Saya juga mencoba teknik sederhana untuk meredakan kecemasan, yakni dengan membatasi konsumsi berita yang memicu ketakutan, serta memperbanyak kegiatan positif seperti membaca buku, olahraga ringan, atau sekadar berjalan sore di lingkungan sekitar.
Secara perlahan, rasa takut itu mulai terkendali. Saya belajar bahwa mengelola ketakutan bukan berarti menghilangkannya sama sekali, melainkan menempatkannya di posisi yang tepat.
Ketika rasa cemas kembali datang, saya mengingatkan diri bahwa saya menulis bukan untuk menyerang, tetapi untuk membangun. Niat yang lurus bisa menjadi perisai, walau tidak sepenuhnya menjamin keselamatan.
Saya juga mempersiapkan diri jika suatu saat harus menjelaskan maksud tulisan secara terbuka. Latihan ini membuat saya lebih percaya diri, karena saya tahu persis mengapa dan bagaimana saya menulis artikel tersebut.
Selain itu, saya mulai menulis catatan pribadi tentang proses ini. Semacam jurnal yang berisi perjalanan emosi saya sejak artikel itu tayang. Menulis jurnal ternyata menjadi terapi tersendiri, membantu saya merapikan pikiran dan melihat masalah dari sudut pandang yang lebih jernih.
Saya menyadari bahwa salah satu cara terbaik untuk menghadapi rasa takut adalah dengan terus menulis. Setiap kali menulis artikel baru, saya merasa semakin kuat, seolah sedang membangun daya tahan terhadap tekanan.
Namun, saya tetap belajar dari pengalaman ini. Untuk topik-topik berikutnya, saya akan lebih matang dalam riset dan mempertimbangkan potensi respons publik.
Saya pun mulai membaca ulang pasal-pasal hukum yang sering digunakan dalam kasus pencemaran nama baik atau ujaran kebencian. Pengetahuan ini penting, bukan untuk membatasi diri secara berlebihan, tetapi untuk memahami batasan yang ada.
Di sisi lain, saya juga berusaha menjaga hubungan baik dengan berbagai pihak. Saya percaya bahwa komunikasi yang sehat bisa mencegah banyak kesalahpahaman.
Pada akhirnya, saya sadar bahwa rasa takut ini akan selalu ada, dalam kadar yang berbeda-beda. Namun, kini saya tidak lagi membiarkannya menjadi penghalang.
Bagi saya, menulis adalah pilihan sadar untuk berada di jalur yang tidak selalu aman, tapi penuh makna. Dan untuk itu, saya harus siap dengan segala risikonya.