Mohon tunggu...
Julianda Boang Manalu
Julianda Boang Manalu Mohon Tunggu... ASN pada Pemerintah Kota Subulussalam, Aceh

Penulis buku "Eksistensi Keuchik sebagai Hakim Perdamaian di Aceh".

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Anak Merayakan Kemerdekaan Tanpa Kehadiran Orang Tua

24 Agustus 2025   09:00 Diperbarui: 24 Agustus 2025   01:09 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perayaan HUT ke-80 Kemerdekaan RI di TK Ar Raihan, Kota Subulussalam, Aceh (Sabtu, 23/08/2025). Dok. Pribadi Julianda Boang Manalu

Noval memberi kita pelajaran penting: bahwa anak-anak tidak hanya butuh fasilitas dan acara meriah, tetapi juga butuh sosok yang hadir untuk berbagi bahagia. Kehadiran itu yang menjadi pondasi rasa merdeka dalam jiwa seorang anak.

Maka, kemerdekaan bagi anak-anak seharusnya juga berarti merdeka dari rasa sepi, merdeka dari rasa kurang dihargai, dan merdeka untuk merasa dicintai tanpa syarat.

Refleksi Sosial dan Nilai Pendidikan 

Perayaan HUT RI biasanya dipahami sebagai momen kebangsaan. Kita merayakan perjuangan para pahlawan, mengenang jasa mereka, dan mengisi kemerdekaan dengan kegiatan positif. Namun, peristiwa kecil seperti yang dialami Noval mengingatkan kita bahwa makna kemerdekaan bisa ditarik lebih personal, lebih dekat dengan kehidupan sehari-hari.

Kemerdekaan bukan hanya soal bebas dari penjajahan bangsa lain. Bagi anak-anak, kemerdekaan berarti bebas dari rasa kesepian, bebas dari ketidakadilan kecil yang kadang tidak kita sadari. Mereka ingin merdeka dalam kebahagiaan, dalam kebersamaan, dan dalam kasih sayang keluarga.

Dari cerita Noval, kita belajar bahwa kebersamaan orang tua dan anak bukan sekadar rutinitas. Kehadiran itu mengandung makna sosial: anak merasa menjadi bagian dari kelompok, merasa tidak sendirian, dan merasa layak dirayakan. Tanpa itu, anak bisa merasa terpinggirkan.

Refleksi ini penting, terutama bagi orang tua modern yang sering sibuk dengan pekerjaan. Tidak jarang, alasan ketidakhadiran adalah kesibukan mencari nafkah. Namun, sering kali anak tidak membutuhkan uang atau hadiah, mereka hanya ingin ditemani. Kehadiran lebih berarti daripada hadiah mahal.

Sekolah pun bisa mengambil peran lebih besar. Perayaan seperti ini bisa dijadikan momentum untuk membangun empati, bukan hanya sekadar perlombaan. Guru dapat mengajak anak-anak memahami pentingnya saling menyemangati, terutama bagi teman yang tidak didampingi orang tuanya.

Kita juga bisa melihat fenomena ini sebagai cerminan masyarakat. Apakah kita sudah benar-benar memberi ruang bagi anak-anak untuk tumbuh dengan dukungan penuh? Atau justru kita masih terjebak pada formalitas, sibuk merayakan tanpa menyadari ada yang tertinggal?

Nilai pendidikan dari kisah ini sangat dalam. Anak-anak belajar arti perjuangan melalui lomba, tetapi kita orang dewasa belajar arti empati melalui tatapan sendu Noval. Kemerdekaan sejati adalah saat semua anak merasa bahagia, bukan hanya sebagian.

Dalam konteks lebih luas, perayaan ini seharusnya mengajarkan bahwa kebahagiaan bersama lebih penting daripada kemenangan individu. Anak-anak harus belajar bahwa kebersamaan adalah inti dari kemerdekaan, bukan sekadar piala atau hadiah kecil.

Kisah Noval adalah alarm halus bagi kita semua: jangan sampai kita abai terhadap perasaan anak-anak. Terkadang, mereka tidak mampu menyuarakan kesedihan, tetapi bahasa tubuh mereka sudah cukup menjadi pesan yang keras.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun