Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Masjid Raya Baiturrahman dan Pesan Rahasia di Balik Doa

10 Oktober 2025   13:44 Diperbarui: 10 Oktober 2025   13:44 28
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mungkin di situlah letak "rahasia" yang dimaksud khatib: bahwa doa bukan sekadar kalimat permintaan, melainkan cermin yang memantulkan isi hati. Semakin tulus seseorang berdoa, semakin jernih pula jiwanya. Dan mungkin, itulah alasan mengapa sebagian doa terasa ringan diucapkan tapi berat dikabulkan---karena belum ada keikhlasan di dalamnya.

Saya teringat sebuah kalimat dari Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin: "Doa adalah tanda bahwa hati masih hidup, sebab hanya hati yang hidup yang mampu berharap kepada Tuhannya." Kalimat itu terasa mengalir lembut di benak saya. Doa bukan sekadar proses meminta, melainkan cara untuk memastikan bahwa jiwa ini belum mati oleh keputusasaan.

Kadang, kita terlalu sibuk menghitung berapa banyak doa yang belum dikabulkan, sampai lupa bertanya: sudah seberapa tuluskah doa itu keluar dari hati kita?

Pesan rahasia di balik doa, mungkin bukan pada hasilnya, melainkan pada prosesnya. Ketika kita berdoa untuk kebaikan orang lain---terutama yang pernah menyakiti kita---kita sebenarnya sedang menyembuhkan diri sendiri. Doa yang baik melunakkan hati, menghapus dendam, dan membangun kedamaian yang tak bisa dibeli dengan apa pun.

Masjid Raya dan Cermin Diri

Ketika langkah saya meninggalkan pelataran Masjid Raya Baiturrahman, angin siang berembus lembut di antara tiang-tiang putihnya. Kubah hitam megah yang menjulang di atasnya seolah menjadi saksi bisu dari ribuan doa yang baru saja terucap hari itu. 

Di bawah bayangannya, saya merasa kecil, tapi bukan dalam arti lemah---melainkan dalam arti sadar bahwa hidup ini terlalu singkat untuk diisi dengan kebencian.

Masjid Raya bukan hanya tempat shalat; ia adalah ruang refleksi yang mengingatkan kita akan hakikat doa itu sendiri. Dari balik dindingnya yang kokoh, tersimpan pesan abadi tentang ketulusan, kesabaran, dan kebersihan hati.

Saya berjalan perlahan keluar, menatap air kolam yang memantulkan langit biru dan bayangan masjid. Di sana, saya belajar sesuatu yang sederhana tapi sangat dalam: doa terbaik bukan yang paling panjang, melainkan yang paling tulus.

Sebab pada akhirnya, bukan kata-kata yang membuat doa itu sampai, melainkan keikhlasan hati yang mengantarkannya.

Dan mungkin, inilah pesan rahasia yang ingin disampaikan khutbah hari itu---pesan yang lahir dari mimbar Masjid Raya Baiturrahman, namun bergema jauh ke dalam hati setiap orang yang bersedia mendengarnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun