Beberapa kementerian telah mulai membuat panduan internal terkait pekerjaan luar ASN. Bahkan, beberapa pemerintah daerah memberi ruang ASN untuk melakukan kegiatan sosial dan ekonomi selama tidak mengganggu tugas utama.
Langkah ini perlu diperluas secara nasional. Kementerian PANRB perlu menyusun peraturan menteri yang mengatur etika kegiatan tambahan ASN, termasuk dalam ekonomi digital. Aturan ini harus disusun berbasis risiko dan proporsional.
ASN bisa saja menjadi penulis lepas, konsultan, dosen tamu, atau pebisnis online. Tapi tetap harus melapor, menyebutkan waktu kegiatan, dan menjamin tidak mengganggu pelayanan publik. Jika perlu, dibuat sistem izin otomatis berbasis aplikasi.
Lebih jauh lagi, pemerintah juga bisa menyediakan program inkubasi ASN Digital---yaitu program pembinaan ASN yang ingin berwirausaha atau berkegiatan digital secara sehat dan etis. Ini cara positif memanfaatkan energi muda ASN.
Karena kalau tidak diarahkan, potensi besar ASN muda akan lari ke luar birokrasi. Mereka akan merasa tidak punya tempat di instansi sendiri, dan akhirnya membangun identitas personal yang menjauh dari identitas profesional.
Ini sangat berbahaya. ASN yang sudah tidak merasa "militan" terhadap profesinya akan menjadi pasif, bahkan bisa dimanfaatkan untuk agenda pribadi atau politik pihak luar. Ketika identitas ASN melemah, negara kehilangan agen perubahan.
Harus diingat, ASN bukan hanya mesin eksekusi kebijakan. Mereka adalah simbol kehadiran negara di tengah rakyat. Jika mereka sibuk jadi content creator sepanjang hari, siapa yang akan mengurus data bantuan, izin UMKM, atau pelayanan publik lainnya?
Gig economy bukan musuh ASN. Tapi ia juga bukan ruang bermain tanpa aturan. Dibutuhkan regulasi yang adil, kultur kerja yang sehat, dan ruang aspirasi yang manusiawi agar ASN muda tidak merasa harus "kabur" dari sistem demi aktualisasi diri.
Sistem birokrasi juga harus bersiap menyambut era digitalisasi kerja. Jika ASN tidak diberi ruang untuk berkembang di dalam, maka dunia luar akan terus menarik mereka. Dan pada akhirnya, negara sendiri yang rugi karena kehilangan energi muda terbaiknya.
Oleh karena itu, saatnya kita menyusun ulang peta jalan ASN muda di era digital. Bukan dengan mengekang, tapi dengan menguatkan profesionalisme, mengatur kegiatan luar dengan bijak, dan memperkuat semangat pengabdian melalui inovasi internal.
Jika tidak, kita hanya akan melihat ASN yang hadir fisik tapi kosong jiwa. Sibuk membuat konten TikTok saat antrean pelayanan panjang tak kunjung terlayani. Saat itulah, gig economy tidak lagi menjadi peluang, tapi bencana diam-diam yang mencabut esensi pelayanan publik.