Mohon tunggu...
Nurhalia Manullang
Nurhalia Manullang Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswi Universitas Pelita Harapan

Make Your Own Mark Menulis Menulis dan Menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Seratus Masalah, Seribu Solusi

3 November 2018   21:24 Diperbarui: 12 Januari 2021   21:43 536
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lewat kaca depan minibus tua yang kutumpangi, aku memandang langit sembari menikmati segarnya udara pagi hari ditemani kicauan burung yang berterbangan kian ke mari. Terngiang di memoriku nasihat mama yang mengingatkan kalau hidup ini penuh solusi sehingga jangan lekas putus asa.

Awalnya aku takut menjadi pemandu wisata sebab harus menghadapi banyak orang yang tidak kukenal sebelumnya. Kini, aku memberanikan diri dan tetap optimis sekalipun ini adalah pengalaman pertamaku. Rombongan ini sangat ramah dan antusias, aku bersyukur membantu mereka dengan karakter dan kepribadian yang berbeda-beda.

Sekarang aku dalam perjalanan ke hutan konservasi. Aku duduk di samping sopir, pak Her. Pak Her melayani orang banyak dengan baik, khususnya para penumpangnya sekalipun terkadang merepotkan.

"Hai, berfoto sebentar boleh?" pinta Anggi sembari mengarahkan handphonenya ke arahku. Ia begitu ambisius menikmati perjalanan dengan memotret pemandangan menarik yang tidak berhasil terlewati.

"Tentu saja, dengan senang hati." jawabku tersenyum, lalu berfoto menampakkan gigiku yang rata. Anggi memotret dengan memegang cokelat di tangan kirinya, ia baru saja merogohnya dari tas. Aku ragu apakah cokelat itu akan tetap utuh setelah tiba di lokasi.

Tampak di depanku anak kecil berjaket hitam tebal. Ia sangat manis duduk di antara mama papanya yaitu pak Lukman dan bu Prita. Mereka begitu harmonis, terlihat kalau orang tuanya sangat menyayangi Kevin.

"Kanaya, main games yuk! Jangan diam melulu!" ajakku untuk menghilangkan rasa bosan di dalam bus. Namun ia hanya menggeleng.

Kami tiba dengan senang hati di tujuan. Semua melonjak kegirangan, tidak terkecuali Kanaya aku juga tidak tahu kenapa. Tanpa menunggu lama, kami mempersiapkan diri hiking bersama, bercanda tawa, dan tidak melewatkan setiap area yang menarik tanpa berfoto. Selain semakin akrab, aku banyak memperoleh wawasan baru dari mereka. Khususnya dari pak Fred seorang ahli Biologi. Ia sangat lucu dan cerdas.

Pukul 17.00

Tidak terasa hari sudah sore sehingga kami memutuskan kembali ke penginapan. Tampak pak Her mengemudi sambil bernyanyi sangat keras. Suaranya sedikit aneh dan uniknya ia dapat menghibur satu bus melalui suara khasnya. Aku sangat mengenal pak Her. Ia laki-laki tangguh yang berjuang keras untuk keluarganya dan tidak pernah mengeluh. Sementara kami berdua bercakap-cakap, penumpang minibus lain mulai terlelap dibuai ayunan bus di jalanan yang tidak rata. Belum lama melaju, minibus mogok pada kilometer keempat karena kerusakan air radiator. Padahal, perjalanan ke penginapan masih berjarak 31 Km lagi.

Pukul 17. 30

Antara bingung dan cemas berkecamuk di dalam pikiranku. Namun, aku tidak bisa tinggal diam. Aku harus berusaha mencari solusi sebab setiap masalah ada solusinya. Kurogoh handphoneku yang baterainya tersisa 27%,  lalu mengontak rekan-rekan di penginapan. Mereka berjanji akan menjemput menggunakan mobil sedan berkapasitas 4 orang tetapi  2 jam 15 menit kemudian. Aku sempat kuatir karena Kevin mengidap penyakit asma.

"Bagaimana ini Ka Anggi? Aku takut!" protes Kanaya sambil memencet-mencet handphonenya berharap ada sisa sedikit baterai. Suasana hatinya sedang kacau, dan itu tidak bisa dibohongi. Mimiknya terlihat kesal dan menyesal telah memenuhi permintaan Anggi.

"Sabar, sebentar lagi juga mobilnya diperbaiki." balas Anggi. Tangannya tetap menggenggam handphone sembari merekam ketegangan saat itu. "Percaya samaku." tambahnya begitu percaya diri. Ia terlalu bersemangat melihat kurkus yang sedang duduk di depan sarangnya sehingga ia pun tergelincir.

"Haha!" tawa Kanaya hanya seketika dan langsung reda karena tatapan tajam Anggi sehingga Kanaya berhenti meledeknya.

Mendengar keluhan mereka, aku segera mengontak penjaga hutan supaya datang membantu kami. Satu hal yang membuatku kesal waktu itu adalah pak Fred pergi tanpa seijinku. Aku sempat kebingungan mencarinya, apalagi handphonenya terjatuh saat hiking. Katanya alasan pak Fred pergi untuk buang air besar di bagian hutan yang rimbun. Namun, aku ingat kalau Fred sudah terbiasa bekerja di hutan dan tidak akan tersesat, lagi pula Fred seorang ahli Biologi yang cerdas.

Pukul 17.45 

Bapak penjaga hutan akhirnya tiba setelah 15 menit. Ia membawa dua senter besar dan sebuah pemantik yang sudah kupesan sebelumnya. Setelah itu, aku minta tolong kepada bapak penjaga hutan agar meminjamkan motornya kepada pak Lukman supaya Kevin dibawa ke rumahnya.

"Kenapa tidak saya saja nak?" tawar bapak penjaga hutan dengan baik hati

"Kevin tidak bisa lepas dari orang tuanya pak. Jadi, sebaiknya pak Lukman yang membawa supaya Kevin tidak takut sehingga asmanya tidak semakin kambuh karena cuaca di sini sangat dingin pak." jawabku sembari menyodorkan obat asma Kevin kepada ayahnya.

"Baiklah. Kalau mereka lapar, ada makanan di rumah yang cukup mengganjal perut. Bagaimana dengan minibus ini? Kerusakannya sangat parah, tidak ada teknisi di dekat rumah yang bisa membantu memperbaiki." kata bapak itu

"Saya sudah meminta bu Prita untuk menghubungi lewat media sosial teknisi yang handal untuk memperbaiki minibus ini pak. Dua jam lagi akan tiba bersama mobil sedan."

Tanpa pikir panjang menunggu mobil sedan dari kota datang, aku bergegas mencari kayu-kayu kering memanfaatkan cahaya senter di sekitar hutan untuk dijadikan kayu bakar. Setelah itu menyalakan api unggun menggunakan pemantik dari bapak penjaga hutan tadi. Kami bergerombol mengelilingi api itu.

Tiba-tiba ada suara peluit dari arah hutan yang rimbun dan itu adalah pak Fred. Ia tidak takut sama sekali kemudian duduk di sampingku. Terlihat Anggi mengeluh kesakitan karena kakinya yang terkilir. Untungnya, pak Fred mempunyai obat sementara untuk mengurangi rasa sakitnya. Aku melihat Kenaya lebih mendekat ke api unggun dibandingkan kami, untungnya api itu tidak membakar pakaiannya.

Malam semakin larut. Perut kami tidak bisa diajak kompromi. Pak Lukman dan Kevin sudah makan seadanya di rumah penjaga hutan. Maka, aku berjalan ke arah minibus yang mogok dan mengambil dua pacs makanan sisa tadi siang. Selain dua pacs makanan itu, masih ada sisa cokelat Anggi, sisa snack yang dipegang bu Prita dan makanan Fred. Kami membagikan makanan itu sekadar mengganjal perut yang kosong. Kemudian kami meminum persediaan air seadanya.

Pukul 20.15

Pukul 20.15 mobil sedan datang bersama teknisi minibus yang sudah membawa alat-alat teknis. Sementara memperbaiki minibus, mobil sedan kembali ke penginapan dengan membawa Kanaya, bu Prita, Anggi, dan bapak penjaga hutan. Hal ini karena kaki Anggi terkilir, Kanaya takut gelap dan alam liar, dan bu Prita beserta keluarga butuh istirahat dan persiapan untuk berangkat ke Kompasianival 2018 supaya tiketnya tidak hangus. Katanya sangat rugi jika mereka melewatkan momen berharga di sana sebab para pembicara yang hadir sangat handal dan luar biasa.

Mobil sedan itu akan melewati rumah penjaga hutan sehingga ketika bapak penjaga hutan turun, pak Lukman dan Kevin masuk ke dalam mobil sedan. Tetapi, Kevin duduk di pangkuan ayahnya.

Sembari menunggu dan membantu mobil sedang diperbaiki, aku menyalakan api unggun dan senter. Untuk memperbaikinya membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga sangat membosankan. Aku melihat pak Her begitu sedih, untungnya sakit jantungnya tidak kambuh. Ia tampak memikirkan keluarganya di rumah yang sedang menanti kedatangannya.

Melihat hal itu, timbul ide di pikiranku untuk menghiburnya. Aku menyanyikan sebuah lagu dengan suara khasku sambil menepuk-nepuk tangan dan menari-nari. Aku melihat mereka semua tertawa gembira. Pukul 21.30 minibus sudah diperbaiki dan siap untuk dikemudi kembali.

Pak Her satu-satunya sopir yang kupercayai mengemudi bus itu dan ia juga berjanji akan membawa bus itu tiba dengan selamat di penginapan. Aku, pak Fred, dan teknisi juga ikutan naik bus menuju penginapan. Pukul 23.30 kami tiba di penginapan dengan senang bercampur lelah. Suatu pengalaman yang luar biasa menghabiskan waktu satu hari bersama mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun