Mohon tunggu...
Tri Lokon
Tri Lokon Mohon Tunggu... Human Resources - Karyawan Swasta

Suka fotografi, traveling, sastra, kuliner, dan menulis wisata di samping giat di yayasan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Sebegitu Angkerkah Coban Rondo?

12 Maret 2016   15:26 Diperbarui: 12 Maret 2016   18:00 2782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Ramai Dikunjungi."][/caption]Tujuan utamanya ke kota Batu, Jawa Timur. Namun, sesaat mobil memasuki kelokan Pujon, saya sempat membaca tulisan, “Coban Rondo”. Sambil pegang kemudi, saya membuka dialog.

“Di mobil ini ada kekasihkah? Atau ada yang membawa pacar?” Melalui spion di atas dashboard, saya melihat raut wajah mereka. Saling memandang dan akhirnya buka mulut.

“Memang kenapa?” Lalu saya jawab, “Jika ada di antara kita, berstatus kekasih atau pacar, jangan sekali-kali berani berwisata ke Coban Rondo,” kata saya dengan tegas.

“Lalu, kenapa dilarang?”

Laju mobil sejuta umat saya pelankan. Setelah menarik napas dalam-dalam lalu saya berkisah.  Tak sedikit masyarakat Desa Pandesari memiliki kepercayaan bahwa di balik keindahan air terjun (Coban) Rondo, tercium aroma mistis dan angker. Ada kisah di balik air terjun Coban Rondo.

[caption caption="Legenda Coban Rondo"]

[/caption]

Begini legendanya. Tersebutlah sepasang pengantin baru bernama Dewi Anjarwati dari Gunung Kawi bersuamikan Raden Baron Kusumo dari Gunung Anjasmoro. Sebelum perkawinan mereka menginjak usia 36 hari atau “selapanan”, Dewi Anjarwati mengajak suaminya pergi ke Gunung Anjasmoro.

Masyarakat setempat sejak dulu memegang kuat dan menghormati tradisi selapanan (36 hari) setelah berlangsungnya pernikahan Jawa.  Karena itu, orang tua Anjarwati melarang kedua mempelai pergi ke Gunung Anjasmoro. Tradisi selapanan adalah tradisi pelarangan pertemuan orang tua dengan anaknya setelah acara perkawinan. Bahkan tradisi ini sudah menjadi “folklore”.

[caption caption="Ternyata tidak angker, ramai dikunjungi."]

[/caption]

Folklor meliputi legenda, musik, sejarah lisan, pepatah, lelucon, takhayul, dongeng, dan kebiasaan yang menjadi tradisi dalam suatu budaya, subkultur, atau kelompok. Folklor juga merupakan serangkaian praktik yang menjadi sarana penyebaran berbagai tradisi budaya” (Sumber: Wikipedia). Tradisi setelah selapanan adalah tradisi ketemuan besan yang dinamakan “pethukan”. Pada hari itu kedua besan dari dua keluarga saling bertemu dan praktis boleh bertemu dengan anaknya.

Kedua mempelai rupanya bersikeras untuk pergi tanpa memperhitungkan resiko yang terjadi di perjalanan. Tanpa diduga, dalam perjalanan mereka bertemu dengan Joko Lelono. Pemuda yang belum diketahui asal-usulnya ini ternyata terpikat oleh paras cantik Anjarwati. Joko Lelono langsung jatuh hati kepada Anjarwati, meski sudah bersuami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun