surat penangkapan, penahanan, dan penetapan tersangka atas nama Misranto sudah dikirimkan kepada pihak keluarga atau belum. Selain itu, Hakim Sapri juga mencecar Juliana dengan pertanyaan apakah Juliana ada bertanya kepada Misranto soal ia menerima surat penangkapan dan surat penahanan atau tidak. Pertanyaan-pertanyaan Hakim Sapri Tarigan tersebut diduga bertujuan untuk memberikan penekanan bahwa seharusnya Juliana sudah mengetahui dari awal bahwa surat penangkapan, penahanan, dan penetapan tersangka Misranto wajib diserahkan kepada tersangka dan pihak keluarga, sekaligus menempatkan kesalahan kepada Juliana karena tidak menanyakan terkait surat-surat tersebut saat bertemu penyidik maupun Misranto.

Bukti surat penangkapan dikirim lewat pos kepada keluarga Liswardi, pemohon praperadilan, 45 hari setelah ia ditetapkan sebagai tersangka.
Bukti surat penangkapan dikirim lewat pos kepada keluarga Liswardi, pemohon praperadilan, 45 hari setelah ia ditetapkan sebagai tersangka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun