Kwik juga menyoroti dominasi asing dalam sektor-sektor strategis Indonesia. Ia mengingatkan bahwa ketika tambang, energi, dan sumber daya alam lainnya dikuasai oleh perusahaan asing, maka rakyat Indonesia hanya akan menjadi penonton.Â
Ia menganggap bahwa liberalisasi ekonomi yang membiarkan investor asing menguasai sektor strategis adalah bentuk baru dari penjajahan, meski tanpa senjata. Ucapan itu kini terbukti dalam banyak kasus, di mana keuntungan besar dari eksploitasi sumber daya tidak berbanding lurus dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar.
Suara Kritis yang Kini Semakin Langka
Di tengah dunia yang semakin pragmatis, keberanian seperti yang ditunjukkan Kwik Kian Gie semakin jarang ditemukan. Banyak intelektual dan teknokrat hari ini memilih jalan aman, lebih sibuk menyusun retorika yang bisa diterima kekuasaan ketimbang menyuarakan kebenaran yang tidak nyaman.Â
Dalam kondisi ini, warisan pemikiran Kwik menjadi sangat berharga. Ia mengingatkan kita bahwa keberanian untuk berpikir berbeda, dan kesediaan untuk membayar harga atas pendirian itu, adalah inti dari integritas.
Setelah pensiun dari jabatan publik, Kwik tidak berhenti mengkritik. Ia tetap menulis, berbicara, dan aktif di media sosial. Ia mengingatkan bahwa pembangunan infrastruktur yang masif tanpa dasar ekonomi yang kuat hanya akan menjadi beban bagi generasi mendatang.Â
Ia menyuarakan keberatan terhadap sistem pajak yang timpang, terhadap ketergantungan pada utang, dan terhadap ketidakjelasan arah pembangunan nasional. Ia tidak peduli dianggap pesimis atau kuno, karena yang ia perjuangkan adalah masa depan bangsa, bukan popularitas pribadi.
Dalam banyak hal, Indonesia hari ini membutuhkan lebih banyak tokoh seperti Kwik: orang-orang yang berani berpikir dengan nurani, yang tidak takut berbeda, dan yang tidak mudah dibeli oleh kekuasaan atau pasar.Â
Kita butuh lebih banyak suara yang mempertanyakan, bukan hanya mengiyakan. Kita butuh lebih banyak pemikir yang mengedepankan keadilan sosial, bukan sekadar pertumbuhan ekonomi.
Kritik Kwik terhadap neoliberalisme bukan hanya soal kebijakan ekonomi. Ia adalah cermin dari komitmen terhadap nilai-nilai dasar yang seharusnya menjadi fondasi negara: keadilan, kedaulatan, dan keberpihakan pada rakyat kecil.Â
Dalam dunia yang semakin dikendalikan oleh algoritma dan kekuatan modal, keberanian untuk bersuara seperti itu harus dirawat dan diwariskan. Sebab jika tidak, kita akan terus mengulangi kesalahan yang sama: membiarkan ekonomi dikelola oleh logika untung-rugi semata, tanpa mempertimbangkan manusia di dalamnya.
Hari ini, ketika kita bertanya mengapa ketimpangan tetap tinggi, mengapa utang luar negeri terus naik, dan mengapa pembangunan tidak merata, maka kita seharusnya kembali membuka tulisan-tulisan Kwik Kian Gie.Â